Jumat, 03 Januari 2014

MANIFESTASI KETIDAKADILAN GENDER


     Persoalan mengenai gender bukanlah merupakan suatu persoalan yang baru. Akan tetapi, issue ketidakadilan gender nampaknya akan tetap menarik dan menjadi issue aktual. Gender sendiri berbeda dengan jenis kelamin atau seks. Jenis kelamin atau seks lebih mengarah pada pembagian filosofi atau anatomis manusia secara biologis,  bersifat permanen (tidak dapat dipertukarkan antara laki-laki dan perempuan), dibawa sejak lahir dan merupakan pemberian Tuhan, sebagai seorang laki-laki atau seorang perempuan. Sedangkan gender merupakan istilah yang digunakan untuk membedakan antara laki-laki dan perempuan yang didasarkan pada aspek sosiokultural.
Istilah gender tidak akan menjadi permasalahan jika perbedaan kelamin manusia di dalam struktur sosial itu tidak menimbulkan ketidakadilan seksual. Ketidakadilan yang muncul dari gejala gender ini berfokus pada kaum perempuan yang oleh berbagai pihak dikatakan menjadi korban ketidakadilan di dalam struktur tersebut. Ketidakadilan gender termanifestasikan dalam berbagai bentuk ketidakadilan, antara lain sebagai berikut :
1.      Subordinasi
Subordinasi adalah anggapan tidak penting atau penomorduaan. Subordinasi pada dasarnya adalah keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih penting atau lebih utama dibandingkan dengan jenis kelamin lainnya. Anggapan sosial yang menempatkan kaum perempuan emosional, irasional dalam berpikir, dan tidak dapat tampil sebagai pemimpin atau sebagai pengambil keputusan telah menempatkan kaum perempuan sebagai subordinat. Artinya, kaum perempuan ditempatkan pada posisi yang inferior. Salah satu konsekuensi dari posisi subordinat perempuan ini adalah perkembangan keutamaan atas anak laki-laki.
Contoh subordinasi seperti perempuan sulit menjadi pemimpin bahkan di dalam kultur Jawa, pada masa lalu kaum perempuan tidak perlu sekolah tinggi karena budaya Jawa beranggapan bahwa posisi pekerjaan perempuan tidak lebih hanya di dapur. Dalam keluarga anak laki-laki akan menjadi prioritas utama dalam memperoleh pendidikan.
Contoh lain adalah masih sedikitnya jumlah perempuan yang bekerja pada posisi atau peran pengambil keputusan atau penentu kebijakan dibanding laki-laki. Dalam pengupahan, perempuan yang menikah dianggap sebagai lajang, karena mendapat nafkah dari suami dan terkadang terkena potongan pajak, dan masih sedikitnya jumlah keterwakilan perempuan dalam dunia politik (anggota legislatif dan eksekutif). Perempuan diidentikkan dengan jenis-jenis pekerjaan tertentu. Diskriminasi yang diderita oleh kaum perempuan pada sektor prosentase jumlah pekerja perempuan, penggajian, pemberian fasilitas, serta beberapa hak perempuan yang berkaitan dengan kodratnya belum terpenuhi.
2.      Marginalisasi
Marginalisasi dapat diartikan sebagai peminggiran ekonomi atau pemiskinan. Bentuk ketidakadilan gender yang berupa proses marginalisasi perempuan adalah proses pemiskinan terhadap kaum perempuan dari tradisi, adat, kebiasaan, keyakinan, tafsir agama, kebijakan pemerintah, bahkan asumsi ilmu pengetahuan.
Suku-suku di Indonesia banyak yang tidak memberi hak kepada kaum perempuan untuk mendapatkan waris sama sekali atau hanya mendapatkan separuh dari jumlah yang diperoleh kaum laki-laki. Contoh lain misalnya adanya program swasembada pangan atau revolusi hijau yang mengakibatkan banyak perempuan menjadi tergeser dan miskin. Banyak kaum perempuan yang termarginalisasi akibat kebijakan ini sehingga keberadaannya makin miskin dan tersingkir dari struktur sosialnya. Perkembangan teknologi yang semakin pesatnya juga menyebabkan pekerjaan yang biasanya dilakukan oleh kaum perempuan menjadi dilakukan oleh kaum laki-laki. Contohnya di bidang pertanian, ketika panen dulunya menggunakan alat yang dinamakan ani-ani yang biasa dipakai perempuan akan tetapi sekarang berubah menjadi sistem tebang menggunakan sabit yang dikerjakan oleh laki-laki.
Profesi kaum perempuan yaitu sebagai pekerja konveksi, buruh pabrik, pembantu rumah tangga dinilai sebagai pekerja yang rendah sehingga berpengaruh pada pendapatan yang mereka terima. Kaum perempuan yang bekerja di pabrik juga rawan di PHK.Pemiskinan terhadap kaum perempuan bukan hanya ada di tempat kerja, tetapi juga ada di lingkungan rumah, masyarakat atau kultur, dan bahkan sampai pada tingkat negara.
3.      Stereotipe
Stereotipe adalah bentuk ketidakadilan yaitu pelabelan terhadap pihak tertentu yang selalu berakibat merugikan pihak yang dilabelkan dan berdampak pada ketidakadilan sosial. Dengan adanya pelabelan tersebut tentu saja akan muncul banyak stereotipe yang diciptakan oleh masyarakat sebagai hasil hubungan sosial tentang perbedaan lelaki dan perempuan.Banyak sekali ketidakadilan terhadap jenis kelamin tertentu umumnya perempuan yang bersumber dari penandaan yang dilekatkan kepada mereka. Misalnya perempuan sebagai ibu rumah tangga dan pencari nafkah tambahan, perempuan dianggap cengeng, suka digoda, dan ketika perempuan senang berdandan dan berpakaian agak ketat dianggap untuk menarik perhatian dari lawan jenis sehingga jika terjadi pelecehan seksual atau pemerkosaan perempuanlah yang disalahkan . Apabila seorang laki-laki marah, ia dianggap tegas, tetapi bila perempuan marah dianggap emosional.
Dalam masyarakat perempuan mempunyai label hanya sebagai pelayan dan pencari nafkah selalu didominasi kaum laki-laki yang selalu dianggap sebagai tulang punggung keluarga. Jika perempuan bekerjapun hasilnyapun hanya dianggap sebagai pendapatan tambahan karena pendapatan utama berasal dari laki-laki sebagai seorang kepala rumah tangga meskipun gaji sang istri lebih besar dibanding suami.
Bahkan ada pekerjaan perempuan yang dianggap asusila dan dianggap sebagai pekerjaan yang tidak bermoral seperti mereka yang berprofesi sebagai pelayan bar atau kafe, penyanyi kafe, industri perhotelan, tukang pijat, dan sebagainya yang sangat merugikan kaum perempuan. Stereotipe terhadap kaum perempuan ini terjadi dimana-mana.
4.      Double Burden atau Beban Ganda
Double Burden atau beban ganda adalah beban pekerjaan yang diterima salah satu jenis kelamin lebih banyak dibandingkan jenis kelamin lainnya. Umumnya perempuan mengerjakan peranan sekaligus untuk memenuhi tuntutan pembangunan sehingga beban mereka menjadi berlebihan.
Perempuan menerima beban ganda, yaitu ketika perempuan bekerja ia tetap harus ingat pada tanggung jawabnya dirumah yaitu semua pekerjaan domestik seperti memasak, mencuci, merawat anak, dan lain-lain. Sedangkan laki-laki jika sudah bekerja ia tidak diwajibkan mengerjakan pekerjaan di sektor domestik layaknya perempuan.
Gender dan beban kerja dapat juga dilihat saat perempuan masuk dalam dunia kerja. Upah yang rendah tidak sebanding dengan apa yang dikerjakan yaitu biasanya pekerjaan yang susah, sulit, atau yang membutuhkan ketelitian atau kesabaran. Selain pendapatan dari pekerjaannya rendah, terkadang perempuan masih harus menerima diskrimasi, penindasan, pelecehan, stereotip seksual dan sebagainya.
Saat ini mungkin jumlah perempuan yang bekerja di sektor publik jumlahnya sudah semakin banyak, namun beban mereka di sektor domestik tidak berkurang. Bagi mereka yang termasuk dalam golongan orang yang mampu secara finansial mereka dapat mempekerjakan pembantu rumah tangga. Pembantu rumah tangga inilah yang menjadi korban dari bias gender di masyarakat.
5.      Kekerasan (Violence)
Violence artinya tindak kekerasan yang dilakukan oleh salah satu jenis kelamin tertentu baik fisik maupun non fisik. Bentuknya bisa kekerasan fisik, seksual, psikologis, maupun ekonomi. Kekerasan gender yang dilakukan mulai dari tingkat rumah tangga hingga tingkat yang paling tinggi yaitu negara.
     Contoh tindak kekerasan gender antara lain : perkosaan terhadap perempuan, prostitusi atau pelacuran, pornografi, penyiksaan organ alat kelamin, KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga), kekerasan dalam bentuk pemaksaan sterilisasi dalam program KB, kekerasan terselubung, dan kekerasan yang paling umum, sering terjadi, dan dilakukan oleh masyarakat adalah berupa pelecehan seksual.

DAFTAR PUSTAKA

Ariha. “Perbedaan Gender Mengarah pada Subordinasi”,  arihaz99.wordpress.com, diakses pada Minggu, 15 September 2013.

Fakih, Mansour. 1996, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Cetakan ke-1, Penerbit Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta.

Handayani, Trisakti. 2001, Konsep & Teknik Penelitian Gender, Cetakan ke-1, Penerbit Pusat Studi Wanita dan Kemasyarakatan UMM, Malang.
Setiadi, Elli M. 2011, Pengantar Sosiologi : Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial : Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya, Cetakan ke-2, Penerbit Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

1 komentar:

  1. titanium dioxide. - TITNBI ®-VIN
    titanium columbia titanium boots dioxide. titanium cup A iron titanium compound mens titanium rings of titanium dioxide. © TITNBI ®-VIN, LLC (2020) - All rights reserved. All rights reserved. This content is published under the laws of the black titanium wedding band United States of

    BalasHapus