Jumat, 03 Januari 2014

PERTANIAN THEOBROMA CACAO L DI INDONESIA : INDUSTRI KAKAO NEGARA MEGABIODIVERSITAS



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Cokelat merupakan bahan makanan yang enak rasanya disamping itu juga memiliki berbagai kegunaan. Cokelat adalah sebutan untuk hasil olahan makanan atau minuman dari biji kakao (Theobroma cacao). Dengan bentuk, corak, dan rasa yang unik, cokelat sering digunakan sebagai ungkapan terima kasih, simpati, atau perhatian bahkan sebagai pernyataan cinta. Cokelat juga telah menjadi salah satu rasa yang paling populer di dunia, selain sebagai cokelat batangan yang paling umum dikonsumsi, cokelat juga menjadi bahan minuman hangat dan dingin.
Istilah “kakao” sendiri merujuk pada bahan tanaman, tanamannya, buah, dan biji, sedangkan bagi produk yang siap dipakai istilah tersebut menjadi “cokelat”. Indonesia selain dijuluki sebagai Sang Zamrud Khatulistiwa juga dijuluki sebagai Negara Megabiodiversitas. Julukan ini diberikan kepada Indonesia karena para peneliti dunia kagum akan keanekaragaman flora dan fauna yang ada termasuk spesies purba dan spesies langka di indonesia seperti komodo, anggrek hitam dan raflessia arnoldi. Kita tahu sendiri bahwa negara kita begitu subur dan terkenal negara hijau juga terkenal dengan produsen kakao terbesar ketiga dunia.
Di Indonesia sendiri terdapat kota atau daerah sebagai penghasil kakao. Saat ini Indonesia berada di urutan ketiga dibawah Pantai Gading dan Ghana sebagai produsen kakao terbesar di dunia. Indonesia sangat berpotensi untuk menggeser Pantai Gading dan Ghana, menjadi produsen kakao terbesar dunia karena produksi maupun kualitas kakao Indonesia masih bisa ditingkatkan sehingga bisa menyaingi produk kakao dari negara lain. Namun, untuk menjadi yang pertama dibutuhkan usaha dan perjuangan mengingat produksi kakao di Indonesia menghadapi berbagai masalah.
Permasalahan seputar produksi kakao nasional seperti produktivitas yang pasang surut, serangan hama, permasalahan mutu, dan lain sebagainya. Sedangkan, disamping itu kakao juga memainkan peranan penting dalam pembangunan nasional. Untuk menaikkan pendapatan petani rakyat, sebagai komoditi ekspor, sumber devisa negara, dan lain-lain.
Tanaman Kakao merupakan tanaman berprospek menjanjikan. Tetapi jika faktor tanah yang semakin keras dan miskin unsur hara terutama unsur hara mikro dan hormon alami, faktor iklim dan cuaca, faktor hama dan penyakit tanaman, serta faktor pemeliharaan lainnya tidak diperhatikan maka tingkat produksi dan kualitas akan rendah.
Industri kakao dalam negeripun mengalami pasang surut dan tak lepas dari masalah. Mengingat kakao juga mudah terserang hama. Produksi kakao sebagai bahan baku cokelat tidak stabil lantaran perubahan iklim, ketidakstabilan politik, hama, dan penyakit sehingga potensi Indonesia untuk menggeser Pantai Gading dan Ghana sebagai produsen kakao terbesar duniapun menjadi semakin sulit.
Pasang surut industri kakao dapat mempengaruhi perekonomian nasional, kehidupan para petani, dan lain sebagainya. Untuk itu, diperlukan usaha dan peran serta dari petani kakao, pemerintah, dan masyarakat agar niat Indonesia untuk menjadi Raja Kakao dunia dapat segera terlaksana.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah kakao serta budidayanya?
2.      Apa sajakah peranan kakao dalam pertanian Indonesia dan hubungan industrinya dengan cita-cita pembangunan nasional?
3.      Bagaimana kondisi industri kakao Indonesia saat ini?

C.     Tujuan Penulisan
1.      Menjelaskan sejarah dan budidaya kakao.
2.      Menjelaskan peranan kakao dalam pertanian Indonesia dan hubungan industrinya dengan cita-cita pembangunan nasional.
3.      Menjelaskan kondisi industri kakao Indonesia saat ini.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Kakao dan Budidayanya (Theobroma cacao L)
1.      Sejarah Kakao Dunia
Theobroma cacao adalah nama biologi yang diberikan pada pohon kakao oleh Linnaeus dalam edisi pertama dari buku terkenal berjudul Species Plantarum yang terbit pada tahun 1753. Genus Theobroma serta Genera Herrania, Guazuma, dan Cola, yang berada di Afrika, adalah anggota keluarga Sterculiasceae. Sebetulnya, Theobroma dalam bahasa Latin berarti “makanan dewa-dewi” (the food of the gods).
Tanaman kakao bukan merupakan tanaman “asli” yang berasal dari bumi Indonesia. Tanaman ini berasal dari Benua Amerika pada bagian yang mempunyai iklim tropis. Kakao (Theobroma cacao) merupakan tumbuhan berwujud pohon yang berasal dari Amerika Selatan. Dari biji tumbuhan ini dihasilkan produk olahan yang dikenal sebagai cokelat.
Tempat alamiah dari genus Theobroma adalah di bagian bawah dari hutan dengan banyak curah hujan (evergreen rain forest). Semua spesies dari genus itu berada di hutan tropis di lintang belahan bumi Barat mulai dari 18 derajat Lintang Utara sampai 15 derajat Lintang Selatan, yaitu dari Meksiko sampai batas selatan dari hutan Amazon. Dalam habitat curah hujan banyak, suhu yang relatif sama sepanjang tahun, tingkat kelembaban tinggi dan teduh, dalam kondisi seperti ini Theobroma cacao jarang berbuah dan menghasilkan hanya sedikit biji.
Ada dua macam varietas utama tanaman kakao ini yaitu Criollo (yang dalam bahasa Spanyol berarti pribumi) dan Forastero (yang dalam bahasa Spanyol berarti si pendatang atau si asing). Stahel, yang mengadakan ekspedisi ke pedalaman Amerika Tropis tersebut menyimpulkan bahwa Criollo berasal dari Amerika Tengah terutama di hutan belantara Nicoya (pantai sebelah Pasifik dari Costarica), sedangkan Forastero berasal dari Amerika Selatan yaitu di lembah perairan hulu Sungai Amazon dan Orinoco. Pendapat terakhir mengatakan bahwa Criollo berasal dari sisi barat Pegunungan Andes bagian utara, sedangkan Forastero berasal dari sebelah sisi timurnya.
Kakao menggambarkan berbagai segi perjuangan hidup manusia, baik terhadap sesama manusia maupun terhadap alam semesta. Penggunaan kakao/cokelat pada jaman dahulu di Amerika Tengah baik untuk keperluan konsumsi maupun alat pembayaran (mata uang) selalu tidak menguntungkan.
Sejarah kakao di masa lalu tidak dapat lepas dari petualangan dan penjajahan bangsa Spanyol, sampai-sampai Wildlake (1963) menyebut biji kakao sebagai “biji perkelahian” dan sangat berbeda sifat-sifatnya dengan komoditas yang lain. Selanjutnya, Wildlake mengemukakan bahwa unsur-unsur yang menyusun pembungkus kakao yang berwarna-warni itu terdiri atas : penyakit tanaman, hujan, musim kering, penyelundupan, dan semua masalah yang dihadapi petani dalam pembudidayaan tanaman tersebut.
Budidaya tanaman kakao yang tertua dilaporkan oleh Erneholm yang menyatakan bahwa pembudidaya tanaman kakao yang tertua adalah Suku Indian Maya bukan Suku Indian Aztec. Suku Indian Maya ini merupakan bangsa tertua yang mempunyai peradaban tinggi, yang dahulu hidup di wilayah yang kini disebut Guatemala, Yucatan, dan Honduras. Suku Indian Aztec setelah menaklukan Suku Indian Maya mulai belajar dari mereka tentang pembudidayaan kakao  serta cara memanfaatkan bijinya. Di lain pihak Hunger (1913), seperti yang dikutip oleh Wirardjo Sd (1977, p.2), menulis bahwa yang membudidayakan kakao yang paling tua adalah bangsa Tolteca yang hidup sebelum Bangsa aztec.

2.      Sejarah Komoditi Kakao di Indonesia
Tanaman cokelat termasuk tanaman tropis. Dikenal masyarakat Indonesia pertama kali pada tahun 1780 sebagai tanaman pekarangan dan merupakan tanaman tahunan. Semula nilai komersialnya belum begitu diutamakan bagi penanamnya. Tapi dengan berkembangnya zaman, di mana produk makanan dan produk lain makin banyak yang menggunakan cokelat, akhirnya tanaman ini dibudidayakan secara besar-besaran untuk tujuan komersial. Dan di Indonesia, dikenal ada dua sub grup tanaman cokelat yaitu tanaman yang buahnya berwarna merah dan biji tak berwarna, termasuk grup Criollo (Theobroma cacao L), serta tanaman cokelat yang buahnya berwarna kuning dan biji berwarna ungu, termasuk sub grup Forastero (Theobroma leiocarpa Bern).
Kakao dianggap diperkenalkan ke Indonesia dari Filipina pada abad XVI. Mungkin dibudidayakan pertama kali di pulau Sulawesi lalu dikirim ke pulau Jawa. Jumlah produksi kakao tidak menonjol sebelum “ledakan besar” dalam pertanian perkebunan pada akhir abad XIX. Macam-macam jenis atau varietas komoditi ditanam. Kakao merupakan salah satu komoditi yang kurang mendapat perhatian dan ditanam sebagai  pengganti kopi yang gagal karena penyakit coffee rust leaf . Ledakan penanaman berpusat di pulau Jawa serta sebagian dari pulau Sumatera dan didukung oleh penelitian yang efektif.
Sejak tahun 1960 industri kakao mulai bangkit. Pertama, ada penanaman kakao fine grade yang mulai di Jawa Timur pada tahun 1961. Seleksi ini berbuah banyak dan hama pod borer tidak kembali lagi. Produksi bertambah sampai 4.000 – 5.000 ton. Lagipula, kakao Forastero diperkenalkan dan ditanam di perkebunan dekat Medan di pulau Sumatera. Penanaman pertama berbuah banyak , lalu yang ditanam di tanah yang subur menunjukkan perkembangan yang luar biasa. Produksi total di Indonesia sudah mencapai 30.000 ton. Suatu program nasional direncanakan berdasarkan pengalaman ini. Tanah yang subur dekat Medan tidak ditemukan di bagian lain dari Indonesia, tetapi di negara seluas Indonesia harus ada wilayah lain dengan tanah yang cocok untuk produksi kakao. Ada banyak kesempatan untuk perluasan tetapi laju pertumbuhannya tergantung pada informasi yang dikumpulkan tentang wilayah yang cocok dan keahlian yang diperlakukan untuk mengembangkannya.
Sebagai kesimpulan, cokelat telah dikenal di Indonesia sejak tahun 1560 tetapi baru menjadi komoditi yang penting pada tahun 1951. Pemerintah mulai menaruh perhatian dan mendukung industri cokelat pada tahun 1975. Hal itu terjadi setelah PTP VI berhasil menaikkan produksi cokelat per ha dengan menggunakan bibit Upper Amazon Interclonal Hybrid, yaitu hasil persilangan antar-klon dari Sabah. Namun demikian cokelat belum merupakan suatu komoditi yang penting sebagai sumber devisa bagi negara maupun bagi pendapatan petani.
Sistem pembudidayaan petani tanaman dari petani rakyat pada tahun 1990-an berubah sedikit  sejak akhir abad XIX dan awal abad XX di mana teknik siklus pembudidayaan pertanian untuk menyambung hidup (shifting subsistence cultivation cycles)  digunakan. Dalam siklus tersebut, hutan ditebang dan dibakar, dan lahan padi kering (ladang) dan jenis pertanian untuk penyambung hidup lain dibudidayakan selama dua atau tiga tahun sampai bahan gizi dihabiskan dan petani harus pindah ke tempat yang baru. Pada waktu tanaman panenan diintrodusir, pohon-pohon ditumpangsarikan diatas apa yang sudah ditanam. Maka semaian tradisional yang tidak ditingkatkan dari pohon yang cocok dan yang tersedia pada akhir abad XIX dibudidayakan disamping panen pertanian untuk penyambung hidup sesudah hutan dibersihkan. Pada saat pembudidayaan tanaman ini berhenti , tanaman tahunan sudah cukup berkembang untuk bertahan lama dan tumbuh sampai tahap matang, siap untuk pemungutan. Sistem ini masih diteruskan sampai sekarang.

3.      Budidaya Kakao.
a.       Sistem Usaha Tani
1)      Habitat Tanaman
Pertumbuhan tanaman kakao harus disesuaikan dengan lingkungan fisik tempat kakao tersebut tumbuh. Untuk memperoleh hasil panen kakao yang optimal maka perlu diketahui habitat tumbuh tanaman ini. Persyaratan tumbuh tanaman kakao ini dimaksudkan sebagai keadaan lingkungan (habitat) yang dikehendaki tanaman kakao agar dapat tumbuh dengan baik dan dapat memberikan hasil yang optimal. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman kakao adalah curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, intensitas sinar matahari, dan kecepatan angin.
2)      Pohon Pelindung
Pohon pelindung dapat mengurangi sinar matahari, suhu udara, dan gerakan udara atau kecepatan angin, serta berpengaruh terhadap kelembaban udara dan kelembaban tanah. Contoh pohon pelindung misalnya Gliricidea, Sengon, dan Lamtoro.
3)      Pemeliharaan Tanaman
Kegiatan rutin yang harus dilakukan dalam kegiatan usaha pertanian adalah pemeliharaan tanaman. Tanaman kakao merupakan tanaman yang “manja”, artinya membutuhkan pemeliharaan yang baik dan memerlukan banyak perhatian. Kegiatan-kegiatan pemeliharaan tanaman antara lain : pemeliharaan prasaran fisik, mengolah tanah dan mengawetkan kesuburan tanah, sisipan/sulaman, pemuliaan tanaman, pemangkasan, pemupukan, pengaturan peneduh dan pupuk hijau, dan pengendalian gulma.
4)      Perbanyakan Tanaman
Ada dua cara dalam memperbanyak tanaman kakao yaitu generatif dan vegetatif. Namun perbanyakan dengan cara generatif kurang banyak diminati, karena dengan generatif tidak akan menghasilkan tanaman yang seragam. Sedangkan perbanyakan tanaman dengan cara vegetatif akan menghasilkan keturunan yang mempunyai sifat-sifat genetis yang sama dengan pohon induknya.
5)      Replanting dan Rehabilitasi
Replanting adalah menanamkan pohon kakao muda untuk mengganti pohon kakao tua yang tidak produktif. Rehabilitasi adalah proses memperbaiki kinerja produksi kakao melalui perbaikan teknik budidaya dan pengelolaan pohon-pohon kakao yang sudah berproduksi.


6)      Gulma
Pengendalian gulma atau tanaman pengganggu amat penting dalam usaha pemeliharaan tanaman. Cara-cara pengendalian tersebut meliputi : pencegahan, pembatasan, dan pemberantasan.
7)      Hama
Dari sekian banyak spesies hama hanya sekitar 2% saja yang secara ekonomis dapat berpengaruh terhadap hasil kakao. Hama-hama yang dapat mempengaruhi pertumbuhan kakao secara ekonomis tersebut terbagi menjadi tiga kategori yaitu :
(a)    Yang benar-benar serius dan menyebabkan kerusakan primer.
(b)   Yang penting karena menyebabkan atau memperluas penyakit kakao.
(c)    Yang dikategorikan sebagai hama-hama minor tetapi justru dapat bertahan sebagai hama yang potensial untuk berkembang apabila dikenakan perlakuan dengan pestisida yang tidak sesuai.
8)      Penyakit
Beberapa ahli patologi tumbuhan, telah mencoba menghitung kerusakan produksi kakao yang disebabkan oleh penyakit maupun hama tanaman, khususnya tanaman kakao. Taksiran yang dilakukan para ahli saat ini jarang terdapat. Tetapi tanpa mengabaikan kerja keras para ahli terdahulu yang telah melakukan estimasi tersebut menunjukkan bahwa kerusakan produksi kakao akibat penyakit kakao adalah tinggi.
b.      Panen dan Pasca-Panen
1)      Perkembangan Tanaman
Perkembangan tanaman khususnya perkembangan buah memerlukan waktu 4-6 bulan dari pemupukan semenjak tanaman berbunga sampai dengan buah kakao tersebut masak. Adanya variasi waktu kematangan buah kakao ini menunjukkan bahwa jangka waktu masak buah kakao tersebut akan berhubungan dengan suhu udara rata-rata. Buah kakao tersebut akan tumbuh atau masak secara perlahan-lahan pada bulan dingin.
Apabila perkembangan buah ini dilihat dari bertambah panjangnya buah kakao, maka perkembangan tersebut mengikuti kurva sigmoid yaitu kurva pertumbuhan yang berbentuk huruf S. Pertumbuhan tersebut ternyata lamban pada 40 hari pertama, kemudian berubah menjadi amat cepat, dan pertambahan panjang dan diameter menjadi lebih besar selama 75 hari. Sesudah itu perkembangan buah tersebut melambat lagi dan biji mulai tumbuh. Pada saat biji itu tumbuh, maka lemak cokelat pun mulai terakumulasi. Gula mulai “ditimbun” pada 30-40 hari terakhir pada proses perkembangan buah tersebut.
2)      Panen
Panen didefinisikan sebagai kegiatan memetik buah-buah dari pohon dan memecahnya untuk memanfaatkan biji basah yang ada didalamnya. Seperti tanaman tropika lain, kakao tidak dipanen dalam jangka waktu yang pendek, tetapi tersebar dalam beberapa bulan.
Pembungaan dan pemanenan buah kakao dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu suhu udara, curah hujan, dan jenis tanaman kakao. Buah kakao yang telah masak ditandai oleh perubahan warna : dari hijau menjadi merah kekuningan dan dari merah menjadi orange terutama pada alur-alur buahnya.Sesudah buah kakao terkumpul, biasanya dibawa ke suatu tempat tertentu untuk kemudian dipecah dan diambil biji cokelatnya.
3)      Fermentasi
Pada dasarnya ada dua metode fermentasi yang telah biasa dipraktekkan selama bertahun-tahun yaitu metode fermentasi menggunakan kotak fermentasi (box fermentation) dan metode fermentasi menggunakan cara menimbun biji kakao (heap fermentation). Metode fermentasi amat bervariasi dari satu negara ke negara yang lain, bahkan dari petani ke petani yang lain dalam satu daerah penghasil kakao.
Box fermentation menggunakan bahan kayu yang kuat dengan beberapa lubang di dasar kotak tersebut untuk memudahkan  drainase lendir dan sirkulasi udara. Sedangkan Heap fermentation, biji kakao diletakkan di tempat yang datar atau diatas daun pisang dan kemudian ditutup dengan daun pisang apabila timbunan tersebut dirasa cukup. Daun-daun pisang penutup tersebut ditindih dengan papan kayu agar tidak tergeser dari tempatnya semula.
4)      Pengeringan
Proses pengeringan ini merupakan kelanjutan tahap oksidasi pada fermentasi, dan hal ini memainkan peranan yang cukup penting yaitu mengurangi rasa pahit dan sepet serta membuat warna cokelat pada cokelat yang siap dikonsumsi karena berasal dari biji yang terfermentasi dengan baik. Tujuan utama pengeringan adalah untuk mengurangi kandungan air. Tingkat kekeringan biji mempunyai pengaruh pada aroma dan kualitas biji.
5)      Penyimpanan
Lama penyimpanan paling baik adalah 2-3 bulan. Storage kakao biji di daerah tropis menghadapi dua masalah utama yaitu : berkembangnya bulukan dan penyebaran hama-hama gudang.
6)      Mikroorganisme dalam Prosesing
Mikroorganisme yang terdapat di Indonesia yaitu (1) Bakteri : Acetobacter Aceti (Pasteur) Beijerinck; Acetomonas oxydans (Henneberg) Shimwell and Carr; Lactobacillus fermenti Beijerinck. (2) Jamur : Aspergillus glaucus, Geotrichum candidum Link ex Pers atau oidium lactis Knapp; Rhodotorula graminis di Menna; Saccharomyces cerevisiae Hansen; Saccharomyces chevalieri Guillier



.
c.       Mutu dan Pengawasan Mutu.
1)      Aroma (Flavour)
Aroma yang berasal dari dari kakao biji sangat beragam. Keragaman ini dipengaruhi oleh varietas pohon kakao dan cara persiapan, (tahapan pasca panen) biji kakao tersebut. Pengolah sangat memerlukan kakao biji yang dapat diproses menjadi cokelat dengan aroma yang bagus yang disukai konsumen. Aroma merupakan kekayaan kakao biji yang terpenting. Kekayaan ini tidak dapat didefinisikan secara jelas maupun ditaksir secara obyektif dengan hanya menguji cokelat yang dibuat dari sampel biji.
2)      Standar Mutu Kakao Internasional
Ada standar mutu internasional yang disebut International Cocoa Standards yang disetujui di Paris pada tahun 1969. Standar mutu tersebut merupakan hasil persetujuan dari serangkaian pertemuan antara produsen dan konsumen kakao yang diselenggarakan oleh FAO (Food and Agriculture Organization). Standar tersebut memuat Model Ordinance yang memuat definisi dan standar grade, dan Code of Practice yang menerangkan secara rinci metode sampling dalam pengujian mutu tersebut. Definisi dari “kualitas kakao biji yang laku di pasaran” menurut Model Ordinance adalah sebagai berikut :
(a)    Harus terfermentasi, kering, bebas bau, bebas bau asing, dan bebas dari bukti pemalsuan.
(b)   Bebas dari serangga hidup yang terdapat dalam kakao biji tersebut.
(c)    Seragam ukurannya, tidak ada biji pecah, fragmen dan kulit biji, dan bebas dari benda asing lainnya.
3)      Sistem Pengawasan Mutu
Sistem pengawasan mutu kakao yang efektif amat dibutuhkan untuk menjamin kepercayaan negara pengimpor. Keefektifan sistem pengawasan mutu tergantung pada pemeriksaan sampel biji yang telah dijual petani dalam kemasan yang ditentukan.
4)      Purity
Purity kakao maksudnya adalah tiadanya kontaminan dalam kakao biji, dan oleh karena itu peraturan-peraturan nasional maupun internasional mempunyai peranan yang amat penting dalam hal ini.
Kontaminan utama pada kakao biji adalah adanya penggunaan pestisida tidak akan mempengaruhi aroma, sedangkan pihak pemerintah juga yakin bahwa pestisida tersebut tidak akan mencemarkan dan meracuni kakao biji.
5)      Karakter Fisik
Karakter-karakter fisik ini meliputi : berat kakao biji, persentase kulit biji, kandungan lemak, dan kadar air. Karakter fisik dimaksudkan sebagai penentu selera para pengolah, karena menyangkut kadar lemak kakao biji yang dapat diekstrak, dan kemudahan biji tersebut diolah.

4.      Industri Pengolahan Kakao dan Penggunaan Tenaga Kerja
a.       Perkembangan Industri Dalam Negeri
Pengembangan tanaman kakao dalam negeri sudah dimulai sejak tahun 1969. Sedangkan industri pengolahan kakao menjadi cokelat di Indonesia sudah berlangsung lama namun perkembangannya belum dapat dibandingkan dengan kemajuan produksi bahan bakunya yaitu kakao biji.
Pada umumnya, industri-industri memproduksi dua jenis produk. Produk pertama yaitu barang jadi, meskipun bagi kalangan industri lain masih dianggap sebagai bahan baku atau barang setengah jadi. Barang setengah jadi ini umumnya ditujukan untuk menyokong dan mensuplai kebutuhan industri lain.
Industri dalam negeri biasanya hanya mengekspor produk setengah jadi saja dan tidak berupa barang jadi. Kakao biji yang berasal dari rakyat pada umumnya tidak pernah difermentasi. Kakao rakyat pernah dijadikan bahan baku oleh salah satu produsen olahan kakao walaupun jumlahnya sedikit. Hal itu bertujuan agar para petani menyadari bahwa fermentasi terhadap kakao biji adalah sangat penting. Akan teteapi kakao rakyat pada umumnya tidak difermentasi karena petani menganggap fermentasi tidak perlu dilakukan. Di tingkat petani, kakao biji tanpa fermentasi pun dijual bisa laku dan dengan demikian upaya fermentasi menjadi penghambat petani untuk segera memperoleh pendapatan tunai.
Bagaimanapun juga perilaku petani kakao terhadap hasil kakao bijinya, tidak dapat dilihat secara sektoral dan sebagian-sebagian. Perilaku ini mempunyai keterkaitan global dengan seluruh aspek kehidupan sosial ekonomi dan sosial budaya petani.
Pada saat ini industri-industri cokelat amat jarang membeli kakao rakyat. Kakao rakyat ini ada kemungkinan dibeli oleh pabrik cokelat dalam negeri yang memproduksi cokelat makanan mutu rendah. Mungkin juga pada waktu harga kakao biji ekspor sedang baik, kakao rakyat tersebut dicampurkan ke dalam partai kakao biji yang bermutu lebih baik guna menambah kuantitias dan mengurangi kerugian. Persentase produksi kakao rakyat amat kecil bila dibanding dengan angka produksi kakao dunia.
Salah satu usaha pemerintah untuk meningkatkan kualitas biji kakao adalah dengan mengadakan Gerakan Nasional Peningkatan Mutu Kakao yang dicanangkan oleh Menteri Muda Pertanian pada tanggal 16 Juni 1990 ditujukan terutama untuk mengarahkan agar seluruh biji kakao Indonesia difermentasikan dnegan baik, untuk menghasilkan biji kakao yang bermutu baik dengan citarasa cokelat.

b.      Penggunaan Tenaga Kerja
Pengeluaran untuk biaya tenaga kerja dalam proses produksi kakao ini merupakan yang terbesar dalam struktur biaya produksi. Penghitungan tenaga kerja dalam tiap kegiatan proses produksi tersebut adalah dengan menggunakan satuan HOK (Hari Orang Kerja) atau Man Days. Di beberapa studi kasus, ada tahun persiapan dan dihitung sebagai tahun ke-0, dan kakao ditanam pada tahun ke-1. Tetapi kebanyakan studi kasus yang ada menggunakan tahun ke-1 sebagai awalnya dan tanaman kakao ditanam pada tahun ke-1 ini. Tahapan-tahapannya yaitu : tahap establishment (pembukaan lahan hingga mapan atau siap tanam), tahap maintenance (pemeliharaan), dan tahap rehabilitasi.

5.      Keuntungan dan Kerugian Industri Kakao di Indonesia.
a.       Keuntungan
Keuntungan kakao adalah sebagai berikut :
1)      Kakao adalah komoditi ekspor yang inelastis dimana permintaan yang naik secara pesat tidak dapat disuplai dengan segera oleh produsen. Masih diperlukan waktu untuk memenuhi permintaan tersebut.
2)      Produksi kakao yang efisien umumnya tidak harus mencapai ekonomi skala. Oleh karena itu kakao sangat cocok untuk petani rakyat. Berdasarkan analisis yang dilakukan, penyerapan tenaga kerja, persatuan nilai yang diinvestasikan cukup tinggi, artinya dengan jumlah dana yang tertentu investasi untuk budidaya kakao akan menyerap tenaga kerja yang lebih besar dari budidaya lainnya seperti karet, kelapa, dan kelapa sawit.
3)      Bagi petani rakyat, kakao merupakan panen hobi yang dapat ditanam ditengah tanaman panenan lain yang sudah ada. Maka, biaya tetap relatif tidak mahal dan biaya tenaga kerja murah. Karena sifat usaha tani kakao yang ditanam secara lebih rapat, apalagi dengan tanaman pelindung, maka penanaman kakao mempunyai peranan juga di dalam pelestarian lingkungan.
4)      Karena kakao sering mengikuti siklus komoditi primer, ada baiknya kalaiu Indonesia menanam pohon kakao pada saat harga rendah supaya pada saat pohon berbuah secara maksimal dan produksi naik, harga kakao di pasar dunia diharapkan cukup tinggi. Indonesia mamapu menyampaikan hasil perkebunan kakao rakyat kepada konsumen dengan biaya yang serendah-rendahnya dan mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayarkan oleh konsumen terakhir kepada produsen komoditi.
5)      Mengenai permintaan dalam negeri akan kakao, semakin meningkat pendapatan penduduk Indonesia di masa datang, semakin besar kemungkinan mengkonsumsi cokelat. Pada saat ini, cokelat memang belum lazim dikonsumsi oleh masyarakat umum, tetapi masih terbatas pada masyarakat golongan berpendapatan tinggi.
6)      Pengembangan kakao diarahkan untuk dapat mencapai sasaran-sasaran tertentu antara lain adalah kesempatan kerja, pendapatan petani, ekspor, dan pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Untuk menaikkan pendapatan petani rakyat, meratakan pembagian pendapatan dan kekayaan nasional (khususnya secara geografis), perlu meningkatkan volume dan nilai ekspor mendukung program diversifikasi ekspor supaya Indonesia tidak terlalu tergantung pada ekspor migas, dan menawarkan produk yang dikonsumsi dalam negeri akan naik karena tingkat pendapatan terus menerus naik.

b.      Kerugian
Kerugian kakao adalah sebagai berikut :
1)      Dengan campuran tanaman panenan pohon lain di tempat yang sama, kadang-kadang sulit membuat penelitian yang dapat memisahkan dengan pasti sumbanagan tiap tanaman panenan, khususnya kakao. Ada kekuranagan analisis dan penelitian mengenai kakao pada umumnya serta pengalaman produsen kakao di luar dan di dalam Indonesia.
2)      Produksi kakao memerlukan perencanaan yang tepat baik pada jangka panjang maupun pada jangka pendek. Namun, satu faktor yang sangat penting, yaitu harga kakao di pasar dunia, sulit diramalkan pada masa depan. Di dalam pasar kakao dunia juga diterapkan standar mutu biji. Faktor-faktor pokok yang menghalangi petani rakyat untuk berpindah menggunakan variasi pohon kakao yang lebih baik adalah kurangnya uang tunai dan pribadi pada jangka panjang, informasi tentang pasar yang kurang lengkap dengan minimnya jumlah kantor cabang departemen pertanian. Maka para petani, para pengolah ekspor, serta eksportir cokelat harus bekerja keras untuk meningkatkan efisiensi di dalam produksi, peningkatan mutu dan peningkatan pemasaran cokelat. Penyimpanan kakao biji di daerah tropis menghadapi dua masalah utama yaitu : berkembangnya bulukan dan penyebaran hama-hama gudang.
3)      Karena pohon kakao membutuhkan waktu dua atau tiga tahun sebelum berbuah dan empat sampai lima tahun untuk mencapai produksi penuh, sering dianggap bahwa penawaran kakao adalah inelastis menurut harga pada jangka pendek. Akan tetapi, pertimbangan ini tidak meperhatikan volume kakao yang disimpan di tangan produsen dan dapat dilepas sebagai respons kalau harga naik.
4)      Kemerosotan harga kakao sedunia secara berkesinambungan membuat negara-negara produsennya frustasi karena mengecilnya penghasilan secara proporsional. Memang harus dicari penyebabnya pada negara-negara produsen sendiri. Sejak awal dekade delapan puluhan mereka berpacu dan bersaing dalam peningkatan produksi semaksimal mungkin dalam usaha merebut pangsa pasar sebesar-besarnya, baik dengan intensifikasi maupun dengan ekstensifikasi. Hal ini juga berlaku di Indonesia. Penurunan harga coklat di pasaran dunia ini disebabkan karena produksi kakao dunia meningkat dengan cepat sedangkan sebaliknya permintaan pihak konsumen tak banyak berubah.
5)      Negara produsen kakao yang bersaing dengan Indonesia meliputi negara yang sangat kurang sumber devisa lain atau mengalami krisis finansial yang serius. Maka mereka terpaksa mengekspor semaksimal mungkin baik kalau harga tinggi maupun kalau harga rendah.
6)      Kakao mudah terserang penyakit atau hama. Tanaman coklat mempunyai beberapa penyakit penting yang sering merupakan hambatan bagi berhasilnya pengusahaan tanaman cokelat. Hal ini akan terjadi kalau tidak ada kontrol. Untuk mempermudah pengendaliannya, maka pengetahuan tentang tanda-tanda serangan dan biologi dari cendawan penting sekali. Ada dua hama dan empat jenis penyakit yang menyerang tanaman cokelat Indonesia.
7)      Dalam berbagai kepustakan, masalah komoditi berkaitan dengan fluktuasi harga dan penerimaan serta kecenderungan pada jangka panjang yang menunjukkan bahwa penerimaan ekspor dari sebagian besar komoditi primer semakin lama semakin menurun. Elastisitas harga terhadap permintaan dan penawaran adalah rendah.

B.     Peranan Kakao dalam Pertanian Indonesia serta Hubungan Industrinya dengan Cita-cita Pembangunan Indonesia.
1.      Peranan Kakao dalam Pertanian Indonesia
Untuk mengembangkan ekspor non-migas, komoditas pertanian yang mempunyai prospek baik terus ditingkatkan. Salah satu yang diharapkan dapat membantu meningkatkan devisa negara adalah cokelat. Lahan penanamannya setiap tahun terus ditingkatkan. Sebab biji cokelat yang mengandung lemak sampai 50-60% dari berat biji, bisa dibuat berbagai macam produk makanan. Bahkan juga bisa dimanfaatkan untuk pembuatan sabun, parfum, obat-obatan dan bahan dasar pembuatan kosmetik. Sayangnya, ekspor terbesar komoditi cokelat Indonesia hingga saat ini masih dalam bentuk biji. Ekspor cokelat olahan belum begitu menggembirakan perkembangannya.
Pengembangan budidaya cokelat di Indonesia dilakukan dengan tujuan memanfaatkan sumber daya alam, memenuhi konsumsi, dan sebagai penghasil devisa dengan tujuan meningkatkan pendapatan produsen.
Sesuai dengan gejala “demam kakao” di Malaysia, Papua Nugini, Brasilia dan lain-lainnya, maka dalam periode 10 tahun terakhir, pengembangan perluasan tanaman budidaya kakao di Indonesia tercatat relatif sangat cepat. Bahkan dalam era pembangunan ini tercatat peningkatan produksinya dalam tingkat “akselerasi”.
Hasil perluasan tanaman kakao di Indonesia dalam 10 tahun (1974-1984) memperlihatkan kenaikan tak kurang dari 395%, dari 16.100 ha (1974) menjadi 79.660 ha (1984). Sedangkan produksinya meningkat sebesar 362% dari 3.400 ton di tahun 1974 menjadi 15.700 ton di tahun 1984 yang lalu.
Khusus mengenai tanaman kakao, karena adanya sifat-sifat khusus dari budidaya tersebut, maka dalam kebijaksanaan pengembangannya dilakukan melalui peranan yang dapat diberikannya yaitu :
a.       Komoditas kakao merupakan komoditas yang harga persatuan bobotnya relatif mahal. Dengan demikian komoditas tersebut sangat sesuai untuk dikembangkan pada lokasi yang terpencil, yang transportasinya sulit, sehingga komponen biaya transportasi merupakan komponen yang relatif kecil dalam pembentukan harga jual di tempat eksportir.
b.      Kakao dapat ditanam sebagai campuran di bawah tanaman lainnya. Dengan demikian usaha tani kakao akan dapat memperkuat usaha tani budidaya lainnya dan sekaligus peningkatan manfaat dari lahan sebagai sumber daya yang dimiliki oleh petani.
c.       Berdasarkan analisis yang dilakukan, penyerapan tenaga kerja persatuan nilai yang diinvestasikan cukup tinggi, artinya dengan jumlah dana yang tertentu investasi untuk budidaya kakao akan menyerap tenaga kerja yang lebih besar dari budidaya lainnya seperti karet, kelapa, dan kelapa sawit.
d.      Karena sifat usaha tani kakao yang ditanam secara lebih rapat, apalagi dengan tanaman pelindung, maka penanaman kakao mempunyai peranan juga di dalam pelestarian lingkungan.

2.      Hubungan antara Industri Kakao dan Cita-cita Pembangunan Indonesia.
Industri kakao di Indonesia harus dilihat dalam konteks pembangunan nasional, khususnya cita-citanya. Antara lain, kakao dapat memainkan peranan yang penting. Untuk menaikkan pendapatan petani rakyat, meratakan pembagian pendapatan dan kekayaan nasional (khususnya secara geografis), meningkatkan volume dan dan nilai ekspor mendukung program diversifikasi ekspor supaya Indonesia tidak terlalu tergantung pada ekspor migas, dan menawarkan produk yang konsumsinya dalam negeri akan naik karena tingkat pendapatan terus menerus naik.
Atas dasar pangsa pasar kakao Indonesia di pasar internasional yang sangat kecil, sedangkan potensi pengembangan cukup besar, maka sejak tahun 1982 dicanangkan pengembangan terutama kakao rakyat dengan skala cukup besar. Hasil yang dicapai adalah peningkatan luas areal yang menyebar dalam usaha perkebunan rakyat. Sehingga sekaligus turut berperan dalam upaya pemerataan, peningkatan pendapatan dan diversifikasi usaha tani.
Pengembangan kakao terutama ditujukan dalam rangka pemecahan berbagai maslaah nyata yang dihadapi masyarakat petani pada suatu wilayah, seperti :
a.       Memepertangguh usaha tani kelapa yang selalu menghadapi harga rendah sehingga adanya tanaman campuran kakao akan menambah pendapatn mereka.
b.      Menangani wilayah terpencil dengan biaya transportasi yang cukup tinggi. Sedangkan kakao walaupun harga rendah seperti ini cukup memberikan sisa hasil yang lebih memadai dibandingkan dengan komoditi bulk lainnya.
c.       Pengembangan kakao dilakukan dalam rangka penanganan DAS karena sifat agronomisnya dengan jarak tanam rapat ditambah naungan relatif cukup untuk menurunkan tingkat erosi.
d.      Komoditi kakao dapat memberikan distribusi pendapatan sepanjang tahun dan menyerap banyak tenaga kerja.
Disamping upaya pengembangan baru dengan pendekatan agrobisnis yang utuh, pembinaan terhadap kakao yang sudah ada diharapkan untuk meningkatkan citra kakao Indonesia di pasaran internasional sekurang-kurangnya meliputi dua aspek yaitu:
a.       Perbaikan mutu panen dan pasca panen di tingkat petani, terutama masalah fermentasi.
b.      Berdasarkan laporan KBRI AS, hampir seluruh partai yang ditolak FDA disebabkan adanya infeksi serangga.
Masalah ini penyebabnya terkait dengan masalah pergudangan dan selama pengapalan ke negara tujuan. Atas dasar itu, maka perbaikan mutu tersebut selain dilakukan di tingkat petani juga di tingkat pedagang dan di tingkat pengapalan.
C.     Industri Pengolahan Kakao Indonesia
1.      Ekspor Impor Kakao Indonesia
Biji kakao Indonesia memiliki keunggulan melting point Cocoa Butter yang tinggi, serta tidak mengandung pestisida dibanding biji kakao dari Ghana maupun Pantai Gading. Sebagian besar kakao Indonesia diekspor dan hanya sebagian kecil yang digunakan untuk konsumsi dalam negeri. Produk yang diekspor sebagian besar berbentuk biji kering dan hanya sebagian kecil yang berbentuk olahan.
Produk yang diekspor sebagian besar dalam bentuk biji kering dan hanya sebagian kecil dalam bentuk olahan.  Negara tujuan ekspor terbesar yaitu Amerika Serikat, Malaysia, Singapura, Brasil dan Perancis. Komoditi yang diekspor dari Indonesia lebih banyak berupa cocoa beans, whole or broken, raw or roasted untuk diolah di negara tujuan menjadi produk cokelat olahan. Indonesia menempati urutan ke-3 sebagai negara pengeksor kakao terbesar didunia. Volume dan nilai ekspor total kakao Indonesia dari tahun ke tahun relatif  berfluktuasi namun mempunyai kecenderungan meningkat.
Selain sebagai negara pengekspor kakao Indonesia juga melakukan impor kakao walaupun dalam jumlah yang relatif kecil. Bentuk yang banyak diimpor oleh Indonesia selama lima tahun teakhir selain biji kering adalah dalam bentuk bubuk coklat bergula dan bubuk coklat tanpa gula. Produksi biji kakao Indonesia dipengaruhi secara nyata oleh harga kopi sebagai komoditi alternatif dan luas lahan pertanaman biji kakao, serta dalam jangka panjang produksi biji kakao Indonesia responsif terhadap perubahan luaslahan pertanaman. Stok biji kakao dunia dan produksi biji kakao Indonesia berpengaruh nyata terhadap ekspor biji kakao Indonesia.

2.      Indonesia Siap Jadi Raja Kakao Dunia.
Kakao merupakan bahan dasar makanan yang paling disukai orang-orang di dunia yaitu cokelat. Indonesia sendiri sekarang berada pada peringkat ketiga sebagai produsen kakao terbesar dunia dibawah Pantai Gading dan Ghana.
Berdasarkan data Badan PBB untuk Pangan dan Pertanian (FAO), di tahun 2010 silam Indonesia memproduksi 574 ribu ton kakao. Sedangkan Pantai Gading sebesar 1,6 juta ton dan Ghana di peringkat kedua sebesar 700 ribu ton kakao. Tetapi Indonesia tetap optimis bisa menjadi raja kakao mengalahkan Pantai Gading dan Ghana.
Indonesia mampu jadi produsen terbesar kakao dengan cara meningkatkan produksi dan kualitas kakao. Pemerintah juga berjanji mendukung petani kakao untuk memaksimalkan kuantitas dan kualitas kakao. Selain itu, juga meningkatkan nilai tambah bagi petani sehingga kakao tidak hanya dijual atau diekspor dalam bentuk biji kakao namun juga produk olahan kakao. Minimal kakao yang dipanen terlebih dahulu difermentasi sebelum diekspor agar harganya bisa lebih mahal jika dibandingkan dengan ekspor kakao dalam bentuk biji.

3.      Senjakala Industri Kakao Bulk
Tahun 2013 diperkirakan adalah tahun suram bagi industri kakao jenis bulk. Mengapa dikatakan sebagai tahun suram karena produktivitas kakao menurun, baik secara kuantitas maupun kualitas. Hal ini membuat harganyapun turun dan anjlok.
Sekretaris perusahaan PT Perkebunan Nusantara XII (persero), Herry Purwanto (28 Januari 2013), mengatakan bahwa penjualan kakao jenis edel telah membuat perusahaan merugi Rp 1,2 miliar pada 2011. Tahun 2012, untung Rp 364 juta. Dan estimasi laba pada 2013 sebesar Rp 1,8 miliar. Sedangkan penjualan kakao jenis bulk pada 2011 merugi Rp 14,6 miliar. Kerugian berlanjut pada 2012 senilai Rp 5,4 miliar dan diprediksi terjadi kembali tahun ini sebesar Rp 3,5 miliar.
Jenis kakao edel high grade tahun 2012 harganya turun dibandingkan dengan tahun 2011 dan diperkirakan tahun 2013 akan terus menurun. Apalagi dengan kakao jenis bulk baik yang high grade maupun low grade harganya turun. Dan diperkirakan tahun 2013 adalah masa suram bagi kakao jenis bulk.
4.      Produksi Kakao di Lampung Mengalami Penurunan
Penurunan hasil produksi kakao di Lampung diperkirakan akan terus merosot setiap minggunya. Tanggal 27 Mei 2013 produksi kakao Lampung anjlok 40%. Penurunan produksi kakao ini disebabkan oleh masa panen raya kakao telah lewat. Jika saat panen raya petani kakao bisa memanen kakao yang lumayan banyak, sedangkan setelah masa panen lewat panenan kakao jumlahnya lebih sedikit.
Diperkirakan produksi kakao di lampung turun 40%. Disamping itu, hasil panen raya tahun ini jika dibandingkan dengan tahun lalu turun jumlahnya. Ini disebabkan karena musim hujan tak kunjung datang dan kemarau panjang sehingga tanaman kakaopun telat berbunga akhirnya turunlah produksinya.
Bukan hanya karena musim hujan tak kunjung datang namun serangan hama dan penyakit yang menyerang tanaman kakao. Penyakit busuk buah dan hama ulat menyerang daun dan batang tanaman sehingga menyebabkan tanaman menjadi kering. Berdasarkan data Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, luas lahan kakao pada 2010 mencapai 45.600 hektare. Lahan terluas berada di Kabupaten Tanggamus 14.057 hektare dengan produksi mencapai 7.530 ton atau produktivitas lahan sebesar 974 kg per hektare. Produktivitas kakao terbesar mencapai 1.301 kg per hektare di Kabupaten Tulangbawang.

5.      Bea Keluar atas Ekspor Biji Kakao
Kebijakan BK (Bea Keluar) atas ekspor biji kakao bisa dianggap cukup berhasil. Ini dibuktikan dengan semakin berkembangnya industri hilit di negara kita. Contohnya adalah semakin banyak jumlah pabrik pengolahan kakao. Ada beberapa yang merupakan pabrik baru dan ada juga beberapa yang merupakan industri yang sebelumnya berhenti beroperasi namun kemudian kembali beroperasi.
Penerapan Bea Keluar (BK) juga memberi peluang kepada para petani kakao agar dapat menjual produk biji kakao, baik kepada para pedagang, eksportir, juga kepada industri pengolahan kakao yang berada dalam negeri. Sehingga apabila banyak investor dari luar masuk tidak perlu dirisaukan karena tidak berpengaruh pada industri kakao yang sudah ada, karena pangsa pasar yang berbeda.
Beberapa investor asing memproduksi kakao olahan kelas premium untuk pasar di Eropa. Sedangkan industri kakao dalam negeri rata-rata meproduksi olahan kakao kelas menengah untuk pasar di negara-negara berkembang. Pertumbuhan dan perkembangan industri hilir juga ditandai dengan rencana beberapa pabrik dan investor untuk mengolah biji kakao menjadi cocoa butter.

6.      Kakao RI Bisa Tembus Pasar Eropa.
Seperti kita ketahui bahwa Indonesia saat ini berada di peringkat ketiga sebagai produsen kakao terbesar di dunia. Masih berada dibawah Pantai Gading dan Ghana. Akan tetapi, kebanyakan para pengusaha kakao Indonesia sulit sekali bisa menembus pasar Eropa. Padahal Eropa sendiri merupakan importir kakao terbesar dan pemerintah, pengusaha kakao, serta elemen-elemen lainnya harus segera mencari cara agar kakao lokal bisa tembus pasar Eropa.
Kakao RI bisa saja tembus pasar Eropa. Pemerintah Indonesia juga sudah melaksanakan negosiasi dan rencana kerja sama dan untuk bisa tembus pasar Eropa cara yang dapat ditempuh adalah kemitraan Indonesia-Eropa harus disegarkan, dalam mengejar tujuan pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan pengentasan kemiskinan.
Kontrak Berjangka Kakao diperdagangkan di Bursa Berjangka Jakarta (Jakarta Futures Exchange/JFX).  80 persen produksi biji kakao lokal pun telah diserap seluruhnya oleh industri pengolahan kakao dalam negeri. Ini merupakan revolusi industri bagi sang negara megabiodiversitas mengingat kakao adalah satu-satunya komoditas yang sudah sering diekspor baik dalam bentuk setengah jadi maupun dalam bentuk butter.
Harga kakao lokal Indonesia naik sejak diperdagangkan di JFX. Dengan begitu pendapatan petani kakao pun ikut naik dan harga jual pada musim panen terdekat pun menjadi pasti. Akan tetapi, banyak pedangan kakao kita yang menggunakan harga bursa New York dan London. Padahal mereka bukan produsen, melainkan importir sekaligus konsumen kakao terbesar dunia. Jadi, sebaiknya para pedagang kakao kita mengacu kepada acuan harga kakao di JFX. Peran pemerintah masih sangat dibutuhkan dalam mengembangkan industri dalam negeri.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Tanaman kakao bukan merupakan tanaman “asli” yang berasal dari bumi Indonesia. Tanaman ini berasal dari Benua Amerika pada bagian yang mempunyai iklim tropis. Kakao (Theobroma cacao) merupakan tumbuhan berwujud pohon yang berasal dari Amerika Selatan. Dari biji tumbuhan ini dihasilkan produk olahan yang dikenal sebagai cokelat. Kakao dianggap diperkenalkan ke Indonesia dari Filipina pada abad XVI. Mungkin dibudidayakan pertama kali di pulau Sulawesi lalu dikirim ke pulau Jawa. Jumlah produksi kakao tidak menonjol sebelum “ledakan besar” dalam pertanian perkebunan pada akhir abad XIX. Macam-macam jenis atau varietas komoditi ditanam. Kakao merupakan salah satu komoditi yang kurang mendapat perhatian dan ditanam sebagai  pengganti kopi yang gagal karena penyakit coffee rust leaf . Ledakan penanaman berpusat di pulau Jawa serta sebagian dari pulau Sumatera dan didukung oleh penelitian yang efektif. Budi daya kakao meliputi sistem usaha tani, panen dan pasca panen, dan sistem pengawasan mutu.
2.      Tanaman Kakao merupakan tanaman berprospek menjanjikan. Demikian usaha tani kakao akan dapat memperkuat usaha tani budidaya lainnya dan sekaligus peningkatan manfaat dari lahan sebagai sumber daya yang dimiliki oleh petani. Karena sifat usaha tani kakao yang ditanam secara lebih rapat, apalagi dengan tanaman pelindung, maka penanaman kakao mempunyai peranan juga di dalam pelestarian lingkungan. Industri kakao di Indonesia harus dilihat dalam konteks pembangunan nasional, khususnya cita-citanya. Antara lain, kakao dapat memainkan peranan yang penting. Untuk menaikkan pendapatan petani rakyat, meratakan pembagian pendapatan dan kekayaan nasional (khususnya secara geografis), meningkatkan volume dan dan nilai ekspor mendukung program diversifikasi ekspor supaya Indonesia tidak terlalu tergantung pada ekspor migas, dan menawarkan produk yang konsumsinya dalam negeri akan naik karena tingkat pendapatan terus menerus naik.
3.      Kondisi industri kakao Indonesia saat ini sering mengalami pasang surut. Sering terjadi produksi yang turun baik karena hama maupun faktor iklim. Namun, industri kakao Indonesia sedang bersaing. Indonesia berada di peringkat ketiga sebagai produsen kakao terbesar dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Indonesia siap menjadi Raja Kakao dunia mengalahkan Pantai Gading dan Ghana. Kakao Indonesiapun bisa tembus pasar eropa yang notabenenya adalah importir dan pengonsumsi kakao atau coklat terbesar dunia. Kebijakan bea keluar atas ekspor biji kakaopun dianggap meningkatkan industri hilir dan membuat pertanian kakao menjdai semakin bergairah. Namun disamping itu semua, industri pengolahan kakao Indonesia banyak mengalami masalah diantaranya adalah produksi yang sering mengalami penurunan dan kurangnya kesadaran petani kakao kita untuk menghasilkan kakao yang berkualitas dan sudah difermentasi dengan baik.

B.     Saran
Untuk mencapai sasaran pengembangan kakao dan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat perkebunan, maka berbagai upaya yang mungkin bisa dilakukan adalah sebagai berikut :
1.      Pemerintah termasuk berbagai fungsi dan tingkatannya harus berupaya untuk terciptanya dukungan dan iklim investasi yang menggairahkan bai para pengusaha.
2.      Upaya penyediaan teknologi, disamping teknologi pertanaman juga teknologi pasca panen sehingga diperoleh mutu hasil yang lebih baik. Selain itu juga diupayakan terbinanya pemasaran yang memberikan bagian harga yang memadai bagi petani.
3.      Berkenaan dengan cukup pesatnya peningkatan penawaran Indonesia ke pasaran Internasional maka pengembangan pasar perlu selalu dilakukan.
4.      Karena di masa mendatang sebagian besar tanaman kakao adalah perkebunan rakyat yang lokasinya tersebar di seluruh nusantara, maka ancaman serangan hama dan penyakit akan lebih besar jika dibandingkan dengan keadaan areal yang diusahakan oleh perkebunan besar, apalagi mengingat pengetahuan petani masih sangat kurang. Oleh karena itu, kewaspadaan dan peringatan disini serta penanggulangan hama dan penyakit harus menjadi perhatian yang sungguh-sungguh.
Langkah-langkah yang dapat diambil untuk memantapkan keberhasilan pengembangan usaha dalam komoditi cokelat adalah sebagai berikut :
1.      Diperlukan strategi pemasaran yang meliputi pemasaran domestik dan internasional, baik yang menyangkut sistem standardisasi maupun perjanjian-perjanjian internasional.
2.      Diperlukan pengkajian secara menyeluruh dari berbagai aspek yang berkaitan dengan pengembangan cokelat yang meliputi cokelat bulk dan cokelat edel.
3.      Perlu dimasukkan aspek-aspek karantina internasional dan domestik serta strategi dan organisasi perlindungan tanaman dalam perencanaan yang dibuat sehubungan dengan usaha pengembangan cokelat, karena hamadan penyakit dapat merupakan kendala yang serius.
Investasi yang masih dapat ditanamkan dalam beberapa bidang disamping usaha perkebunan adalah untuk :
1.      Industri hilir cokelat, baik dalam industri makanan, cokelat bubuk dan pasta yang bertujuan untuk memberikan nilai tambah yang lebih tinggi, serta meningkatkan konsumsi cokelat di dalam negeri.
2.      Industri hilir di luar makanan yang bertujuan untuk menganekaragamkan produk-produk dari cokelat, serta mendapatkan harga yang tinggi di pasaran internasional.
Untuk mencapai keberhasilan dalam pengembangan cokelat nasional disarankan agar dirumuskan strategi pemasaran yang tepat secara nasional. Juga disarankan agar tingkat pengembangan cokelat Indonesia sedikit lebih dari perkiraan tingkat konsumsi dunia. Penyediaan bahan tanaman masih merupakan kendala utama dalam pengembangan cokelat Indonesia. Balai Penelitian Perkebunan berkewajiban menyediakan teknologi untuk mengatasi kendala tersebut.
Penelitian di bidang pemuliaan tanaman perlu ditingkatkan, terutama untuk memperoleh bahan tanaman yang resisten atau toleran, khususnya terhadap penyakit penting disamping berpotensi untuk berproduksi tinggi. Penelitian teknologi pengolahan hasil yang sesuai untuk tiap-tiap bentuk usaha perlu terus menerus dilakukan dalam rangka meningkatkan mutu cokelat. Penelitian sosial ekonomi perlu segera dimulai dan diintensifkan baik pada perusahaan perkebunan besar maupun perkebunan rakyat, untuk meningkatkan efisiensi usaha.



DAFTAR PUSTAKA

Hardiansya, Rahmat. “Saatnya Indonesia Jadi Acuan Harga Kakao”,  economy.okezone.com, diakses pada Senin, 20 Mei 2013.

Larno. “Bea keluar kakao dorong perkembangan industri”, www.antaranews.com, diakses pada Minggu, 16 Juni 2013.

Maya. “Indonesia Berrpotensi Jadi Produsen Kakao Terbesar di Dunia”, www.suaramerdeka.com, diakses pada Minggu, 16 Juni 2013.

Mulyadi, Agus. “Harga Kakao Turun”, regional.kompas.com, diakses pada Senin, 20 Mei 2013.

Nurhayati. “Industri Kakao Indonesia Bergairah Lagi”, Liputan6.com, diakses pada Minggu, 9 juni 2013.

Roesmanto, Joko. 1991, Kakao : Kajian Sosial Ekonomi, Cetakan ke-1, Penerbit Aditya Medya, Yogyakarta.
Spiliane, James J. 1995, Komoditi Kakao : Peranannya dalam Perekonomian Indonesia, cetakan ke-1, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

 

 

 

 

 





Tidak ada komentar:

Posting Komentar