Jumat, 03 Januari 2014

Legenda Kota Parapat




BATU GANTUNG
(Legenda Kota Parapat, Sumatera Utara)

            Al kisah. Pada jaman dahulu di Danau Toba yang terkenal dengan pemandangan alamnya yang indah, hiduplah sebuah keluarga. Mereka terdiri dari sepasang suami-istri dan anak gadisnya.
            Mereka bertempat tinggal di desa terpencil, keluarga tersebut bermata pencaharian sebagai petani. Adapun sawah ladangnya berada di tepi danau.
            Setiap hari mereka bertiga mengerjakan ladang, bercocok tanam dan hasilnya untuk mencukupi kebutuhan.
            Konon, kecantikan si gadis sangat terkenal sehingga banyak jejaka yang ingin mendekati dan menjadikannya sebagai kekasih. Diantara mereka yang berhasil mendekati adalah Surandu, seorang pemuda dari desa tetangga.
            Sikap dan perilaku Surandu yang sopan dan pengertian, maka si gadis yang bernama Arum menyambut kehadirannya dengan baik. Sehingga secara diam-diam terjanlinlah hubungan asmara yang harmonis, tanpa setahu kedua orang tuanya.
            Namun di balik itu Arum merasa sedih, karena ia tahu bahwa kedua orang tuanya telah memilih jodoh dengan pria lain yang ia sendiri tidak menyukainya.
            Pada suatu pagi, karena ada keperluan yang mendadak maka pak Tani memanggil anak gadisnya.
            “Ayah memanggilku?” tanya gadis itu.
            Pak Tani : “Benar Arum, hari ini aku akan pergi ke desa tetangga bersama ibumu.
            Untuk sementara urusan ladang kuserahkan kepadamu, rawatlah tanaman-tanaman itu dengan baik sebagaimana yang telah aku ajarkan. Apakah engkau merasa keberatan?”
            Arum : “Tidak, tetapi seberapa lama Ayah dan Ibu pergi ke sana?”
            Pak Tani : “Apabila urusan cepat selesai, maka tidak sampai sehari.”
            Arum : “Baiklah Ayah, aku do’akan cepat selesai.”
            Beberapa saat kemudian setelah mengemasi barang-barang yang diperlukan, suami-istri petani itupun berpamitan kepada anaknya.
            “Arum, jagalah dirimu baik-baik. Apabila pekerjaanmu selesai, maka segeralah pulang.” pesan ibunya.
            Arum : “Baik Bu.”
            Pak Tani bersama istrinya pergi berjalan kaki menuju desa tetangga dengan diantar oleh si gadis sampai di ujung kampung.
            Setelah matahari sepenggala tingginya, Arum pergi ke ladang dengan ditemani oleh seekor anjing kesayangannya yang diberi nama Toki.
            Sesampainya di ladang gadis itu tidak langsung bekerja, melainkan hanya berdiri. Tiba-tiba matanya berkaca-kaca, kemudian menghampiri sebuah batu yang sebesar kerbau.
            Gadis itu duduk diatasnya dan merenung sambil menatap Danau Toba dengan pandangan kosong.
            Ia berkata di dalam hati : “Ayah dan Ibu pasti ke rumah calon besannya untuk merundingkan hari pernikahanku...Oh Tuhan...apa yang harus hamba lakukan...?”
            Ayah dan Ibu secara diam-diam telah menjodohkan aku dengan seorang pemuda yang masih ada hubungan famili.
            Sedangkan aku telah memiliki seorang kekasih, bahkan telah berjanji untuk menjalin rumah-tangga yang bahagia.”
            Gadis itu menumpahkan air matanya, ia tidak tahu harus memilih jalan yang mana. Permasalahan yang dihadapinya terasa rumit dan menyesak di dalam dada hingga ia jadi lupa mengerjakan ladang.
            Apalagi Surandu telah memberi tahu, bahwa dalam tempo beberapa hari ia bersama kedua orang tuanya akan datang untuk melamarnya.
            Tetapi sayang. Sebelum si gadis sempat memberi tahu orang tuanya, sang ibu keburu menerima lamaran dari orang lain. Arum hendak dinikahkan dengan seorang pemuda yang masih ada hubungan famili, yakni anak dari bibinya.
            Itulah yang membuat si gadis sangat sedih. Beberapa hari selalu murung dan tidak enak makan, bahkan tidurpun terasa sulit.
            Pikirannya berkecamuk dan mencari jalan keluar. Ia tidak berani menolak kehendak orang tua yang sangat dijunjung tinggi, dan juga tidak sanggup apabila harus berpisah dengan pemuda pujaannya.
            Dalam satu sisi Arum merasa mempunya kewajiban untuk membahagiakan kedua orang tua dengan menunjukkan darma baktinya. Tetapi di sisi lain ia terlanjur berjanji untuk hidup bersama dengan sang kekasih.
            Sementara si Toki yang duduk di sebelah, menatap wajah sang majikan dengan pandangan sayu seakan ikut bersedih dan merasakan penderitaannya.
            Arum semakin bingung, ia hanya bisa menangis dan berputus asa. Dunia seakan terasa gelap tanpa matahari.
            Beberapa saat kemudian ia berdiri dengan air mata berderai, si gadis berjalan perlahan ke arah Danau Toba seraya berkata : “Wahai Ayah...Ibu dan kekasihku, maafkanlah ketidakberdayaanku ini...Aku merasa tidak mampu menjalani hidup yang penuh dengan ujian dan rintangan, aku juga tidak mampu membahagiakan Ayah dan Ibu...
            Barangkali kematian adalah jalan yang terbaik bagiku...sungguh aku tidak berdaya...!”
            Arum berniat hendak mengakhiri hidupnya, ia menuju ke sebuah tebing yang curam untuk melompat ke danau.
            Si Toki, anjing yang setia itu seperti mendapat firasat buruk sehingga ia mengikuti majikannya dari belakang sambil menggonggong.
            Karena terbawa oleh perasaan yang kacau-balau membuat si gadis tidak memperhatikan jalan yang dilalui, sehingga terperosok ke dalam lubang batu yang cukup besar.
            Si Gadis sangat terkejut dan tanpa sadar ia menjerit : “Tolong...Tolong!”
            Ternyata lubang tersebut sangat dalam serta tidak ada orang yang mengetahui kecelakaan itu. Sedangkan si Toki tidak bisa berbuat apa-apa selain terus menggonggong di mulut lubang.
            Gadis itu terhempas ke dasar lubang yang jauh ke dalam dan gelap, tidak tertembus oleh sinar matahari. Ia hanya merabah-rabah tanpa bisa melihat benda disekitarnya.
            Karena sudah merasa tidak mungkin ada yang dapat menolong, maka gadis cantik kembang desa yang dalam keadaan putus asa itu menjadi tidak takut lagi. Bahkan ketika melihat dinding batu itu seakan-akan bergerak kearahnya ia pun berseru : “Parapat...! Parapat batu...parapatlah!” (Merapat...Merapatlah batu...Merapatlah!)
            Arum menghendaki dinding batu itu segera menghimpit tubuhnya dan ia akan mati di dalam lubang tanpa ada orang yang tahu.
            Sementara si Toki yang terus menggonggong di mulut lubang sempat menarik perhatian dua orang petani yang kebetulan lewat di sana.
            + “Anjing itu seperti milik Arum, tetangga kita.”
-          “Benar, kenapa ia berada di tempat itu dan terus menggonggong?”
+ “ Sebaiknya kita lihat kesana
Kedua petani itu bergegas menghampiri si Toki dan alangkah terkejutnya mereka melihat ada lubang batu yang cukup besar. Di kedalaman sana terdengar sayup-sayup suara seorang wanita,
+”Aku mengenal suara itu seperti Arum”
-          “ Ya, benar sekali.”
+ “Kenapa dia berada disana dan berteriak : Parapat, parapatlah batu?”
-          “Seperti ada sesuatu yang tidak beres, kita harus menolongnya.”
+ “Dengan cara bagaimana, sedangkan hari sudah mulai gelap?”
            Memang benar, pada saat itu matahari telah mendekati peraduannya dan malampun mulai datang merambat.
            Merasa tidak dapat menolong, maka kedua petani itu memutuskan untuk meminta bantuan tetangga yang lain dan si Toki ikut dibawa pulang sebagai bukti.
            Pada saat yang sama kedua orang tua Arum yang baru pulang dari desa tetangga sangat terkejut dan bingung, setelah mengetahui anak gadisnya tidak ada di rumah sedangkan hari sudah malam.
            “Kenapa Arum belum pulang juga, padahal hari sudah malam?” tanya sang ibu.
            “Mungkin masih di ladang, atau di rumah temannya,” jawab ayahnya.
            Ibu : “Perasaanku jadi tidak enak, karena tidak biasanya Arum pulang kelewat  malam. Akhir-akhir ini anak itu kelihatan murung, seperti ada sesuatu yang dipendam.”
            Ayah : “Benar, ia jadi jarang berbicara dan lebih banyak mengurung di dalam kamar.”
            Beberapa saat kemudian sang ayah memutuskan untuk mencari anak gadisnya.
            “Tunggulah di rumah, aku akan mencarinya di ladang.” Ujarnya.
            Lelaki itu bergegas pergi, namun baru beberapa langkah dari rumah ia berpapasan dengan kedua orang tetangganya.
            Dengan perasaan tidak enak, ia bertanya : “Apakah kalian mengetahui keberadaan anakku?”
            “Benar pak, ini anjing milim Arum,” jawabnya.
            “Tapi...anakku berada dimana?”
            “Arum terperosok ke dalam lubang batu yang berada di dekat danau.”
            “Kami kesulitan menolongnya,” sahutnya yang seorang dengan bersungguh-sungguh.
            Tanpa bertanya lagi, pak Tani segera berlari untuk menolong anaknya.
            Berita kecelakaan itu cepat tersiar, sehingga membuat suasana malam di kampung menjadi gempar seketika. Para tetangga pada keluar rumah, mereka ingin menolong bahkan sebagian telah menyalakan obor untuk penerangan.
            Para pemuda berlari mendahului menuju tempat terjadinya kecelakaan.
            “Tak lama kemudian di tepi Danau Toba tempat gadi itu terperosok telah dikerumuni orang. Tetapi mereka sangat bingung dan cemas, karena lubang batu terlalu gelap dan tidak dapat ditembus oleh cahaya obor.
            Orang-orang disana mendengar sayup-sayup suara gadis itu : “Parapat...! Parapat batu...parapatlah!”
            “Aruuuuum...!” teriak bu Tani sambil menangis histeris, kemudian jatuh pingsan dan ditolong oleh beberapa orang tetangga wanita.
            Ketika tampar yang diulurkan ke dalam lubang untuk menolong anaknya tidak tersentuh, maka pak Tani menjadi nekat. Ia ingin menyusulnya terjun ke dalam lubang batu.
            Tetapi orang-orang yang berada disekitarnya dengan cepat meraih tubuh pak Tani.
            “Jangan pak, berbahaya sekali!” teriak salah seorang dari mereka.
            Tiba-tiba terdengar suara gemuruh yang sangat mengerikan, lubang batu itu bergerak dan menutup sendiri sehingga orang-orang tidak berhasil menyelamatkan nyawa si gadis yang malang.
             Pak Tani jatuh lemas tidak berdaya, wajahnyapun mendadak pucat seperti kapas. Ia sangat sedih karena Arum adalah anak satu-satunya yang sangat dibanggakan. Apalagi ia memiliki wajah yang cantik.
            Para pemuda kampung yang ingin menjadi kekasihnya hanya bisa menggigit jari karena tidak ada lagi gadis secantik dia.
            Beberapa hari kemudian setelah peristiwa itu, sebuah pekan raya berlangsung di sana dan tak jauh dari tempat si gadis yang terkubur dalam lubang batu.
            Penduduk dari berbagai daerah banyak yang datang menyaksikan keberadaan pekan tersebut. Sehingga tersiarlah sebuah berita yang cukup menggemparkan, yakni tentang peristiwa yang menimpa diri si gadis malang putri pak Tani.
            Diantara mereka juga menceritakan, bahwa sebelum lubang batu itu menutup terdengar suara seorang gadis yang berkata : “Parapat...! Parapat batu...parapatlah!”
            Karena kata “Parapat” sering didengung-dengungkan dengan diceritakan asal-mulanya, maka orang-orang sepakat untuk mengenang peristiwa na’as itu.
            Selanjutnya pekan raya yang berlangsung di sana di beri nama Parapat.
            Tetapi tak lama kemudian terjadilah gempa dahsyat yang membuat kepanikan penduduk, mereka berteriak-teriak ketakutan dan berlari ke sana ke mari menyelamatkan diri.
            Sedangkan bumi terus berguncang, bahkan semakin keras sehingga merobohnya bangunan serta rumah-rumah penduduk. Guncangannya sangat menakutkan seakan dunia hendak kiamat, korban terus berjatuhan di sana-sini tertimbun rumah serta pohon yang tumbang.
            Tidak hanya rumah penduduk yang menjadi korban dan rata dengan tanah, tetapi tebing-tebing yang berada di pinggir Danau Toba ikut berguguran menimbun air.
            Setelah gempa dahsyat itu berhenti, maka yang tampak adalah sebuah pemandangan yang sangat mengerikan. Mayat manusia dan binatang bergeletakan tidak terurus, ada yang tertimbun longsoran tanah dan rumah.
            Bau anyir darah menyengat hidung dan berbaur menjadi satu dengan udara. Tetapi lebih dari itu ada lagi sangat mengejutkan, yakni munculnya sebuah batu besar yang secara tiba-tiba.
            Batu ajaib tersebut menyerupai tubuh seorang gadis, keberadaannya seakan-akan menggantung pada dinding tebing.
            Penduduk disana mempercayainya sebagai penjelmaan gadis cantik yang meninggal di dalam lubang batu. Sehingga mereka memberi nama “Batu Gantung”.
            Sedangkan “Parapat” yang semula nama sebuah pekan, kini menjadi sebuah kota kecil yang terletak di pinggir Danau Toba. Demikianlah kisah “Batu Gantung” yang cukup terkenal di Sumatera Utara.
******************
MAKNA DAN PESAN MORAL CERITA RAKYAT
            Cerita rakyat merupakan salah satu kebudayaan nonmaterial. Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, contoh lain, berupa dongeng, lagu dan tarian tradisional.
Indonesia memiliki segudang legenda dan cerita rakyat salah satunya di daerah Sumatera Utara. Tak hanya Danau Toba saja yang memiliki legenda yang menarik namun ada salah satu kota disekitar Danau Toba yang lahir dari cerita rakyat yaitu kota Parapat.
            Parapat adalah sebuah kota kecil di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Kota kecil di tepi Danau Toba ini merupakan tujuan wisata yang ramai dikunjungi oleh wisatawan dari dalam maupun luar negeri. Selain terkenal dengan keindahan alamnya Parapat juga terkenal dengan kisahnya yang melegenda yaitu tentang Batu Gantung.
            Batu Gantung berada di tepian air Danau Toba, arah sebelah timur laut persis dibawah jalan lintas Sumatera menuju Kota Parapat. Bagi masyarakat Toba-Samosir batu gantung bukan lah sebuah batu besar yang seolah–olah menggantung begitu saja pada salah satu sisi dinding tebing di pinggiran Danau Toba. Namun ada kisah yang melegenda dibaliknya.
Kisah tersebut yaitu kisah sedih tentang perjodohan muda – mudi suku batak kala itu dan masih dianggap keramat sampai saat ini. Cerita tersebut memiliki beberapa makna atau pesan moral. Pertama, dampak/akibat buruk dari sifat putus asa atau mudah patah semangat. Sifat tersebut tercermin pada perilaku Arum yang tanpa berpikir panjang dan tanpa merundingkannya dengan kedua orang tuanya, ia hendak mengakhiri hidupnya dengan melompat ke Danau Toba yang bertebing curam, namun ia justru terperosok ke dalam lubang batu  dan seluruh tubuhnya masuk ke dalam lobang sempit tersebut. Ternyata ia tidak bisa menggerakkan badannya sedikit pun. Lubang  batu tersebut akhirnya menghimpitnya Tak ada seorangpun yang dapat menolongnya.
Kedua, bunuh diri berarti tidak yakin dan tidak percaya kepada Tuhan. Terlalu larut dalam masalah yang sebenarnya dapat diselesaikan atau dimusyawarahkan sehingga mengambil jalan pintas. Padahal bunuh diri itu bukanlah solusi masalah, namun menambah masalah.
Ketiga, tindakan mengakhiri hidup berarti kurang percaya diri yaitu kurang percaya kepada dirinya sendiri dalam menyelesaikan suatu masalah. Ia tidak percaya bahwa dia mampu dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah dengan akal sehatnya. Itulah yang dilakukan Arum yang terlalu larut dalam masalah dan kebimbangannya. Di satu sisi ia harus patuh kepada kedua orang tuanya dan membahagiakannya, di satu sisi ia tidak ingin berpisah dengan sang kekasihnya.
Keempat, tidak semangat dalam menghadapi masalah. Tak semangat adalah saudara dari putus asa, bedanya adalah semangat itu penggeraknya dan asa adalah dasarnya. Asa yang kuat, jika tak ada semangat tidak akan berjalan maksimal, bila semangatnya yang kuat tetapi mudah putus asa, sama saja hasilnya tidak akan ada. Oleh karena itu, asa dan semangat harus sama-sama melekat.
Kisah Batu Gantung tersebut terkenal dan kata parapat dijadikan nama dari sebuah kota kecil yaitu kota Parapat yang sekarang menjadi objek wisata dengan keindahan alamnya yang eksotis.
Dan Batu Gantung yang menurut masyarakat merupakan penjelmaan dari gadis cantik yang terperosok dalam lubang batu yang seolah-olah menggantung pada dinding tebing merupakan salah satu pemandangan yang menarik. Bukan hanya dilihat dari bentuk fisiknya saja namun secara historis juga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar