Jumat, 03 Januari 2014

Tugas Analisis Kasus KPK vs Polri



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Komisi Pemberantasan Korupsi , atau disingkat KPK adalah komisi di Indonesia yang dibentuk pada tahun 2003 untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantas korupsi di Indonesia. Komisi ini didirikan berdasarkan kepada UU RI Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pada periode 2006-2011 KPK dipimpin bersama oleh 4 orang wakil ketuanya, yakni Chandra Marta Hamzah, Bibit Samad Rianto, Mochamad Jasin, dan Hayono Umar, setelah Perpu plt. KPK ditolak oleh DPR. Pada 25 November 2010, M. Busyro Muqoddas terpilih menjadi ketua KPK setelah melalui proses pemungutan suara oleh DPR. Dilanjutkan lagi oleh Abraham Samad sejak 2011.
Lahir, tumbuh, dan berkembangnya Polri tidak lepas dari sejarah perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Dalam perkembangan paling akhir dalam kepolisian yang semakin modern dan global, Polri bukan hanya mengurusi keamanan dan ketertiban di dalam negeri, akan tetapi juga terlibat dalam masalah-masalah keamanan dan ketertiban regional maupun internasional.
Diakui atau tidak, Negara kita ini memang tempat bersarangnya para koruptor. Berbagai kasus korupsi yang besar banyak yang tidak berhasil digiring ke meja hijau. Biasanya kasus-kasus korupsi yang besar itu hilang begitu saja. Kalaupun ada beberapa kasus yang berhasil digiring ke meja hijau biasanya memperoleh hukuman yang tidak sesuai dengan kejahatan yang dilakukan.
Dua lembaga penegak hukum tersebut yakni KPK dan Polri sangat sering bersitegang. Tentunya dalam bidang penanganan korupsi. Yang ini sudah kesekian kali KPK Vs Polri bersitegang dan kesekian kali pula presiden harus menertibkan keduanya khusunya Polri. Yang paling mencolok untuk saat ini, sepertinya Polri tidak terima kantornya diacak-acak KPK dan melancarkan balas dendam dengan mencari apa yang dibuat agar Polri juga bisa mengacak-acak kantor KPK. Ketemulah kasus yang sudah berumur 8 tahun lalu yang melibatkan Kompol Novel Baswedan didalamnya. Sedangkan Kompol Novel Baswedan saat ini adalah salah satu penyidik KPK. Aneh bin ajaib jika harus membuka kasus 8 tahun yang lalu dan penangkapannya seperti akan menangkap teroris di gedung KPK.
KPK dan Polri adalah dua lembaga penegak hukum sudah seharusnya meningkatkan sinergi serta koordinasi dalam pemberantasan korupsi. Akan tetapi perseteruan diantara keduanya semakin meluas dan tak kunjung berakhir.Untuk itulah disusun makalah analisi kasus perang KPK vs Polri untuk memberikan gambaran serta analisis mengenai kasus tersebut.



B.     Rumusan Masalah
Adapun masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
a.         Apa yang menyebabkan terjadinya perang antara dua lembaga penegak hukum yaitu KPK dan Polri kembali pecah?
b.         Apa reaksi dan tanggapan masyarakat mengenai kasus KPK Vs Polri tersebut?



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Perang KPK Vs Polri kembali pecah
            Suasana tegang terjadi di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jalan HR Rasuna Said, Jakarta, Jum’at malam, 5 Oktober 2012. Sekitar pukul 20.00 WIB, belasan polisi mendatangi kantor lembaga anti korupsi dan disebut-sebut hendak menjemput paksa salah seorang penyidik terbaik KPK, Komisaris Pol. Novel Baswedan.
Sepertinya Polri tidak terima kantornya diacak-acak KPK dan melancarkan balas dendam dengan mencari apa yang dibuat agar Polri juga bisa mengacak-acak kantor KPK. Ketemulah kasus yang sudah berumur 8 tahun lalu yang melibatkan Kompol Novel Baswedan didalamnya. Sedangkan Kompol Novel Baswedan saat ini adalah salah satu penyidik KPK. Aneh bin ajaib jika harus membuka kasus 8 tahun yang lalu dan penangkapannya seperti akan menangkap teroris di gedung KPK.
