Kamis, 06 Maret 2014

EMILE DURKHEIM (1858-1917)



a.    Riwayat Hidup Emile Durkheim
Emile Durkheim adalah salah satu sosiolog yahudi yang terkenal asal Prancis. Durkheim, seorang keturunan rabi yahudi yang lahir pada 15 April 1858 di Epinal. Sebelum memutuskan menjadi seorang agnostik, Durkheim pernah masuk katolik meskipun kemudian katolisisme tersebut  ia tinggalkan. Agnostik maksudnya adalah tidak mau tahu dengan agama, agnostik berbeda dengan atheis yang tidak percaya sama sekali akan adanya tuhan. Selain itu, Durkheim juga seorang positivis layaknya Auguste Comte.
Durkheim termasuk salah seorang yang cemerlang dalam bidang akademis. Ia diterima di Ecole Normale Superieure, tetapi untuk dapat diterima jalan Durkheim tidaklah mudah. Pertama kali dia gagal dalam ujian masuk, kedua kalinya ia kembali gagal, dan ketiga kali ia berhasil diterima dan sukses dalam ujian masuk yang sungguh kompetitif. Setelah lulus dari Ecole Normale Superieure, Durkheim menjadi seorang pengajar. Durkheim tidak lantas menjadi seorang filsuf, menurutnya filsuf tidak berhubungan langsung dengan masyarakat. Ia lebih memilih mendedikasikan dan membaktikan dirinya pada suatu disiplin ilmiah yang dapat merumuskan jawaban atas bermacam-macam persoalan dalam kehidupan sehari-hari serta persoalan moral juga karena moralitas merupakan kajian utama dalam hidupnya. Komitmennya adalah supaya disiplin sosiologi yang masih bisa dibilang baru itu mendapatkan pengakuan akademis yang resmi di Prancis. Berkat peran Durkheim, tahun 1913 disiplin sosiologi resmi berdiri sebagai satu disiplin akademis.
Durkheim sangat produktif dalam bidang ilmiah atau akademis, hasil karya Emile Durkheim antara lain The Division Labor in Society, The Rules of Sociological Method, Suicide, The Elementary Forms of Religions Life, dan Moral Education. Dalam karya-karya tersebut Durkheim menuangkan berbagai ide dan pemikiran-pemikirannya. Namun setelah sang putera, Andre meninggal. Durkheim tidak pernah sembuh dari musibah tersebut hingga akhirnya ia meninggal di tahun 1917 dan mengakhiri karirnya yang cemerlang.
b.    Pemikiran Durkheim Tentang Fakta Sosial
Pemikiran Durkheim yang pertama yaitu mengenai fakta sosial (tertuang dalam karyanya The Rule Of Sociological Method) yang dapat dikatakan sebagai lawan dari fakta individu. Kita hidup dalam masyarakat yang biasanya dalam membaca atau melihat sesuatu yang ada dan terjadi dalam kehidupan sehari-hari disebabkan oleh individu. Tetapi Durkheim memiliki pandangan yang berbeda. Durkheim lebih memperhatikan keutamaan sosial daripada individu.
Fakta sosial merupakan kebiasaan-kebiasaan dalam bertindak, berifikir, dan merasakan. Sifatnya umum yaitu milik bersama dan tidak terikat, memaksa individu sehingga individu terlepas dari kemauan-kemauannya sendiri, serta berasal dari luar individu bukan dorongan internal pada individu. Fakta sosial tersebut tidak bisa disebut fenomena atau gejala biologis, karena hal tersebut dilakukan atau dianut oleh banyak orang dan tidak terikat pada individu. Tidak bisa pula disebut fenomena atau gejala psikologis karena itu bukan dinamika yang terjadi dalam kesadaran individu, melainkan bersifat eksternal.
Contoh fakta sosial misalnya adalah di sekolah terdapat suatu aturan bahwa siswa dan siswi wajib mengenakan seragam. Hal tersebut berasal dari luar individu artinya bersifat eksternal pada individu, selain itu juga memaksa individu. Siswa dipaksa oleh suatu aturan tentang mengenakan seragam sekolah yang berlaku secara umum bagi siswa-siswi yang bersekolah. Contoh lain adalah dalam perkuliahan terdapat aturan tentang absen. Dengan demikian mahasiswa dipaksa oleh aturan tentang absen tersebut sehingga ia harus menghadiri kuliah.
Fakta sosial kemudian oleh Durkheim dibagi menjadi dua tipe, yaitu fakta sosial material dan fakta sosial nonmaterial. Fakta sosial material merupakan fakta sosial yang dapat diobservasi atau diamati langsung. Contohnya adalah berbagai bentuk teknologi, bentuk arsitektur sebuah gedung, hukum atau perundang-undangan, dan lain sebagainya. Sedangkan fakta sosial nonmaterial contohnya meliputi budaya, norma, dan nilai. Jenisnya meliputi moralitas, kesadaran kolektif, representasi kolektif, dan aliran sosial.
c.    Pemikiran Emile Durkheim Tentang Solidaritas Sosial
 Dalam karyanya yang berjudul The Division Labor in Society Durkheim menuangkan ide dan pemikirannya tentang pembagian kerja masyarakat. Durkheim tertarik dengan perubahan yang terjadi di masyarakat dalam hal pembagian kerja yang berdampak bagi struktur sosial masyarakat serta pengaruh pembagian kerja terhadap perubahan solidaritas sosial.
Durkheim membagi solidaritas sosial menjadi dua tipe yaitu solidaritas mekanik dan solidaritas organik. Solidaritas mekanik ditandai dengan rendahnya pembagian kerja, individualisme, interdependensi. Selain itu, karena kuatnya kesadaran kolektif, hukum yang dominan adalah hukum represif, sifatnya primitif, komunitas terlibat dalam menghukum penyimpang, dan pentingnya konsensus terhadap pola-pola normatif.
Solidaritas organik sebaliknya ditandai dengan tingginya pembagian kerja, individualisme, interdependensi. Juga karena lemahnya kesadaran kolektif, hukum yang dominan adalah hukum restitutif, sifatnya industrial, komunitas tidak terlibat dalam menghukum penyimpang melainkan melibatkan badan kontrol sosial, dan pentingnya konsensus terhadap nilai-nilai abstrak dan umum.
Sekarang kita sedang berada pada masa transisi yaitu suatu masa yang berada diantara solidaritas mekanik dan solidaritas organik. Dalam masa transisi dipengaruhi oleh adanya pertumbuhan penduduk, modernisasi, dan lain-lain.
d.    Pemikiran Durkheim tentang Bunuh Diri
Pemikiran Durkheim tentang bunuh diri terdapat dalam karyanya yang berjudul Suicide. Durkheim menggunakan data kuantitatif yaitu angka bunuh diri (suicide rate). Ia tidak melihat bunuh diri individu atau alasan mengapa individu melakukan bunuh diri karena hal tersebut merupakan bagian psikologi, tetapi ia melihat angka bunuh diri suatu kelompok dalam masyarakat . Durkheim mencoba menjelaskan angka bunuh diri suatu kelompok masyarakat yang berbeda dengan angka bunuh diri kelompok masyarakat yang lain, mengapa di satu sisi bisa lebih tinggi atau lebih rendah. Kemudian ia membedakan bunuh diri menjadi empat tipe yaitu bunuh diri egoistis, bunuh diri altruistis, bunuh diri anomik, dan bunuh diri fatalistis.
Bunuh diri egoistis disebabkan oleh lemahnya integrasi sosial. Biasanya terjadi pada masyarakat dimana individu-individu didalamnya tidak dapat berhubungan dengan baik. Contohnya seperti angka bunuh diri orang-orang yang tidak mempunyai keluarga atau belum berkeluarga lebih tinggi jika dibandingkan dengan orang-orang yang mempunyai keluarga. Hal tersebut dikarenakan integrasinya dalam keluarga lemah atau kurang. Di bidang agama, orang-orang protestan memiliki angka bunuh diri yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan orang-orang penganut agama katolik. Hal tersebut disebabkan karena didalam ajaran agama protestan lebih memperhatikan keimanan individual sehingga tingkat integrasinya rendah.
Berbeda dengan bunuh diri egoistis, bunuh diri  altruistis justru merupakan bunuh diri yang disebabkan karena tingkat integrasi yang begitu kuat. Misalnya dalam suatu kelompok yang memiliki integrasi yang kuat, maka individu-individu dalam kelompok tersebut rela mati bunuh diri. Mereka terpaksa bunuh diri karena mereka menganggap itu adalah tugas mereka sebagai pengikut kelompok tersebut. Contohnya mati syahid. Bunuh diri altruistis dibedakan menjadi dua yaitu pertama, obligatory yaitu bunuh diri yang didasarkan pada keyakinan bahwa bunuh diri itu bukanlah suatu hak akan tetapi suatu kewajiban. Contohnya adalah ketika suami meninggal maka sang istri bunuh diri bersamaan dengan kematian suaminya tersebut.  Kedua, optional yaitu bunuh diri yang bertujuan untuk mendapatkan penghargaan, contohnya dalam masyarakat Jepang terdapat upacara bunuh diri Seppuku yang lebih dikenal dengan istilah Harakiri. Di Jepang Harakiri membudaya dan sah-sah saja dilakukan. Selain harakiri di Jepang, di Indonesia tepatnya di Madura terdapat suatu adat atau tradisi yang disebut Carok. Carok merupakan tradisi orang Madura dalam mempertahankan harga diri dengan cara bertarung. Alat yang digunakan adalah clurit.
Kemudian bunuh diri anomik, yaitu bunuh diri yang disebabkan karena lemahnya norma dan kontrol dalam masyarakat atau dengan kata lain disebabkan ketidakjelasan atau rendahnya regulasi. Contohnya ketika terjadi krisis dibidang ekonomi. Tipe bunuh diri yang terakhir yaitu bunuh diri fatalistis yang justru disebabkan karena regulasi yang kuat, norma yang mengatur terlalu kuat sehingga menimbulkan rasa tertekan karena disiplin yang ketat. Contohnya terjadi pada budak.
e.    Pemikiran Durkheim dalam The Elementary Forms of the Religious Life
Masyarakat (melalui individu) menciptakan agama dengan mendefinisikan fenomena tertentu sebagai sesuatu yang sakral sementara yang lain sebagai profan (Ritzer, 2008:104).
Dalam The Elementary Forms of the Religious Life, pemikiran Durkheim sangat berbeda dengan karya-karya sebelumnya. Jika dalam karya-karya sebelumnya Durkheim menekankan pada fakta sosial, dalam karyanya yang satu ini pemikirannya bergeser. Ia mengemukakan bahwa kontrol berasal dari individu karena individulah yang menciptakan fakta sosial.Dalam karyanya ini, tertuang pemikiran Durkheim tentang sosiologi agama. Menurutnya, agama bisa dikaji oleh sosiolog dengan cara yang baru, yaitu sebagai fakta sosial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar