Persoalan mengenai gender bukanlah
merupakan suatu persoalan yang baru. Akan tetapi, issue ketidakadilan gender nampaknya
akan tetap menarik dan menjadi issue aktual. Gender sendiri berbeda dengan
jenis kelamin atau seks. Jenis kelamin atau seks lebih mengarah pada pembagian
filosofi atau anatomis manusia secara biologis,
bersifat
permanen (tidak dapat dipertukarkan antara laki-laki dan perempuan), dibawa
sejak lahir dan merupakan pemberian Tuhan, sebagai seorang laki-laki atau seorang perempuan.
Sedangkan gender merupakan istilah yang digunakan untuk membedakan antara
laki-laki dan perempuan yang didasarkan pada aspek
sosiokultural.
Istilah gender
tidak akan menjadi permasalahan jika perbedaan kelamin manusia di dalam struktur
sosial itu tidak menimbulkan ketidakadilan seksual. Ketidakadilan yang muncul
dari gejala gender ini berfokus pada kaum perempuan yang oleh berbagai pihak
dikatakan menjadi korban ketidakadilan di dalam struktur tersebut. Ketidakadilan
gender termanifestasikan dalam berbagai bentuk ketidakadilan, antara lain
sebagai berikut :
1. Subordinasi
Subordinasi adalah anggapan tidak penting atau
penomorduaan. Subordinasi pada dasarnya adalah keyakinan
bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih penting atau lebih utama
dibandingkan dengan jenis kelamin lainnya. Anggapan
sosial yang menempatkan kaum perempuan emosional, irasional dalam berpikir, dan
tidak dapat tampil sebagai pemimpin atau sebagai pengambil keputusan telah
menempatkan kaum perempuan sebagai subordinat. Artinya, kaum perempuan
ditempatkan pada posisi yang inferior. Salah satu
konsekuensi dari posisi subordinat perempuan ini adalah perkembangan keutamaan
atas anak laki-laki.
Contoh subordinasi seperti perempuan sulit menjadi pemimpin bahkan di dalam kultur Jawa, pada masa lalu kaum perempuan
tidak perlu sekolah tinggi karena budaya Jawa beranggapan bahwa posisi
pekerjaan perempuan tidak lebih hanya di dapur. Dalam keluarga anak laki-laki
akan menjadi prioritas utama dalam memperoleh pendidikan.
Contoh lain adalah masih sedikitnya jumlah perempuan yang bekerja pada
posisi atau peran pengambil keputusan atau penentu kebijakan dibanding
laki-laki. Dalam pengupahan, perempuan yang menikah dianggap sebagai
lajang, karena mendapat nafkah dari suami dan terkadang terkena potongan pajak, dan masih sedikitnya jumlah keterwakilan perempuan dalam dunia
politik (anggota legislatif
dan eksekutif). Perempuan
diidentikkan dengan jenis-jenis pekerjaan tertentu. Diskriminasi yang diderita
oleh kaum perempuan pada sektor prosentase jumlah pekerja perempuan,
penggajian, pemberian fasilitas, serta beberapa hak perempuan yang berkaitan
dengan kodratnya belum terpenuhi.
2. Marginalisasi
Marginalisasi dapat diartikan sebagai peminggiran ekonomi
atau pemiskinan. Bentuk ketidakadilan gender yang berupa proses marginalisasi
perempuan adalah proses pemiskinan terhadap kaum perempuan dari tradisi, adat,
kebiasaan, keyakinan, tafsir agama, kebijakan pemerintah, bahkan asumsi ilmu
pengetahuan.
Suku-suku di Indonesia banyak yang tidak memberi hak kepada kaum
perempuan untuk mendapatkan waris sama sekali atau hanya mendapatkan separuh
dari jumlah yang diperoleh kaum laki-laki. Contoh lain
misalnya adanya program swasembada pangan atau revolusi hijau yang
mengakibatkan banyak perempuan menjadi tergeser dan miskin. Banyak kaum
perempuan yang termarginalisasi akibat kebijakan ini sehingga keberadaannya
makin miskin dan tersingkir dari struktur sosialnya. Perkembangan teknologi
yang semakin pesatnya juga menyebabkan pekerjaan yang biasanya dilakukan oleh
kaum perempuan menjadi dilakukan oleh kaum laki-laki. Contohnya di bidang
pertanian, ketika panen dulunya menggunakan alat yang dinamakan ani-ani yang biasa
dipakai perempuan akan tetapi sekarang berubah menjadi sistem tebang
menggunakan sabit yang dikerjakan oleh laki-laki.
Profesi kaum perempuan yaitu sebagai pekerja konveksi, buruh pabrik, pembantu rumah tangga dinilai sebagai pekerja yang rendah sehingga berpengaruh pada pendapatan yang mereka terima.
Kaum perempuan yang bekerja di
pabrik juga rawan di PHK.Pemiskinan terhadap kaum perempuan bukan hanya ada di
tempat kerja, tetapi juga ada di lingkungan rumah, masyarakat atau kultur, dan
bahkan sampai pada tingkat negara.
3. Stereotipe
Stereotipe adalah bentuk
ketidakadilan yaitu pelabelan terhadap pihak tertentu yang selalu berakibat
merugikan pihak yang dilabelkan dan berdampak pada ketidakadilan sosial. Dengan
adanya pelabelan tersebut tentu saja akan muncul banyak stereotipe yang
diciptakan oleh masyarakat sebagai hasil hubungan sosial tentang perbedaan
lelaki dan perempuan.Banyak sekali ketidakadilan terhadap jenis kelamin
tertentu umumnya perempuan yang bersumber dari penandaan yang dilekatkan kepada
mereka. Misalnya perempuan sebagai
ibu rumah tangga dan pencari nafkah tambahan, perempuan dianggap
cengeng, suka digoda, dan
ketika perempuan senang berdandan dan berpakaian agak ketat dianggap untuk
menarik perhatian dari lawan jenis sehingga jika terjadi pelecehan seksual atau
pemerkosaan perempuanlah yang disalahkan . Apabila seorang laki-laki marah, ia dianggap tegas,
tetapi bila perempuan marah dianggap emosional.
Dalam masyarakat perempuan
mempunyai label hanya sebagai pelayan dan pencari nafkah selalu didominasi kaum
laki-laki yang selalu dianggap sebagai tulang punggung keluarga. Jika perempuan
bekerjapun hasilnyapun hanya dianggap sebagai pendapatan tambahan karena
pendapatan utama berasal dari laki-laki sebagai seorang kepala rumah tangga
meskipun gaji sang istri lebih besar dibanding suami.
Bahkan ada pekerjaan perempuan
yang dianggap asusila dan dianggap sebagai pekerjaan yang tidak bermoral
seperti mereka yang berprofesi sebagai pelayan bar atau kafe, penyanyi kafe,
industri perhotelan, tukang pijat, dan sebagainya yang sangat merugikan kaum
perempuan. Stereotipe terhadap kaum perempuan ini terjadi dimana-mana.
4.
Double Burden
atau Beban Ganda
Double Burden atau beban ganda
adalah beban pekerjaan yang diterima
salah satu jenis kelamin lebih banyak dibandingkan jenis kelamin lainnya. Umumnya perempuan mengerjakan
peranan sekaligus untuk memenuhi tuntutan pembangunan sehingga beban mereka
menjadi berlebihan.
Perempuan menerima beban ganda,
yaitu ketika perempuan bekerja ia tetap harus ingat pada tanggung jawabnya
dirumah yaitu semua pekerjaan domestik seperti memasak, mencuci, merawat anak,
dan lain-lain. Sedangkan laki-laki jika sudah bekerja ia tidak diwajibkan
mengerjakan pekerjaan di sektor domestik layaknya perempuan.
Gender dan beban kerja dapat juga
dilihat saat perempuan masuk dalam dunia kerja. Upah yang rendah tidak
sebanding dengan apa yang dikerjakan yaitu biasanya pekerjaan yang susah,
sulit, atau yang membutuhkan ketelitian atau kesabaran. Selain pendapatan dari
pekerjaannya rendah, terkadang perempuan masih harus menerima diskrimasi,
penindasan, pelecehan, stereotip seksual dan sebagainya.
Saat ini mungkin jumlah perempuan
yang bekerja di sektor publik jumlahnya sudah semakin banyak, namun beban
mereka di sektor domestik tidak berkurang. Bagi mereka yang termasuk dalam
golongan orang yang mampu secara finansial mereka dapat mempekerjakan pembantu
rumah tangga. Pembantu rumah tangga inilah yang menjadi korban dari bias gender
di masyarakat.
5. Kekerasan (Violence)
Violence artinya tindak kekerasan yang dilakukan oleh salah satu
jenis kelamin tertentu baik fisik maupun non fisik. Bentuknya bisa kekerasan fisik,
seksual, psikologis, maupun ekonomi. Kekerasan gender yang dilakukan mulai dari tingkat rumah tangga hingga
tingkat yang paling tinggi yaitu negara.
Contoh tindak
kekerasan gender antara lain : perkosaan terhadap perempuan, prostitusi atau
pelacuran, pornografi, penyiksaan organ alat kelamin, KDRT (Kekerasan Dalam
Rumah Tangga), kekerasan dalam bentuk pemaksaan sterilisasi dalam program KB,
kekerasan terselubung, dan kekerasan yang paling umum, sering terjadi, dan
dilakukan oleh masyarakat adalah berupa pelecehan seksual.
DAFTAR PUSTAKA
Ariha. “Perbedaan Gender Mengarah pada Subordinasi”, arihaz99.wordpress.com, diakses pada Minggu, 15 September 2013.
Fakih, Mansour. 1996, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Cetakan ke-1, Penerbit Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta.
Handayani, Trisakti.
2001, Konsep & Teknik Penelitian
Gender, Cetakan ke-1, Penerbit Pusat Studi Wanita dan Kemasyarakatan UMM,
Malang.
Setiadi, Elli M.
2011, Pengantar Sosiologi : Pemahaman
Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial : Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya,
Cetakan ke-2, Penerbit Kencana Prenada Media Group, Jakarta.
titanium dioxide. - TITNBI ®-VIN
BalasHapustitanium columbia titanium boots dioxide. titanium cup A iron titanium compound mens titanium rings of titanium dioxide. © TITNBI ®-VIN, LLC (2020) - All rights reserved. All rights reserved. This content is published under the laws of the black titanium wedding band United States of