Kompol Novel Baswedan ingin ditangkap karena diduga terlibat dalam kasus penganiayaan yang menyebabkan seorang tahanan di Bengkulu tewas. Kompol Novel memang pernah bertugas di di Bengkulu 8 tahun yang lalu. Sikap tegas Polri dalam memeriksa anggotanya yang terlibat dalam masalah hokum patut diacungi jempol. Persoalannya mengapa kasus yang sudah lewat 8 tahun yang lalu itu dibongkar kembali sementara keluarga korban tidak pernah minta agar kasus ini diusut kembali.
Banyak pensiunan Polri yang menganggap cara ini sebagai cara kampungan dan dari kacamata orang awam bahwa cara ini hanya balas dendam. Tetapi seperti diberitakan banyak pemberita, Polisi yang menggerebek KPK harus gigit jari karena tidak punya akses lift yang mengantar mereka ke kantor Kompol Novel Baswedan.
Kompol Novel merupakan salah satu penyidik di KPK. Sepak terjang sang penyidik memang cukup mengesankan dalam menjalankan tugasnya. Novel Baswedan merupakan salah satu penyidik dengan kategori par excellence alias terbaik dijajarannya. Novel yang berpangkat komisaris polisi ini hamper selalu menjadi andalan KPK ketika menangani kasus-kasus besar.
Dalam kasus korupsi pengadaan simulator berkendara di Korps Lalu Lintas Kepolisian Republik Indonesia, Novel merupakan salah satu pimpinan satuan tugasnya. Biasanya KPK selalu membentuk satuan tugas yang terdiri dari beberapa penyidik setiap kali menangani sebuah kasus korupsi.
Nama Novel sebenarnya tidak begitu asing,setidaknya bagi para majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang pernah beberapa kali akrab dengan namanya. Para kuasa hokum perkara yang ditangani KPK pernah meminta penyidik dihadirkan, dan Novel setidaknya 2 kali hadir.
Novel juga beberapa kali terlibat dalam upaya penggeledahan atau tangkap tangan. Dia merupakan penyidik yang terlibat dalam penangkapan bupati Buol Amran Batalipu, yang mana proses operasi itu diwarnai dengan penghadangan oleh puluhan pendukung Amran. Novel yang saat itu mengendarai motor untuk melakukan pengejaran, bahkan sempat akan ditabrak oleh romobongan Amran. Beruntung dia bisa menghindar, sedangkan motornya ringsek.
Tak hanya itu, Novel adalah penyidik KPK yang dengan keras menghadang upaya penghentian penggeledahan KPK di markas Korlantas bulan Juli lalu. Ketika itu Novel menunjukkan surat perintah pengadilan yang dimiliki KPK untuk menggeledah markas Korlantas, ketika ada petugas kepolisian dengan pangkat yang jauh lebih tinggi darinya yang sempat mempertanyakan izin KPK menggeledah. Ketika itu Novel menunjukkan surat perintah pengadilan yang dimiliki KPK untuk menggeledah markas Korlantas. Perdebatan pun terjadi. Ada informasi yang menyebutkan sejak itu, nama Novel masuk dalam daftar incaran.
Pada Jumat (05/10), Novel adalah salah satu penyidik KPK yang melakukan pemeriksaan langsung kepada Irjen Djoko Susilo, tersangka kasus Simulator SIM. Seorang perwira menengah berpangkat Kompol memeriksa jenderal aktif bintang dua. Atas adegan inilah, hubungan KPK – Polri kembali retak.
Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengakui, Novel adalah salah satu penyidik dengan kategori par excellence yang dimiliki KPK. Suatu saat Johan pernah mengungkapkan kepada sejumlah media, ingin mempublikasikan sosok Novel karena kemampuannya sebagai penyidik yang selalu diandalkan KPK dalam menuntaskan kasus korupsi skala besar. Novel kini tengah menghadapi ancaman penangkapan dari instansi asalnya. Dia dituduh terlibat kasus penganiayaan berat semasa bertugas sebagai polisi di Bengkulu delapan tahun yang lalu.
B.     Mengapa Kasus Novel Diungkap Kembali Setelah 8 tahun
 Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Bengkulu, Komisaris Besar Dedy Irianto mengatakan Novel terlibat kasus penganiayaan berat yang menyebabkan kematian pencuri sarang burung walet di Bengkulu tahun 2004. Novel diduga kuat menjadi oknum yang melakukan penembakan langsung enam pencuri sarang burung walet di Pantai Panjang, Bengkulu. Saat itu Novel masih berpangkat Iptu yang menjabat Kepala Satuan Reserse Kriminal Polda Bengkulu.
Kasus tersebut terjadi pada tahun 2004, namun mengapa tiba-tiba polisi mengusut kembali tahun 2012 setelah 8 tahun berlalu? Dedy menjawab kasus tersebut terungkap kembali setelah adanya pelaporan dari korban tembak tersebut. Salah satu korban memperlihatkan bukti peluru yang tertanam di kakinya.
"Ada laporan keberatan dari masyarakat. Kapan saja bisa kami proses sepanjang belum kadaluarsa," terang Dedy di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Sabtu (6/10/2012).
Kepala Badan Reserse Kriminal Polri (Kabareskrim), Komisaris Jenderal Sutarman pun memberikan alasan yang sama. Menurutnya ada korban tahun 2004, yang pada tahun ini menjalani operasi. Bertahun-tahun, korban tersebut membiarkan peluru bersarang di kakinya. "Karena sakit itu, dia lapor ke Polda kembali, sehingga kasus ini diungkap kembali," kata Sutarman.
Delapan tahun, waktu yang terbilang cukup lama. Dedy menjawab pihaknya memiliki tanggung jawab atas penuntasan kasus tersebut sehingga kembali diusut atas desakan dan laporan masyarakat serta korban. Di lain pihak, Novel juga diketahui telah menjalani sidang disiplin dan kode etik. Anehnya, dalam kasus penembakan, Novel justru tak langsung menjalani jeratan tindak pidana umum. Menurut KPK, kasus Novel sudah selesai pada 2004 sebab hal itu bukan dilakukan olehnya, melainkan oleh anggotanya.
"Dia sudah diproses dari aspek disiplin. Di Polri bisa kena tiga hukum, kena disiplin, etika profesi kepolisian dan pidananya. Harus diterapkan tiga-tiganya, jadi lebih berat," terang Sutarman. "Masyarakat juga bisa mengontrol, mengoreksi penyidik Polda Bengkulu. Kalau salah saya juga akan bertanggung jawab," lanjut Sutarman.
Sementara, alasan Dedy lainnya, pada tahun 2004 dirinya belum menjabat sebagai Direskrimum Polda Bengkulu sehingga tidak terlalu mengetahui perjalanan kasus tersebut sebelumnya. Dimungkinkan, pimpinan Polda Bengkulu saat itu menganggap kasus tersebut sudah selesai.
Dedy menyebut, saat ini polisi telah memiliki barang bukti berupa pistol dan peluru yang diduga kuat digunakan oleh Novel. Hal lain adalah, selama 8 tahun tersebut, Novel yang dulu berpangkat Iptu dan telah menjalani sidang disiplin karena perbuatannya tahun 2004, dan telah naik pangkat menjadi Komisaris Polisi (Kompol).
Menurut Sutarman, ada catatan yang tertinggal dari Novel, dan itu merupakan masalah administrasi. Catatan karir di kepolisian, dijelaskan Sutarman merupakan pembinaan personil di masing-masing Divisi Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada di daerah. "Saya rasa catatan ini ada yang tertinggal. Kemudian terkait teknis, kadang teman di daerah, begitu ada di sini (Jakarta), langsung memonitor. Langsung melakukan langkah penyidikan," paparnya.
Terdapat  kejanggalan atas kasus yang menimpa Novel. Kejanggalan pertama menyangkut tidak adanya uji forensik pasca-penembakan yang dilakukan Novel sebagaimana dituduhkan Polri. Uji forensik tersebut justru dilakukan delapan tahun setelah kasus tersebut. Uji forensik semestinya dilakukan setelah kasus tersebut terjadi. Namun, polisi baru melakukannya dengan cara membeberkan foto korban.
Kejanggalan kedua menyangkut barang bukti yang tidak mencukupi dan terkesan dipaksakan. Hal itu terkait adanya bantahan dari salah satu keluarga korban bahwa mereka tidak pernah melaporkan tindak lanjut kasus tersebut ke polisi dan menyatakan bahwa keluarga korban telah ikhlas.
Kejanggalan lainnya adalah proses hukum yang telah dijalani oleh Novel secara wajar dan dapat membuktikan dirinya tidak terlibat. Setelah peristiwa tersebut, Novel justru mendapat promosi kenaikan pangkat dan menjadi anggota Polri terpilih yang menjadi penyidik KPK. Hal tersebut adalah kebanggaan tersendiri karena tidak semua perwira Polri dapat memperoleh kesempatan itu.
Dari hasil penyidikan terhadap Novel, penyidik Polda Bengkulu terbang ke Jakarta, tepatnya ke gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat malam. Dedy hadir bersama tiga penyidik lain, ditemani tiga anggota Polda Metro Jaya. Dengan alasan etika kelembagaan, Dedy menyambangi KPK untuk melakukan koordinasi akan melakukan penangkapan terhadap Novel. Namun dikatakan seorang penyidik KPK, Novel sedang tidak berada di tempat.
Mengapa Novel berencana ditangkap di KPK? Dedy beralasan, meski telah membawa surat perintah penangkapan resmi, saat itu pihaknya mendatangi KPK untuk melakukan koordinasi terlebih dahulu. Sutarman pun mengatakan hal yang sama. "Jadi yang terjadi malam itu sifatnya koordinasi, belum mau menangkap. Kalau mau menangkap sebentar juga bisa ditangkap. Syukur-syukur langsung diserahkan, tapi ternyata ribut, seolah-olah yang saya katakan tadi, membenturkan," terang Sutarman.
Alasan Polri mengungkap kasus Novel dianggap berbagai pihak cukup janggal. Kedatangan penyidik Polda Bengkulu secara mendadak pun menuai sejumlah pertanyaan. Peristiwa itu banyak dikaitkan oleh kasus dugaan simulator SIM di Korps Lalu Lintas Polri tahun 2011.
Novel diketahui menjadi kepala satuan tugas penanganan kasus korupsi pengadaan alat simulasi roda dua dan roda empat di Korps Lalu Lintas (Korlantas) itu. Tak hanya itu, kedatangan petugas Polda Bengkulu juga bersamaan dengan jadwal pemeriksaan terdangka kasus simulator, Inspektur Jenderal Djoko Susilo di KPK Jumat pagi hingga sore.
Namun semua keterkaitan hal itu dibantah oleh Polri. Menurut pihak kepolisian, upaya penangkapan Novel murni operasi penegakan hukum dalam kasus pidana.
C.     Penangkapan Novel Membuat Citra Polisi Semakin Buruk
Kejadian pengepungan gedung KPK, Jumat (5/10/2012) malam, memperlihatkan polisi arogan dalam penanganan kasus penyidik KPK Komisaris Novel Baswedan. Upaya menjemput paksa salah satu penyidik kasus dugaan korupsi Inspektur Jenderal Djoko Susilo ini semakin memperpuruk citra kepolisian di mata publik.
Berangkat dari hal itu, anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin menyatakan, sudah saatnya Kepala Polri Jenderal Timur Pradopo menyerahkan seluruh penanganan kasus dugaan korupsi simulator di Korps Lalu Lintas kepada KPK.
"Tidak ada jalan lain agar tidak timbul spekulasi yang kian negatif sejak merebaknya kasus Korlantas, maka alangkah eloknya jika Polri dengan lapang dada rela menyerahkan kasus tersebut sepenuhnya kepada KPK," kata Didi, Sabtu (6/10/2012).
Menurut Didi, pengusutan kasus Korlantas adalah momentum yang baik bagi Polri untuk memulai sejarah pembersihan diri. Justru Polri tidak perlu takut apabila pada akhirnya kasus ini disinyalir akan merembet ke mana-mana, termasuk jika ada pejabat tinggi polri lainnya yang disinyalir terlibat.
"Jangan sampai di mata publik ada kesan diskriminatif, bahwa polisi terkesan untouchable di hadapan hukum, polisi terkesan istimewa atau tidak equal di hadapan hukum," katanya.
"Inilah momentum yang baik demi pemulihan citra dan merebut kembali kepercayaan publik terhadap Polri. Saya percaya masih jauh lebih banyak polisi yang baik. Jangan gara-gara segelintir oknum polisi korup, rusak seluruh nama baik korps bhayangkara," tegasnya.
D.    Kapolri Harus Jelaskan Kejanggalan Kasus Novel
Kepala Polri Jenderal (Pol) Timur Pradopo harus menjelaskan kepada publik berbagai kejanggalan dalam kasus yang dituduhkan kepada anggota Polri yang bertugas di Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisaris Novel Baswedan. Langkah itu untuk mengklarifikasi penilaian adanya upaya kriminalisasi terhadap KPK.
"Jika tidak dapat menjelaskan secara logis, maka jangan salahkan apabila publik beranggapan apa yang dilakukan oleh Polri adalah bentuk kriminalisasi terhadap anggota KPK dan bentuk balasan bagi KPK," kata anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat, Indra, Sabtu (6/10/2012) di Jakarta.
Indra menilai alasan yang dipakai Kepolisian Polda Bengkulu terkait kasus Novel mengherankan dan menimbulkan banyak pertanyaan. Kasus itu sudah terjadi delapan tahun lalu ketika Novel menjabat Kepala Satuan reserse Kriminal Polda Bengkulu, tetapi baru dipersoalkan saat ini.
Kejanggalan itu semakin kuat karena upaya penangkapan terjadi ketika Novel tengah menangani kasus dugaan korupsi proyek simulator di Korps Lalu Lintas Polri. Novel juga ikut menggeledah markas Korlantas Polri akhir Juli lalu. Novel bahkan ikut memeriksa tersangka Inspektur Jenderal Djoko Susilo.
"Lalu bagaimana dengan kesimpulan sidang etik Polri delapan tahun silam yang menyatakan Novel bukan pelakunya? Dan sebagai bentuk pertanggungjawaban seorang atasan terhadap perbuatan anak buahnya, Novel hanya mendapat teguran keras. Apakah sidang etik itu rekayasa atau memang atas dasar fakta?" kata Indra.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu menambahkan, apabila benar ada upaya kriminalisasi terhadap unsur-unsur KPK, tentu sangat disayangkan. Ia berpendapat bahwa para penegak hukum seharusnya saling membantu dan bekerja sama dalam penegakan hukum. "Polri tidak boleh saling menjatuhkan dan mencari-cari kesalahan yang dipaksakan," ujar Indra.
Kepolisian menuduh Novel melakukan penganiayaan berat terhadap enam orang pencuri sarang burung walet di Bengkulu pada 2004. Sebaliknya, pimpinan KPK menyebut apa yang dilakukan terhadap Novel merupakan upaya kriminalisasi.
E.     Presiden Tak Akan Intervensi Masalah KPK-Polri
Menteri Koordintanor Politik, Hukum dan Kemanan Djoko Suyanto menegaskan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak akan mengintervensi masalah yang terjadi antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Permasalahan yang terjadi antara kedua lembaga penegak hukum tersebut, menurutnya, dapat diselesaikan tanpa campur tangan Presiden.
"Presiden tidak akan melakukan intervensi secara langsung di ranah hukum. Tidak boleh sedikit-sedikit diambil alih Presiden. Pasti Presiden memiliki intuisi yang tepat," kata Djoko, di Kementerian Politik, Hukum dan Keamanan, Jakarta, Senin (8/10/2012).
Djoko mengatakan, jika Presiden masuk untuk meyelesaikan masalah KPK dan Polri, masyarakat akan beranggapan Presiden mengintervensi proses hukum. Hal tersebut, menurutnya, harus dihindari. Sebab, komunikasi antara Pimpinan KPK dan Polri seyogianya dapat menyelesaikan polemik di antara kedua institusi itu.
"Komunikasi tentunya dalam mencari solusi. Mereka (Pimpinan Polri dan KPK) harus menyelesaikan sendiri sesuai ketentuan undang-undang. Pasti ada solusi selagi mau berkomunikasi,"tambahnya.
Djoko mengaku optimistis solusi atas konflik kedua lembaga akan selesai. Ia mengatakan, KPK dan Polri harus menemukan rumusan pemecahan masalah yang pas, antara penanganan peyidikan perkara dugaan korupsi simulator SIM Korlantas, penarikan dua puluh penyidik, dan upaya penangkapan Kompol Novel Baswedan.
"Sebagai pejabat negara harus dipecahkan bersama. Mereka sudah cukup dewasa menyelesaikan masalah ini," kata Djoko
F.      Masyarakat dan Semesta Rakyat Bela KPK
Upaya pelemahan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi terus terjadi. Jumat (5/10), sejumlah perwira polisi berusaha menjemput paksa para penyidik Polri yang bertugas di KPK. Semalam, masyarakat dan tokoh masyarakat mendatangi KPK untuk mendukung lembaga itu.
Sekitar pukul 21.30, sejumlah perwira polisi berpakaian preman mulai masuk ke lobi Gedung KPK. Hal itu terjadi tidak lama setelah penyidik KPK memeriksa tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan simulator berkendara di Korps Lalu Lintas Polri, Inspektur Jenderal Djoko Susilo.
Hingga pukul 23.20, para perwira polisi yang mendatangi hendak menjemput paksa penyidik masih tetap tertahan di lobi. Mereka masih belum diizinkan naik ke tempat berkantornya penyidik KPK di lantai delapan gedung KPK.
Saat ini memang ada 20 penyidik Polri yang habis masa tugasnya di KPK. ”Dari 20 penyidik Polri di KPK yang selesai masa tugasnya, KPK baru mengirim surat untuk menghadapkan sebanyak 15 penyidik ke Polri. Yang lima belum,” kata Kepala Bagian Penerangan Masyarakat Polri Komisaris Besar Agus Rianto, Jumat siang.
Menanggapi upaya jemput paksa penyidik Polri itu, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan, apabila ada yang tidak berkenan dengan tindakan KPK memberantas korupsi, selesaikan secara hukum. ”Kami perlu mengingatkan siapa pun, apalagi penegak hukum. Selesaikan masalah dengan hukum, tidak dengan melawan hukum, apalagi cara yang potensial disebut teror. Cukup sudah pengalaman menyakitkan masa lalu dan jangan ulangi lagi itu,” kata Bambang.
Suasana di Gedung KPK tadi malam memang menegangkan. Sejumlah aparat kepolisian terlihat berada di sekitar Gedung KPK. Mereka antara lain terdiri dari perwira polisi dari Polda Metro Jaya. Terlihat pula polisi berpakaian provos. Petugas pengamanan dalam KPK tidak bisa berbuat banyak ketika sejumlah polisi berpakaian preman menyatakan hendak masuk ke Gedung KPK.
Semalam, sejumlah masyarakat dan sejumlah tokoh masyarakat datang dan membuat pagar betis di depan gedung KPK. Mereka antara lain Usman Hamid, Anies Baswedan, Fadjroel Rachman, Taufik Basari, dan Saldi Isra, termasuk Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana. Semua pegawai KPK yang telah pulang ke rumah juga kembali ke kantornya.
Upaya jemput paksa penyidik masih berlangsung alot. Juga ada anggota DPR yang hadir, yaitu Martin Hutabarat dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Suasananya masih menegangkan karena sejumlah polisi masih berada di sekitar gedung.
Sejak siang, pimpinan KPK yang berada di Jakarta hanya dua orang, yakni Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas dan Zulkarnain. Ketua KPK Abraham Samad, sejak Jumat pagi, melayat ke Makassar karena kerabatnya meninggal. Sementara Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto sejak Kamis berada di Samarinda. Hingga pukul 21.00 hanya Zulkarnain, pemimpin KPK, yang masih berada di KPK karena Busyro berangkat ke Yogyakarta sore harinya. Bambang baru sampai di kantor KPK sekitar pukul 22.00.
Busyro mengatakan tak bisa kembali ke Jakarta karena tak ada pesawat malam dari Yogyakarta. Sementara Abraham dikabarkan langsung bertolak dari Makassar menuju Jakarta.
Secara terpisah, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto mengatakan, tidak ada perintah dari Kepala Polri Jenderal (Pol) Timur Pradopo untuk menjemput paksa penyidik Polri di KPK. ”Saya sudah cek, enggak ada itu,” kata Djoko setelah menghubungi Timur, Jumat malam.
Brigjen (Pol) Boy Rafli Amar mengatakan, memang ada upaya penangkapan terhadap Komisaris Novel, salah satu penyidik Polri yang ditempatkan di KPK. Penangkapan itu terkait kasus lama, yaitu pada tahun 2004. Novel diduga melakukan penganiayaan berat terhadap pencuri sarang burung walet. Saat ditanyakan kenapa kasus lama baru ditangani sekarang, Boy mengatakan, korbannya baru melapor sebulan lalu.
Novel merupakan penyidik andalan di KPK. Ia termasuk yang berani menghadapi polisi saat dihadang dalam penggeledahan di Korlantas.
Pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar menyatakan, tindakan Polri yang menjemput paksa penyidiknya yang bertahan di KPK adalah keliru. Hal itu karena Polri bukan militer lagi, tetapi organisasi sipil yang tunduk pada hukum sipil, yang dalam hal ini Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
”Kalau penyidiknya bertahan di KPK, itu bukan kejahatan (tindak pidana) yang bisa dijemput paksa. Kalaupun mereka salah, mereka hanya melanggar masalah administratif,” kata Bambang.
Ia menegaskan, Polri harus bertindak sesuai dengan undang-undang dan tidak boleh sewenang-wenang terhadap anggotanya. ”Polri bukan militer sehingga tidak tepat jika mereka memperlakukan anggotanya seperti militer,” katanya.
Di Gresik, Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menilai, upaya pelemahan KPK akan berhadapan langsung dengan masyarakat. Ia meminta sejumlah pihak tak bermain-main dengan upaya pelemahan KPK.
”KPK harus dipertahankan, dan jika perlu ditingkatkan kinerjanya dalam pemberantasan korupsi,” ujar Din seusai membuka Pelatihan Nasional Kader Ahli Hisab Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Gresik, Jawa Timur, Jumat.



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Polisi sedang bersitegang dengan KPK dalam kasus penyidikan korupsi pengadaan simulator SIM dimana Irjen Pol. Djoko Susilo telah ditetapkan sebagai tersangka. Kedua lembaga penegak hukum itu menyatakan sama-sama mempunyai wewenang untuk menyelidiki masalah sensitif tersebut. Sepertinya Polri tidak terima kantornya diacak-acak KPK dan melancarkan balas dendam dengan mencari apa yang dibuat agar Polri juga bisa mengacak-acak kantor KPK. Ketemulah kasus yang sudah berumur 8 tahun lalu yang melibatkan Kompol Novel Baswedan didalamnya yaitu kasus penganiayaan yang menyebabkan seorang tahanan di Bengkulu tewas. Kompol Novel Baswedan adalah salah satu penyidik KPK yang melakukan pemeriksaan langsung kepada Irjen Djoko Susilo, tersangka kasus Simulator SIM. Seorang perwira menengah berpangkat Kompol memeriksa jenderal aktif bintang dua. Atas adegan inilah yang diduga menjadi penyebab hubungan KPK – Polri kembali retak.
2.      Reaksi dan tanggapan masyarakat terhadap kasus KPK Vs Polri adalah membela dan mendukung KPK dalam rangka mengusung niat “SAVE KPK”. KPK harus diselamatkan, karena kehadirannya sangat dielu-elukan oleh berbagai pihak dan masyarakat yang tidak ingin negara kita ‘lumpuh’ digerogoti para koruptor. KPK dilahirkan karena aparat penegak hukum yang ada tidak mampu memberantas korupsi. Karena jika KPK tidak bisa menjalankan tugasnya dengan baik yang akan senang dan bertepuk tangan dengan gegap gempitanya adalah para koruptor.
B.     Solusi
1.      Berdasarkan pidato presiden SBY dalam menanggapi kasus KPK Vs Polri jelaslah bahwa yang berhak menangani kasus yang melibatkan irjen Djoko Susilo ditangani KPK, untuk itu Polri menerima dan menangani kasus lain yang sesuai wewenangnya.
2.      Sebagai dua lembaga penegak hukum KPK dan Polri harus terus meningkatkan  sinergi dan koordinasi dalam upaya pemberantasan korupsi. Dan mengerti apa yang menjadi bagian dari tugas dan tanggung jawabnya.
3.      Masyarakat dan seluruh semesta rakyat serta pejabat-pejabat pemerintah harus mendukung upaya penegakan hukum terutama pemberantasan korupsi di Indonesia.
C.     Saran
1.      KPK dan Polri
      Sebagai lembaga penegak hukum KPK dan Polri seharusnya bisa bekerja sama bukan malah berseteru dan saling perang. Karena masalah di negeri ini sudah terlalu banyak dan sangat membutuhkan peran dan kinerja yang baik dari lembaga-lembaga penegak hukum.
2.      Presiden
      Dalam kondisi seperti ini presiden selaku pemegang kekuasaan ditanah air ini harus bertindak cepat dan tegas untuk mendamaikan dua lembaga penegak hukum yang berseteru dan menyelamatkan KPK jika memang mempunyai komitmen untuk mengenyahkan korupsi dari republik ini.
3.      Masyarakat
      Sebagai warga negara kita semua harus membantu upaya penegakan hukum dan pemberantasan korupsi di negeri ini.  Masyarakat sendiri harus memberi hukuman berupa sanksi moral kepada para koruptor, bukan sebaliknya menyanjung mereka bak raja seperti yang terjadi akhir-akhir ini. Karena bagaimanapun sanksi moral bias lebih afektif daripada sanksi hukum.



DAFTAR PUSTAKA

Rastika,Icha.”Novel adalah penyidik yang periksa Irjen Djoko”. http://nasional.kompas.com/read/2012/10/06/05392765/Novel.adalah.Penyidik.yang.Periksa.Irjen.Djoko (Diakses tanggal 19 Oktober 2012)

Khaerudin.” Kompol Novel Penyidik Par Excellence di KPK”. http://nasional.kompas.com/read/2012/10/06/01241558/Kompol.Novel.Penyidik.Par.Excellence.di.KPK (Diakses tanggal 19 Oktober 2012)

“Masyarakat Bela KPK”

http://nasional.kompas.com/read/2012/10/06/01414218/Masyarakat.Bela.KPK. (Diakses tanggal 19 Oktober 2012)

LAMPIRAN
http://assets.kompas.com/data/photo/2012/10/06/0330082620X310.JPG
http://assets.kompas.com/data/photo/2012/10/06/0253238620X310.JPG
http://assets.kompas.com/data/photo/2012/10/05/2311291620X310.jpg
http://assets.kompas.com/data/photo/2012/10/05/2314518620X310.jpg
http://assets.kompas.com/data/photo/2012/10/05/2317382620X310.jpg
http://assets.kompas.com/data/photo/2012/03/29/1208278620X310.jpg
http://assets.kompas.com/data/photo/2012/10/06/0312098620X310.jpg
http://kabarnet.files.wordpress.com/2012/10/cicak-vs-buaya.jpg?w=270&h=167
SAVE KPK Save Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar