BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Cokelat merupakan bahan makanan yang enak rasanya
disamping itu juga memiliki berbagai kegunaan. Cokelat adalah sebutan untuk hasil olahan makanan atau minuman
dari biji
kakao
(Theobroma cacao). Dengan bentuk, corak, dan rasa yang unik, cokelat
sering digunakan sebagai ungkapan terima kasih, simpati, atau perhatian bahkan
sebagai pernyataan cinta.
Cokelat juga telah menjadi salah satu rasa yang paling populer di dunia, selain
sebagai cokelat batangan yang paling umum dikonsumsi, cokelat juga menjadi
bahan minuman hangat dan dingin.
Istilah “kakao”
sendiri merujuk pada bahan tanaman, tanamannya, buah, dan biji, sedangkan bagi
produk yang siap dipakai istilah tersebut menjadi “cokelat”. Indonesia selain dijuluki sebagai Sang Zamrud
Khatulistiwa juga dijuluki sebagai Negara
Megabiodiversitas. Julukan ini diberikan kepada Indonesia karena para
peneliti dunia kagum akan keanekaragaman flora dan fauna yang ada termasuk
spesies purba dan spesies langka di indonesia seperti komodo, anggrek hitam dan
raflessia arnoldi. Kita tahu sendiri bahwa negara kita begitu subur dan
terkenal negara hijau juga terkenal dengan produsen kakao terbesar ketiga dunia.
Di Indonesia sendiri terdapat kota atau daerah
sebagai penghasil kakao. Saat ini Indonesia berada di urutan ketiga dibawah
Pantai Gading dan Ghana sebagai produsen kakao terbesar di dunia. Indonesia
sangat berpotensi untuk menggeser Pantai Gading dan Ghana, menjadi produsen
kakao terbesar dunia karena produksi maupun kualitas kakao Indonesia masih bisa
ditingkatkan sehingga bisa menyaingi produk kakao dari negara lain. Namun,
untuk menjadi yang pertama dibutuhkan usaha dan perjuangan mengingat produksi
kakao di Indonesia menghadapi berbagai masalah.
Permasalahan seputar produksi kakao nasional seperti
produktivitas yang pasang surut, serangan hama, permasalahan mutu, dan lain
sebagainya. Sedangkan, disamping itu kakao juga memainkan peranan penting dalam
pembangunan nasional. Untuk menaikkan pendapatan petani rakyat, sebagai
komoditi ekspor, sumber devisa negara, dan lain-lain.
Tanaman Kakao merupakan tanaman berprospek
menjanjikan. Tetapi jika faktor tanah yang semakin keras dan miskin unsur hara
terutama unsur hara mikro dan hormon alami, faktor iklim dan cuaca, faktor hama
dan penyakit tanaman, serta faktor pemeliharaan lainnya tidak diperhatikan maka
tingkat produksi dan kualitas akan rendah.
Industri kakao dalam negeripun mengalami pasang
surut dan tak lepas dari masalah. Mengingat kakao juga mudah terserang hama. Produksi
kakao sebagai bahan baku cokelat tidak stabil lantaran perubahan iklim,
ketidakstabilan politik, hama, dan penyakit sehingga potensi Indonesia untuk
menggeser Pantai Gading dan Ghana sebagai produsen kakao terbesar duniapun
menjadi semakin sulit.
Pasang surut industri kakao dapat mempengaruhi
perekonomian nasional, kehidupan para petani, dan lain sebagainya. Untuk itu,
diperlukan usaha dan peran serta dari petani kakao, pemerintah, dan masyarakat
agar niat Indonesia untuk menjadi Raja Kakao dunia dapat segera terlaksana.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
sejarah kakao serta budidayanya?
2. Apa
sajakah peranan kakao dalam pertanian Indonesia dan hubungan industrinya dengan
cita-cita pembangunan nasional?
3. Bagaimana
kondisi industri kakao Indonesia saat ini?
C. Tujuan
Penulisan
1. Menjelaskan
sejarah dan budidaya kakao.
2. Menjelaskan
peranan kakao dalam pertanian Indonesia dan hubungan industrinya dengan cita-cita
pembangunan nasional.
3. Menjelaskan
kondisi industri kakao Indonesia saat ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kakao
dan Budidayanya (Theobroma cacao L)
1. Sejarah
Kakao Dunia
Theobroma cacao
adalah nama biologi yang diberikan pada pohon kakao oleh Linnaeus dalam edisi
pertama dari buku terkenal berjudul Species
Plantarum yang terbit pada tahun
1753. Genus Theobroma serta Genera Herrania, Guazuma, dan Cola, yang
berada di Afrika, adalah anggota keluarga Sterculiasceae.
Sebetulnya, Theobroma dalam bahasa
Latin berarti “makanan dewa-dewi” (the food of the gods).
Tanaman kakao bukan merupakan tanaman “asli” yang
berasal dari bumi Indonesia. Tanaman ini berasal dari Benua Amerika pada bagian
yang mempunyai iklim tropis. Kakao
(Theobroma cacao) merupakan tumbuhan
berwujud pohon
yang berasal dari Amerika Selatan.
Dari biji
tumbuhan ini dihasilkan produk olahan yang dikenal sebagai cokelat.
Tempat alamiah dari genus Theobroma adalah di bagian bawah dari hutan dengan banyak curah
hujan (evergreen rain forest). Semua
spesies dari genus itu berada di hutan tropis di lintang belahan bumi Barat
mulai dari 18 derajat Lintang Utara sampai 15 derajat Lintang Selatan, yaitu
dari Meksiko sampai batas selatan dari hutan Amazon. Dalam habitat curah hujan
banyak, suhu yang relatif sama sepanjang tahun, tingkat kelembaban tinggi dan
teduh, dalam kondisi seperti ini Theobroma
cacao jarang berbuah dan menghasilkan
hanya sedikit biji.
Ada dua macam varietas utama tanaman kakao ini yaitu
Criollo (yang dalam bahasa Spanyol
berarti pribumi) dan Forastero (yang
dalam bahasa Spanyol berarti si pendatang atau si asing). Stahel, yang
mengadakan ekspedisi ke pedalaman Amerika Tropis tersebut menyimpulkan bahwa Criollo berasal dari Amerika Tengah
terutama di hutan belantara Nicoya (pantai sebelah Pasifik dari Costarica),
sedangkan Forastero berasal dari
Amerika Selatan yaitu di lembah perairan hulu Sungai Amazon dan Orinoco.
Pendapat terakhir mengatakan bahwa Criollo
berasal dari sisi barat Pegunungan Andes bagian utara, sedangkan Forastero berasal dari sebelah sisi
timurnya.
Kakao menggambarkan berbagai segi perjuangan hidup
manusia, baik terhadap sesama manusia maupun terhadap alam semesta. Penggunaan
kakao/cokelat pada jaman dahulu di Amerika Tengah baik untuk keperluan konsumsi
maupun alat pembayaran (mata uang) selalu tidak menguntungkan.
Sejarah kakao di masa lalu tidak dapat lepas dari
petualangan dan penjajahan bangsa Spanyol, sampai-sampai Wildlake (1963)
menyebut biji kakao sebagai “biji perkelahian” dan sangat berbeda
sifat-sifatnya dengan komoditas yang lain. Selanjutnya, Wildlake mengemukakan
bahwa unsur-unsur yang menyusun pembungkus kakao yang berwarna-warni itu
terdiri atas : penyakit tanaman, hujan, musim kering, penyelundupan, dan semua
masalah yang dihadapi petani dalam pembudidayaan tanaman tersebut.
Budidaya tanaman kakao yang tertua dilaporkan oleh
Erneholm yang menyatakan bahwa pembudidaya tanaman kakao yang tertua adalah
Suku Indian Maya bukan Suku Indian Aztec. Suku Indian Maya ini merupakan bangsa
tertua yang mempunyai peradaban tinggi, yang dahulu hidup di wilayah yang kini
disebut Guatemala, Yucatan, dan Honduras. Suku Indian Aztec setelah menaklukan
Suku Indian Maya mulai belajar dari mereka tentang pembudidayaan kakao serta cara memanfaatkan bijinya. Di lain
pihak Hunger (1913), seperti yang dikutip oleh Wirardjo Sd (1977, p.2), menulis
bahwa yang membudidayakan kakao yang paling tua adalah bangsa Tolteca yang
hidup sebelum Bangsa aztec.
2. Sejarah
Komoditi Kakao di Indonesia
Tanaman cokelat
termasuk tanaman tropis. Dikenal masyarakat Indonesia pertama kali pada tahun
1780 sebagai tanaman pekarangan dan merupakan tanaman tahunan. Semula nilai
komersialnya belum begitu diutamakan bagi penanamnya. Tapi dengan berkembangnya
zaman, di mana produk makanan dan produk lain makin banyak yang menggunakan
cokelat, akhirnya tanaman ini dibudidayakan secara besar-besaran untuk tujuan
komersial. Dan di Indonesia, dikenal ada dua sub grup tanaman cokelat yaitu
tanaman yang buahnya berwarna merah dan biji tak berwarna, termasuk grup Criollo (Theobroma cacao L), serta tanaman cokelat yang buahnya
berwarna kuning dan biji berwarna ungu, termasuk sub grup Forastero (Theobroma
leiocarpa Bern).
Kakao dianggap
diperkenalkan ke Indonesia dari Filipina pada abad XVI. Mungkin dibudidayakan
pertama kali di pulau Sulawesi lalu dikirim ke pulau Jawa. Jumlah produksi
kakao tidak menonjol sebelum “ledakan besar” dalam pertanian perkebunan pada
akhir abad XIX. Macam-macam jenis atau varietas komoditi ditanam. Kakao
merupakan salah satu komoditi yang kurang mendapat perhatian dan ditanam
sebagai pengganti kopi yang gagal karena
penyakit coffee rust leaf . Ledakan
penanaman berpusat di pulau Jawa serta sebagian dari pulau Sumatera dan
didukung oleh penelitian yang efektif.
Sejak tahun 1960
industri kakao mulai bangkit. Pertama, ada penanaman kakao fine grade yang mulai di
Jawa Timur pada tahun 1961. Seleksi ini berbuah banyak dan hama pod borer tidak kembali lagi. Produksi
bertambah sampai 4.000 – 5.000 ton. Lagipula, kakao Forastero diperkenalkan dan ditanam di perkebunan dekat Medan di
pulau Sumatera. Penanaman pertama berbuah banyak , lalu yang ditanam di tanah
yang subur menunjukkan perkembangan yang luar biasa. Produksi total di
Indonesia sudah mencapai 30.000 ton. Suatu program nasional direncanakan
berdasarkan pengalaman ini. Tanah yang subur dekat Medan tidak ditemukan di
bagian lain dari Indonesia, tetapi di negara seluas Indonesia harus ada wilayah
lain dengan tanah yang cocok untuk produksi kakao. Ada banyak kesempatan untuk
perluasan tetapi laju pertumbuhannya tergantung pada informasi yang dikumpulkan
tentang wilayah yang cocok dan keahlian yang diperlakukan untuk
mengembangkannya.
Sebagai kesimpulan,
cokelat telah dikenal di Indonesia sejak tahun 1560 tetapi baru menjadi
komoditi yang penting pada tahun 1951. Pemerintah mulai menaruh perhatian dan
mendukung industri cokelat pada tahun 1975. Hal itu terjadi setelah PTP VI
berhasil menaikkan produksi cokelat per ha dengan menggunakan bibit Upper Amazon Interclonal Hybrid, yaitu
hasil persilangan antar-klon dari Sabah. Namun demikian cokelat belum merupakan
suatu komoditi yang penting sebagai sumber devisa bagi negara maupun bagi
pendapatan petani.
Sistem
pembudidayaan petani tanaman dari petani rakyat pada tahun 1990-an berubah
sedikit sejak akhir abad XIX dan awal
abad XX di mana teknik siklus pembudidayaan pertanian untuk menyambung hidup (shifting subsistence cultivation cycles) digunakan. Dalam siklus tersebut, hutan
ditebang dan dibakar, dan lahan padi kering (ladang) dan jenis pertanian untuk
penyambung hidup lain dibudidayakan selama dua atau tiga tahun sampai bahan
gizi dihabiskan dan petani harus pindah ke tempat yang baru. Pada waktu tanaman
panenan diintrodusir, pohon-pohon ditumpangsarikan diatas apa yang sudah
ditanam. Maka semaian tradisional yang tidak ditingkatkan dari pohon yang cocok
dan yang tersedia pada akhir abad XIX dibudidayakan disamping panen pertanian
untuk penyambung hidup sesudah hutan dibersihkan. Pada saat pembudidayaan
tanaman ini berhenti , tanaman tahunan sudah cukup berkembang untuk bertahan
lama dan tumbuh sampai tahap matang, siap untuk pemungutan. Sistem ini masih
diteruskan sampai sekarang.
3. Budidaya
Kakao.
a. Sistem
Usaha Tani
1) Habitat
Tanaman
Pertumbuhan tanaman
kakao harus disesuaikan dengan lingkungan fisik tempat kakao tersebut tumbuh.
Untuk memperoleh hasil panen kakao yang optimal maka perlu diketahui habitat
tumbuh tanaman ini. Persyaratan tumbuh tanaman kakao ini dimaksudkan sebagai
keadaan lingkungan (habitat) yang dikehendaki tanaman kakao agar dapat tumbuh
dengan baik dan dapat memberikan hasil yang optimal. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan tanaman kakao adalah curah hujan, suhu udara,
kelembaban udara, intensitas sinar matahari, dan kecepatan angin.
2) Pohon
Pelindung
Pohon pelindung dapat
mengurangi sinar matahari, suhu udara, dan gerakan udara atau kecepatan angin,
serta berpengaruh terhadap kelembaban udara dan kelembaban tanah. Contoh pohon
pelindung misalnya Gliricidea, Sengon, dan
Lamtoro.
3) Pemeliharaan
Tanaman
Kegiatan rutin yang
harus dilakukan dalam kegiatan usaha pertanian adalah pemeliharaan tanaman.
Tanaman kakao merupakan tanaman yang “manja”, artinya membutuhkan pemeliharaan
yang baik dan memerlukan banyak perhatian. Kegiatan-kegiatan pemeliharaan
tanaman antara lain : pemeliharaan prasaran fisik, mengolah tanah dan
mengawetkan kesuburan tanah, sisipan/sulaman, pemuliaan tanaman, pemangkasan,
pemupukan, pengaturan peneduh dan pupuk hijau, dan pengendalian gulma.
4) Perbanyakan
Tanaman
Ada
dua cara dalam memperbanyak tanaman kakao yaitu generatif dan vegetatif. Namun
perbanyakan dengan cara generatif kurang banyak diminati, karena dengan
generatif tidak akan menghasilkan tanaman yang seragam. Sedangkan perbanyakan
tanaman dengan cara vegetatif akan menghasilkan keturunan yang mempunyai
sifat-sifat genetis yang sama dengan pohon induknya.
5)
Replanting dan Rehabilitasi
Replanting adalah
menanamkan pohon kakao muda untuk mengganti pohon kakao tua yang tidak
produktif. Rehabilitasi adalah proses memperbaiki kinerja produksi kakao
melalui perbaikan teknik budidaya dan pengelolaan pohon-pohon kakao yang sudah
berproduksi.
6)
Gulma
Pengendalian
gulma atau tanaman pengganggu amat penting dalam usaha pemeliharaan tanaman.
Cara-cara pengendalian tersebut meliputi : pencegahan, pembatasan, dan
pemberantasan.
7)
Hama
Dari
sekian banyak spesies hama hanya sekitar 2% saja yang secara ekonomis dapat
berpengaruh terhadap hasil kakao. Hama-hama yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
kakao secara ekonomis tersebut terbagi menjadi tiga kategori yaitu :
(a)
Yang benar-benar serius dan menyebabkan
kerusakan primer.
(b)
Yang penting karena menyebabkan atau
memperluas penyakit kakao.
(c)
Yang dikategorikan sebagai hama-hama
minor tetapi justru dapat bertahan sebagai hama yang potensial untuk berkembang
apabila dikenakan perlakuan dengan pestisida yang tidak sesuai.
8)
Penyakit
Beberapa
ahli patologi tumbuhan, telah mencoba menghitung kerusakan produksi kakao yang
disebabkan oleh penyakit maupun hama tanaman, khususnya tanaman kakao. Taksiran
yang dilakukan para ahli saat ini jarang terdapat. Tetapi tanpa mengabaikan
kerja keras para ahli terdahulu yang telah melakukan estimasi tersebut
menunjukkan bahwa kerusakan produksi kakao akibat penyakit kakao adalah tinggi.
b. Panen
dan Pasca-Panen
1) Perkembangan
Tanaman
Perkembangan tanaman
khususnya perkembangan buah memerlukan waktu 4-6 bulan dari pemupukan semenjak
tanaman berbunga sampai dengan buah kakao tersebut masak. Adanya variasi waktu
kematangan buah kakao ini menunjukkan bahwa jangka waktu masak buah kakao tersebut
akan berhubungan dengan suhu udara rata-rata. Buah kakao tersebut akan tumbuh
atau masak secara perlahan-lahan pada bulan dingin.
Apabila perkembangan
buah ini dilihat dari bertambah panjangnya buah kakao, maka perkembangan
tersebut mengikuti kurva sigmoid yaitu kurva pertumbuhan yang berbentuk huruf
S. Pertumbuhan tersebut ternyata lamban pada 40 hari pertama, kemudian berubah
menjadi amat cepat, dan pertambahan panjang dan diameter menjadi lebih besar
selama 75 hari. Sesudah itu perkembangan buah tersebut melambat lagi dan biji
mulai tumbuh. Pada saat biji itu tumbuh, maka lemak cokelat pun mulai
terakumulasi. Gula mulai “ditimbun” pada 30-40 hari terakhir pada proses
perkembangan buah tersebut.
2) Panen
Panen didefinisikan
sebagai kegiatan memetik buah-buah dari pohon dan memecahnya untuk memanfaatkan
biji basah yang ada didalamnya. Seperti tanaman tropika lain, kakao tidak
dipanen dalam jangka waktu yang pendek, tetapi tersebar dalam beberapa bulan.
Pembungaan dan
pemanenan buah kakao dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu suhu udara, curah hujan,
dan jenis tanaman kakao. Buah kakao yang telah masak ditandai oleh perubahan
warna : dari hijau menjadi merah kekuningan dan dari merah menjadi orange
terutama pada alur-alur buahnya.Sesudah buah kakao terkumpul, biasanya dibawa
ke suatu tempat tertentu untuk kemudian dipecah dan diambil biji cokelatnya.
3) Fermentasi
Pada dasarnya ada dua
metode fermentasi yang telah biasa dipraktekkan selama bertahun-tahun yaitu
metode fermentasi menggunakan kotak fermentasi (box fermentation) dan metode fermentasi menggunakan cara menimbun
biji kakao (heap fermentation).
Metode fermentasi amat bervariasi dari satu negara ke negara yang lain, bahkan
dari petani ke petani yang lain dalam satu daerah penghasil kakao.
Box
fermentation menggunakan bahan kayu yang kuat dengan
beberapa lubang di dasar kotak tersebut untuk memudahkan drainase lendir dan sirkulasi udara.
Sedangkan Heap fermentation, biji
kakao diletakkan di tempat yang datar atau diatas daun pisang dan kemudian
ditutup dengan daun pisang apabila timbunan tersebut dirasa cukup. Daun-daun
pisang penutup tersebut ditindih dengan papan kayu agar tidak tergeser dari
tempatnya semula.
4) Pengeringan
Proses pengeringan ini
merupakan kelanjutan tahap oksidasi pada fermentasi, dan hal ini memainkan
peranan yang cukup penting yaitu mengurangi rasa pahit dan sepet serta membuat
warna cokelat pada cokelat yang siap dikonsumsi karena berasal dari biji yang
terfermentasi dengan baik. Tujuan utama pengeringan adalah untuk mengurangi
kandungan air. Tingkat kekeringan biji mempunyai pengaruh pada aroma dan
kualitas biji.
5) Penyimpanan
Lama penyimpanan paling
baik adalah 2-3 bulan. Storage kakao
biji di daerah tropis menghadapi dua masalah utama yaitu : berkembangnya
bulukan dan penyebaran hama-hama gudang.
6) Mikroorganisme
dalam Prosesing
Mikroorganisme yang terdapat di
Indonesia yaitu (1) Bakteri : Acetobacter
Aceti (Pasteur) Beijerinck; Acetomonas
oxydans (Henneberg) Shimwell and Carr; Lactobacillus
fermenti Beijerinck. (2) Jamur : Aspergillus
glaucus, Geotrichum candidum Link ex Pers atau oidium lactis Knapp; Rhodotorula
graminis di Menna; Saccharomyces
cerevisiae Hansen; Saccharomyces
chevalieri Guillier
.
c. Mutu
dan Pengawasan Mutu.
1) Aroma
(Flavour)
Aroma yang berasal dari
dari kakao biji sangat beragam. Keragaman ini dipengaruhi oleh varietas pohon
kakao dan cara persiapan, (tahapan pasca panen) biji kakao tersebut. Pengolah
sangat memerlukan kakao biji yang dapat diproses menjadi cokelat dengan aroma
yang bagus yang disukai konsumen. Aroma merupakan kekayaan kakao biji yang
terpenting. Kekayaan ini tidak dapat didefinisikan secara jelas maupun ditaksir
secara obyektif dengan hanya menguji cokelat yang dibuat dari sampel biji.
2) Standar
Mutu Kakao Internasional
Ada standar mutu
internasional yang disebut International
Cocoa Standards yang disetujui di Paris pada tahun 1969. Standar mutu
tersebut merupakan hasil persetujuan dari serangkaian pertemuan antara produsen
dan konsumen kakao yang diselenggarakan oleh FAO (Food and Agriculture Organization). Standar tersebut memuat Model Ordinance yang memuat definisi dan
standar grade, dan Code of Practice yang menerangkan secara
rinci metode sampling dalam pengujian mutu tersebut. Definisi dari “kualitas
kakao biji yang laku di pasaran” menurut Model
Ordinance adalah sebagai berikut :
(a) Harus
terfermentasi, kering, bebas bau, bebas bau asing, dan bebas dari bukti
pemalsuan.
(b) Bebas
dari serangga hidup yang terdapat dalam kakao biji tersebut.
(c) Seragam
ukurannya, tidak ada biji pecah, fragmen dan kulit biji, dan bebas dari benda
asing lainnya.
3) Sistem
Pengawasan Mutu
Sistem pengawasan mutu
kakao yang efektif amat dibutuhkan untuk menjamin kepercayaan negara pengimpor.
Keefektifan sistem pengawasan mutu tergantung pada pemeriksaan sampel biji yang
telah dijual petani dalam kemasan yang ditentukan.
4) Purity
Purity
kakao maksudnya adalah tiadanya kontaminan dalam kakao biji, dan oleh karena
itu peraturan-peraturan nasional maupun internasional mempunyai peranan yang
amat penting dalam hal ini.
Kontaminan utama pada
kakao biji adalah adanya penggunaan pestisida tidak akan mempengaruhi aroma,
sedangkan pihak pemerintah juga yakin bahwa pestisida tersebut tidak akan
mencemarkan dan meracuni kakao biji.
5) Karakter
Fisik
Karakter-karakter fisik
ini meliputi : berat kakao biji, persentase kulit biji, kandungan lemak, dan
kadar air. Karakter fisik dimaksudkan sebagai penentu selera para pengolah,
karena menyangkut kadar lemak kakao biji yang dapat diekstrak, dan kemudahan
biji tersebut diolah.
4. Industri
Pengolahan Kakao dan Penggunaan Tenaga Kerja
a. Perkembangan
Industri Dalam Negeri
Pengembangan tanaman
kakao dalam negeri sudah dimulai sejak tahun 1969. Sedangkan industri
pengolahan kakao menjadi cokelat di Indonesia sudah berlangsung lama namun
perkembangannya belum dapat dibandingkan dengan kemajuan produksi bahan bakunya
yaitu kakao biji.
Pada umumnya,
industri-industri memproduksi dua jenis produk. Produk pertama yaitu barang
jadi, meskipun bagi kalangan industri lain masih dianggap sebagai bahan baku
atau barang setengah jadi. Barang setengah jadi ini umumnya ditujukan untuk
menyokong dan mensuplai kebutuhan industri lain.
Industri dalam negeri
biasanya hanya mengekspor produk setengah jadi saja dan tidak berupa barang
jadi. Kakao biji yang berasal dari rakyat pada umumnya tidak pernah
difermentasi. Kakao rakyat pernah dijadikan bahan baku oleh salah satu produsen
olahan kakao walaupun jumlahnya sedikit. Hal itu bertujuan agar para petani
menyadari bahwa fermentasi terhadap kakao biji adalah sangat penting. Akan
teteapi kakao rakyat pada umumnya tidak difermentasi karena petani menganggap
fermentasi tidak perlu dilakukan. Di tingkat petani, kakao biji tanpa
fermentasi pun dijual bisa laku dan dengan demikian upaya fermentasi menjadi
penghambat petani untuk segera memperoleh pendapatan tunai.
Bagaimanapun juga
perilaku petani kakao terhadap hasil kakao bijinya, tidak dapat dilihat secara
sektoral dan sebagian-sebagian. Perilaku ini mempunyai keterkaitan global
dengan seluruh aspek kehidupan sosial ekonomi dan sosial budaya petani.
Pada saat ini
industri-industri cokelat amat jarang membeli kakao rakyat. Kakao rakyat ini
ada kemungkinan dibeli oleh pabrik cokelat dalam negeri yang memproduksi
cokelat makanan mutu rendah. Mungkin juga pada waktu harga kakao biji ekspor
sedang baik, kakao rakyat tersebut dicampurkan ke dalam partai kakao biji yang
bermutu lebih baik guna menambah kuantitias dan mengurangi kerugian. Persentase
produksi kakao rakyat amat kecil bila dibanding dengan angka produksi kakao
dunia.
Salah satu usaha pemerintah
untuk meningkatkan kualitas biji kakao adalah dengan mengadakan Gerakan
Nasional Peningkatan Mutu Kakao yang dicanangkan oleh Menteri Muda Pertanian
pada tanggal 16 Juni 1990 ditujukan terutama untuk mengarahkan agar seluruh
biji kakao Indonesia difermentasikan dnegan baik, untuk menghasilkan biji kakao
yang bermutu baik dengan citarasa cokelat.
b. Penggunaan
Tenaga Kerja
Pengeluaran untuk biaya
tenaga kerja dalam proses produksi kakao ini merupakan yang terbesar dalam
struktur biaya produksi. Penghitungan tenaga kerja dalam tiap kegiatan proses
produksi tersebut adalah dengan menggunakan satuan HOK (Hari Orang Kerja) atau Man Days. Di beberapa studi kasus, ada
tahun persiapan dan dihitung sebagai tahun ke-0, dan kakao ditanam pada tahun
ke-1. Tetapi kebanyakan studi kasus yang ada menggunakan tahun ke-1 sebagai
awalnya dan tanaman kakao ditanam pada tahun ke-1 ini. Tahapan-tahapannya yaitu
: tahap establishment (pembukaan lahan hingga mapan atau siap tanam), tahap
maintenance (pemeliharaan), dan tahap rehabilitasi.
5. Keuntungan
dan Kerugian Industri Kakao di Indonesia.
a. Keuntungan
Keuntungan kakao adalah
sebagai berikut :
1) Kakao
adalah komoditi ekspor yang inelastis dimana permintaan yang naik secara pesat
tidak dapat disuplai dengan segera oleh produsen. Masih diperlukan waktu untuk
memenuhi permintaan tersebut.
2) Produksi
kakao yang efisien umumnya tidak harus mencapai ekonomi skala. Oleh karena itu
kakao sangat cocok untuk petani rakyat. Berdasarkan analisis yang dilakukan,
penyerapan tenaga kerja, persatuan nilai yang diinvestasikan cukup tinggi,
artinya dengan jumlah dana yang tertentu investasi untuk budidaya kakao akan
menyerap tenaga kerja yang lebih besar dari budidaya lainnya seperti karet,
kelapa, dan kelapa sawit.
3) Bagi
petani rakyat, kakao merupakan panen hobi yang dapat ditanam ditengah tanaman
panenan lain yang sudah ada. Maka, biaya tetap relatif tidak mahal dan biaya
tenaga kerja murah. Karena sifat usaha tani kakao yang ditanam secara lebih
rapat, apalagi dengan tanaman pelindung, maka penanaman kakao mempunyai peranan
juga di dalam pelestarian lingkungan.
4) Karena
kakao sering mengikuti siklus komoditi primer, ada baiknya kalaiu Indonesia
menanam pohon kakao pada saat harga rendah supaya pada saat pohon berbuah
secara maksimal dan produksi naik, harga kakao di pasar dunia diharapkan cukup
tinggi. Indonesia mamapu menyampaikan hasil perkebunan kakao rakyat kepada
konsumen dengan biaya yang serendah-rendahnya dan mampu mengadakan pembagian
yang adil dari keseluruhan harga yang dibayarkan oleh konsumen terakhir kepada produsen
komoditi.
5) Mengenai
permintaan dalam negeri akan kakao, semakin meningkat pendapatan penduduk
Indonesia di masa datang, semakin besar kemungkinan mengkonsumsi cokelat. Pada
saat ini, cokelat memang belum lazim dikonsumsi oleh masyarakat umum, tetapi
masih terbatas pada masyarakat golongan berpendapatan tinggi.
6) Pengembangan
kakao diarahkan untuk dapat mencapai sasaran-sasaran tertentu antara lain
adalah kesempatan kerja, pendapatan petani, ekspor, dan pemenuhan kebutuhan dalam
negeri. Untuk menaikkan pendapatan petani rakyat, meratakan pembagian
pendapatan dan kekayaan nasional (khususnya secara geografis), perlu
meningkatkan volume dan nilai ekspor mendukung program diversifikasi ekspor
supaya Indonesia tidak terlalu tergantung pada ekspor migas, dan menawarkan
produk yang dikonsumsi dalam negeri akan naik karena tingkat pendapatan terus
menerus naik.
b. Kerugian
Kerugian kakao adalah
sebagai berikut :
1) Dengan
campuran tanaman panenan pohon lain di tempat yang sama, kadang-kadang sulit
membuat penelitian yang dapat memisahkan dengan pasti sumbanagan tiap tanaman
panenan, khususnya kakao. Ada kekuranagan analisis dan penelitian mengenai
kakao pada umumnya serta pengalaman produsen kakao di luar dan di dalam
Indonesia.
2) Produksi
kakao memerlukan perencanaan yang tepat baik pada jangka panjang maupun pada
jangka pendek. Namun, satu faktor yang sangat penting, yaitu harga kakao di
pasar dunia, sulit diramalkan pada masa depan. Di dalam pasar kakao dunia juga
diterapkan standar mutu biji. Faktor-faktor pokok yang menghalangi petani
rakyat untuk berpindah menggunakan variasi pohon kakao yang lebih baik adalah
kurangnya uang tunai dan pribadi pada jangka panjang, informasi tentang pasar
yang kurang lengkap dengan minimnya jumlah kantor cabang departemen pertanian.
Maka para petani, para pengolah ekspor, serta eksportir cokelat harus bekerja
keras untuk meningkatkan efisiensi di dalam produksi, peningkatan mutu dan
peningkatan pemasaran cokelat. Penyimpanan kakao biji di daerah tropis menghadapi
dua masalah utama yaitu : berkembangnya bulukan dan penyebaran hama-hama
gudang.
3) Karena
pohon kakao membutuhkan waktu dua atau tiga tahun sebelum berbuah dan empat
sampai lima tahun untuk mencapai produksi penuh, sering dianggap bahwa
penawaran kakao adalah inelastis menurut harga pada jangka pendek. Akan tetapi,
pertimbangan ini tidak meperhatikan volume kakao yang disimpan di tangan
produsen dan dapat dilepas sebagai respons kalau harga naik.
4) Kemerosotan
harga kakao sedunia secara berkesinambungan membuat negara-negara produsennya
frustasi karena mengecilnya penghasilan secara proporsional. Memang harus
dicari penyebabnya pada negara-negara produsen sendiri. Sejak awal dekade
delapan puluhan mereka berpacu dan bersaing dalam peningkatan produksi semaksimal
mungkin dalam usaha merebut pangsa pasar sebesar-besarnya, baik dengan
intensifikasi maupun dengan ekstensifikasi. Hal ini juga berlaku di Indonesia.
Penurunan harga coklat di pasaran dunia ini disebabkan karena produksi kakao
dunia meningkat dengan cepat sedangkan sebaliknya permintaan pihak konsumen tak
banyak berubah.
5) Negara
produsen kakao yang bersaing dengan Indonesia meliputi negara yang sangat
kurang sumber devisa lain atau mengalami krisis finansial yang serius. Maka
mereka terpaksa mengekspor semaksimal mungkin baik kalau harga tinggi maupun
kalau harga rendah.
6) Kakao
mudah terserang penyakit atau hama. Tanaman coklat mempunyai beberapa penyakit
penting yang sering merupakan hambatan bagi berhasilnya pengusahaan tanaman
cokelat. Hal ini akan terjadi kalau tidak ada kontrol. Untuk mempermudah
pengendaliannya, maka pengetahuan tentang tanda-tanda serangan dan biologi dari
cendawan penting sekali. Ada dua hama dan empat jenis penyakit yang menyerang
tanaman cokelat Indonesia.
7) Dalam
berbagai kepustakan, masalah komoditi berkaitan dengan fluktuasi harga dan
penerimaan serta kecenderungan pada jangka panjang yang menunjukkan bahwa
penerimaan ekspor dari sebagian besar komoditi primer semakin lama semakin
menurun. Elastisitas harga terhadap permintaan dan penawaran adalah rendah.
B. Peranan
Kakao dalam Pertanian Indonesia serta Hubungan Industrinya dengan Cita-cita
Pembangunan Indonesia.
1. Peranan
Kakao dalam Pertanian Indonesia
Untuk
mengembangkan ekspor non-migas, komoditas pertanian yang mempunyai prospek baik
terus ditingkatkan. Salah satu yang diharapkan dapat membantu meningkatkan
devisa negara adalah cokelat. Lahan penanamannya setiap tahun terus
ditingkatkan. Sebab biji cokelat yang mengandung lemak sampai 50-60% dari berat
biji, bisa dibuat berbagai macam produk makanan. Bahkan juga bisa dimanfaatkan
untuk pembuatan sabun, parfum, obat-obatan dan bahan dasar pembuatan kosmetik.
Sayangnya, ekspor terbesar komoditi cokelat Indonesia hingga saat ini masih
dalam bentuk biji. Ekspor cokelat olahan belum begitu menggembirakan
perkembangannya.
Pengembangan
budidaya cokelat di Indonesia dilakukan dengan tujuan memanfaatkan sumber daya
alam, memenuhi konsumsi, dan sebagai penghasil devisa dengan tujuan
meningkatkan pendapatan produsen.
Sesuai
dengan gejala “demam kakao” di Malaysia, Papua Nugini, Brasilia dan
lain-lainnya, maka dalam periode 10 tahun terakhir, pengembangan perluasan
tanaman budidaya kakao di Indonesia tercatat relatif sangat cepat. Bahkan dalam
era pembangunan ini tercatat peningkatan produksinya dalam tingkat
“akselerasi”.
Hasil
perluasan tanaman kakao di Indonesia dalam 10 tahun (1974-1984) memperlihatkan
kenaikan tak kurang dari 395%, dari 16.100 ha (1974) menjadi 79.660 ha (1984).
Sedangkan produksinya meningkat sebesar 362% dari 3.400 ton di tahun 1974
menjadi 15.700 ton di tahun 1984 yang lalu.
Khusus
mengenai tanaman kakao, karena adanya sifat-sifat khusus dari budidaya
tersebut, maka dalam kebijaksanaan pengembangannya dilakukan melalui peranan
yang dapat diberikannya yaitu :
a. Komoditas
kakao merupakan komoditas yang harga persatuan bobotnya relatif mahal. Dengan
demikian komoditas tersebut sangat sesuai untuk dikembangkan pada lokasi yang
terpencil, yang transportasinya sulit, sehingga komponen biaya transportasi
merupakan komponen yang relatif kecil dalam pembentukan harga jual di tempat
eksportir.
b. Kakao
dapat ditanam sebagai campuran di bawah tanaman lainnya. Dengan demikian usaha
tani kakao akan dapat memperkuat usaha tani budidaya lainnya dan sekaligus
peningkatan manfaat dari lahan sebagai sumber daya yang dimiliki oleh petani.
c. Berdasarkan
analisis yang dilakukan, penyerapan tenaga kerja persatuan nilai yang
diinvestasikan cukup tinggi, artinya dengan jumlah dana yang tertentu investasi
untuk budidaya kakao akan menyerap tenaga kerja yang lebih besar dari budidaya
lainnya seperti karet, kelapa, dan kelapa sawit.
d. Karena
sifat usaha tani kakao yang ditanam secara lebih rapat, apalagi dengan tanaman
pelindung, maka penanaman kakao mempunyai peranan juga di dalam pelestarian
lingkungan.
2. Hubungan
antara Industri Kakao dan Cita-cita Pembangunan Indonesia.
Industri
kakao di Indonesia harus dilihat dalam konteks pembangunan nasional, khususnya
cita-citanya. Antara lain, kakao dapat memainkan peranan yang penting. Untuk
menaikkan pendapatan petani rakyat, meratakan pembagian pendapatan dan kekayaan
nasional (khususnya secara geografis), meningkatkan volume dan dan nilai ekspor
mendukung program diversifikasi ekspor supaya Indonesia tidak terlalu
tergantung pada ekspor migas, dan menawarkan produk yang konsumsinya dalam
negeri akan naik karena tingkat pendapatan terus menerus naik.
Atas
dasar pangsa pasar kakao Indonesia di pasar internasional yang sangat kecil,
sedangkan potensi pengembangan cukup besar, maka sejak tahun 1982 dicanangkan
pengembangan terutama kakao rakyat dengan skala cukup besar. Hasil yang dicapai
adalah peningkatan luas areal yang menyebar dalam usaha perkebunan rakyat.
Sehingga sekaligus turut berperan dalam upaya pemerataan, peningkatan
pendapatan dan diversifikasi usaha tani.
Pengembangan
kakao terutama ditujukan dalam rangka pemecahan berbagai maslaah nyata yang
dihadapi masyarakat petani pada suatu wilayah, seperti :
a. Memepertangguh
usaha tani kelapa yang selalu menghadapi harga rendah sehingga adanya tanaman
campuran kakao akan menambah pendapatn mereka.
b. Menangani
wilayah terpencil dengan biaya transportasi yang cukup tinggi. Sedangkan kakao
walaupun harga rendah seperti ini cukup memberikan sisa hasil yang lebih
memadai dibandingkan dengan komoditi bulk lainnya.
c. Pengembangan
kakao dilakukan dalam rangka penanganan DAS karena sifat agronomisnya dengan
jarak tanam rapat ditambah naungan relatif cukup untuk menurunkan tingkat
erosi.
d. Komoditi
kakao dapat memberikan distribusi pendapatan sepanjang tahun dan menyerap
banyak tenaga kerja.
Disamping
upaya pengembangan baru dengan pendekatan agrobisnis yang utuh, pembinaan
terhadap kakao yang sudah ada diharapkan untuk meningkatkan citra kakao
Indonesia di pasaran internasional sekurang-kurangnya meliputi dua aspek yaitu:
a. Perbaikan
mutu panen dan pasca panen di tingkat petani, terutama masalah fermentasi.
b. Berdasarkan
laporan KBRI AS, hampir seluruh partai yang ditolak FDA disebabkan adanya
infeksi serangga.
Masalah
ini penyebabnya terkait dengan masalah pergudangan dan selama pengapalan ke
negara tujuan. Atas dasar itu, maka perbaikan mutu tersebut selain dilakukan di
tingkat petani juga di tingkat pedagang dan di tingkat pengapalan.
C. Industri
Pengolahan Kakao Indonesia
1.
Ekspor Impor Kakao Indonesia
Biji kakao Indonesia
memiliki keunggulan melting point Cocoa Butter yang tinggi, serta tidak
mengandung pestisida dibanding biji kakao dari Ghana maupun Pantai
Gading. Sebagian besar kakao Indonesia diekspor dan hanya sebagian kecil
yang digunakan untuk konsumsi dalam negeri. Produk yang diekspor sebagian besar
berbentuk biji kering dan hanya sebagian kecil yang berbentuk olahan.
Produk yang diekspor sebagian besar
dalam bentuk biji kering dan hanya sebagian kecil dalam bentuk
olahan. Negara tujuan ekspor terbesar yaitu Amerika Serikat, Malaysia,
Singapura, Brasil dan Perancis. Komoditi yang diekspor dari Indonesia lebih
banyak berupa cocoa beans, whole or broken, raw or roasted untuk diolah di negara
tujuan menjadi produk cokelat olahan. Indonesia menempati urutan ke-3 sebagai negara
pengeksor kakao terbesar didunia. Volume dan nilai ekspor total kakao Indonesia
dari tahun ke tahun relatif berfluktuasi namun mempunyai
kecenderungan meningkat.
Selain sebagai
negara pengekspor kakao Indonesia juga melakukan impor kakao walaupun dalam
jumlah yang relatif kecil. Bentuk yang banyak diimpor oleh Indonesia
selama lima tahun teakhir selain biji kering adalah dalam bentuk bubuk coklat
bergula dan bubuk coklat tanpa gula. Produksi biji kakao Indonesia dipengaruhi
secara nyata oleh harga kopi sebagai komoditi alternatif dan luas lahan
pertanaman biji kakao, serta dalam jangka panjang produksi biji kakao
Indonesia responsif terhadap perubahan luaslahan pertanaman. Stok biji kakao
dunia dan produksi biji kakao Indonesia berpengaruh nyata terhadap ekspor
biji kakao Indonesia.
2. Indonesia
Siap Jadi Raja Kakao Dunia.
Kakao
merupakan bahan dasar makanan yang paling disukai orang-orang di dunia yaitu
cokelat. Indonesia sendiri sekarang berada pada peringkat ketiga sebagai
produsen kakao terbesar dunia dibawah Pantai Gading dan Ghana.
Berdasarkan
data Badan PBB untuk Pangan dan Pertanian (FAO), di tahun 2010 silam Indonesia
memproduksi 574 ribu ton kakao. Sedangkan Pantai Gading sebesar 1,6 juta ton
dan Ghana di peringkat kedua sebesar 700 ribu ton kakao. Tetapi Indonesia tetap
optimis bisa menjadi raja kakao mengalahkan Pantai Gading dan Ghana.
Indonesia
mampu jadi produsen terbesar kakao dengan cara meningkatkan produksi dan
kualitas kakao. Pemerintah juga berjanji mendukung petani kakao untuk memaksimalkan
kuantitas dan kualitas kakao. Selain itu, juga meningkatkan nilai tambah bagi
petani sehingga kakao tidak hanya dijual atau diekspor dalam bentuk biji kakao
namun juga produk olahan kakao. Minimal kakao yang dipanen terlebih dahulu
difermentasi sebelum diekspor agar harganya bisa lebih mahal jika dibandingkan
dengan ekspor kakao dalam bentuk biji.
3. Senjakala
Industri Kakao Bulk
Tahun 2013 diperkirakan
adalah tahun suram bagi industri kakao jenis bulk. Mengapa dikatakan sebagai tahun suram karena produktivitas
kakao menurun, baik secara kuantitas maupun kualitas. Hal ini membuat
harganyapun turun dan anjlok.
Sekretaris perusahaan
PT Perkebunan Nusantara XII (persero), Herry Purwanto (28 Januari 2013),
mengatakan bahwa penjualan kakao jenis edel telah membuat perusahaan
merugi Rp 1,2 miliar pada 2011. Tahun 2012, untung Rp 364 juta. Dan estimasi
laba pada 2013 sebesar Rp 1,8 miliar. Sedangkan penjualan kakao jenis bulk
pada 2011 merugi Rp 14,6 miliar. Kerugian berlanjut pada 2012 senilai Rp 5,4
miliar dan diprediksi terjadi kembali tahun ini sebesar Rp 3,5 miliar.
Jenis
kakao edel high grade tahun 2012
harganya turun dibandingkan dengan tahun 2011 dan diperkirakan tahun 2013 akan
terus menurun. Apalagi dengan kakao jenis bulk
baik yang high grade maupun low grade harganya turun. Dan
diperkirakan tahun 2013 adalah masa suram bagi kakao jenis bulk.
4. Produksi
Kakao di Lampung Mengalami Penurunan
Penurunan hasil
produksi kakao di Lampung diperkirakan akan terus merosot setiap minggunya. Tanggal
27 Mei 2013 produksi kakao Lampung anjlok 40%. Penurunan produksi kakao ini
disebabkan oleh masa panen raya kakao telah lewat. Jika saat panen raya petani
kakao bisa memanen kakao yang lumayan banyak, sedangkan setelah masa panen
lewat panenan kakao jumlahnya lebih sedikit.
Diperkirakan produksi
kakao di lampung turun 40%. Disamping itu, hasil panen raya tahun ini jika
dibandingkan dengan tahun lalu turun jumlahnya. Ini disebabkan karena musim
hujan tak kunjung datang dan kemarau panjang sehingga tanaman kakaopun telat
berbunga akhirnya turunlah produksinya.
Bukan hanya karena
musim hujan tak kunjung datang namun serangan hama dan penyakit yang menyerang
tanaman kakao. Penyakit busuk buah dan hama ulat menyerang daun dan batang
tanaman sehingga menyebabkan tanaman menjadi kering. Berdasarkan data Dinas
Perkebunan Provinsi Lampung, luas lahan kakao
pada 2010 mencapai 45.600 hektare. Lahan terluas berada di Kabupaten Tanggamus
14.057 hektare dengan produksi mencapai 7.530 ton atau produktivitas lahan
sebesar 974 kg per hektare. Produktivitas kakao
terbesar mencapai 1.301 kg per hektare di Kabupaten Tulangbawang.
5. Bea
Keluar atas Ekspor Biji Kakao
Kebijakan BK (Bea
Keluar) atas ekspor biji kakao bisa dianggap cukup berhasil. Ini dibuktikan
dengan semakin berkembangnya industri hilit di negara kita. Contohnya adalah
semakin banyak jumlah pabrik pengolahan kakao. Ada beberapa yang merupakan
pabrik baru dan ada juga beberapa yang merupakan industri yang sebelumnya
berhenti beroperasi namun kemudian kembali beroperasi.
Penerapan Bea Keluar
(BK) juga memberi peluang kepada para petani kakao agar dapat menjual produk
biji kakao, baik kepada para pedagang, eksportir, juga kepada industri
pengolahan kakao yang berada dalam negeri. Sehingga apabila banyak investor
dari luar masuk tidak perlu dirisaukan karena tidak berpengaruh pada industri
kakao yang sudah ada, karena pangsa pasar yang berbeda.
Beberapa investor asing
memproduksi kakao olahan kelas premium untuk pasar di Eropa. Sedangkan industri
kakao dalam negeri rata-rata meproduksi olahan kakao kelas menengah untuk pasar
di negara-negara berkembang. Pertumbuhan dan perkembangan industri hilir juga
ditandai dengan rencana beberapa pabrik dan investor untuk mengolah biji kakao
menjadi cocoa butter.
6. Kakao
RI Bisa Tembus Pasar Eropa.
Seperti kita ketahui
bahwa Indonesia saat ini berada di peringkat ketiga sebagai produsen kakao
terbesar di dunia. Masih berada dibawah Pantai Gading dan Ghana. Akan tetapi,
kebanyakan para pengusaha kakao Indonesia sulit sekali bisa menembus pasar
Eropa. Padahal Eropa sendiri merupakan importir kakao terbesar dan pemerintah,
pengusaha kakao, serta elemen-elemen lainnya harus segera mencari cara agar
kakao lokal bisa tembus pasar Eropa.
Kakao RI bisa saja
tembus pasar Eropa. Pemerintah Indonesia juga sudah melaksanakan negosiasi dan
rencana kerja sama dan untuk bisa tembus pasar Eropa cara yang dapat ditempuh
adalah kemitraan Indonesia-Eropa harus disegarkan, dalam mengejar tujuan
pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan pengentasan kemiskinan.
Kontrak Berjangka Kakao
diperdagangkan di Bursa Berjangka Jakarta (Jakarta Futures Exchange/JFX). 80 persen produksi biji kakao lokal pun telah
diserap seluruhnya oleh industri pengolahan kakao dalam negeri. Ini merupakan
revolusi industri bagi sang negara megabiodiversitas mengingat kakao adalah
satu-satunya komoditas yang sudah sering diekspor baik dalam bentuk setengah
jadi maupun dalam bentuk butter.
Harga kakao lokal
Indonesia naik sejak diperdagangkan di JFX. Dengan begitu pendapatan petani
kakao pun ikut naik dan harga jual pada musim panen terdekat pun menjadi pasti.
Akan tetapi, banyak pedangan kakao kita yang menggunakan harga bursa New York
dan London. Padahal mereka bukan produsen, melainkan importir sekaligus
konsumen kakao terbesar dunia. Jadi, sebaiknya para pedagang kakao kita mengacu
kepada acuan harga kakao di JFX. Peran pemerintah masih sangat dibutuhkan dalam
mengembangkan industri dalam negeri.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Tanaman
kakao bukan merupakan tanaman “asli” yang berasal dari bumi Indonesia. Tanaman
ini berasal dari Benua Amerika pada bagian yang mempunyai iklim tropis. Kakao (Theobroma cacao)
merupakan tumbuhan
berwujud pohon
yang berasal dari Amerika Selatan.
Dari biji
tumbuhan ini dihasilkan produk olahan yang dikenal sebagai cokelat.
Kakao dianggap diperkenalkan ke Indonesia dari Filipina pada abad XVI. Mungkin
dibudidayakan pertama kali di pulau Sulawesi lalu dikirim ke pulau Jawa. Jumlah
produksi kakao tidak menonjol sebelum “ledakan besar” dalam pertanian
perkebunan pada akhir abad XIX. Macam-macam jenis atau varietas komoditi
ditanam. Kakao merupakan salah satu komoditi yang kurang mendapat perhatian dan
ditanam sebagai pengganti kopi yang
gagal karena penyakit coffee rust leaf
. Ledakan penanaman berpusat di pulau Jawa serta sebagian dari pulau Sumatera
dan didukung oleh penelitian yang efektif. Budi daya kakao meliputi sistem
usaha tani, panen dan pasca panen, dan sistem pengawasan mutu.
2. Tanaman
Kakao merupakan tanaman berprospek menjanjikan. Demikian usaha tani kakao akan
dapat memperkuat usaha tani budidaya lainnya dan sekaligus peningkatan manfaat
dari lahan sebagai sumber daya yang dimiliki oleh petani. Karena sifat usaha
tani kakao yang ditanam secara lebih rapat, apalagi dengan tanaman pelindung,
maka penanaman kakao mempunyai peranan juga di dalam pelestarian lingkungan.
Industri kakao di Indonesia harus dilihat dalam konteks pembangunan nasional,
khususnya cita-citanya. Antara lain, kakao dapat memainkan peranan yang
penting. Untuk menaikkan pendapatan petani rakyat, meratakan pembagian
pendapatan dan kekayaan nasional (khususnya secara geografis), meningkatkan
volume dan dan nilai ekspor mendukung program diversifikasi ekspor supaya
Indonesia tidak terlalu tergantung pada ekspor migas, dan menawarkan produk
yang konsumsinya dalam negeri akan naik karena tingkat pendapatan terus menerus
naik.
3. Kondisi
industri kakao Indonesia saat ini sering mengalami pasang surut. Sering terjadi
produksi yang turun baik karena hama maupun faktor iklim. Namun, industri kakao
Indonesia sedang bersaing. Indonesia berada di peringkat ketiga sebagai
produsen kakao terbesar dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Indonesia siap
menjadi Raja Kakao dunia mengalahkan Pantai Gading dan Ghana. Kakao
Indonesiapun bisa tembus pasar eropa yang notabenenya adalah importir dan
pengonsumsi kakao atau coklat terbesar dunia. Kebijakan bea keluar atas ekspor
biji kakaopun dianggap meningkatkan industri hilir dan membuat pertanian kakao
menjdai semakin bergairah. Namun disamping itu semua, industri pengolahan kakao
Indonesia banyak mengalami masalah diantaranya adalah produksi yang sering
mengalami penurunan dan kurangnya kesadaran petani kakao kita untuk
menghasilkan kakao yang berkualitas dan sudah difermentasi dengan baik.
B. Saran
Untuk mencapai sasaran pengembangan kakao dan untuk
memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat perkebunan, maka
berbagai upaya yang mungkin bisa dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Pemerintah
termasuk berbagai fungsi dan tingkatannya harus berupaya untuk terciptanya
dukungan dan iklim investasi yang menggairahkan bai para pengusaha.
2. Upaya
penyediaan teknologi, disamping teknologi pertanaman juga teknologi pasca panen
sehingga diperoleh mutu hasil yang lebih baik. Selain itu juga diupayakan
terbinanya pemasaran yang memberikan bagian harga yang memadai bagi petani.
3. Berkenaan
dengan cukup pesatnya peningkatan penawaran Indonesia ke pasaran Internasional
maka pengembangan pasar perlu selalu dilakukan.
4. Karena
di masa mendatang sebagian besar tanaman kakao adalah perkebunan rakyat yang
lokasinya tersebar di seluruh nusantara, maka ancaman serangan hama dan
penyakit akan lebih besar jika dibandingkan dengan keadaan areal yang
diusahakan oleh perkebunan besar, apalagi mengingat pengetahuan petani masih
sangat kurang. Oleh karena itu, kewaspadaan dan peringatan disini serta
penanggulangan hama dan penyakit harus menjadi perhatian yang sungguh-sungguh.
Langkah-langkah
yang dapat diambil untuk memantapkan keberhasilan pengembangan usaha dalam
komoditi cokelat adalah sebagai berikut :
1. Diperlukan
strategi pemasaran yang meliputi pemasaran domestik dan internasional, baik
yang menyangkut sistem standardisasi maupun perjanjian-perjanjian
internasional.
2. Diperlukan
pengkajian secara menyeluruh dari berbagai aspek yang berkaitan dengan
pengembangan cokelat yang meliputi cokelat bulk
dan cokelat edel.
3. Perlu
dimasukkan aspek-aspek karantina internasional dan domestik serta strategi dan
organisasi perlindungan tanaman dalam perencanaan yang dibuat sehubungan dengan
usaha pengembangan cokelat, karena hamadan penyakit dapat merupakan kendala
yang serius.
Investasi
yang masih dapat ditanamkan dalam beberapa bidang disamping usaha perkebunan
adalah untuk :
1. Industri
hilir cokelat, baik dalam industri makanan, cokelat bubuk dan pasta yang
bertujuan untuk memberikan nilai tambah yang lebih tinggi, serta meningkatkan
konsumsi cokelat di dalam negeri.
2. Industri
hilir di luar makanan yang bertujuan untuk menganekaragamkan produk-produk dari
cokelat, serta mendapatkan harga yang tinggi di pasaran internasional.
Untuk
mencapai keberhasilan dalam pengembangan cokelat nasional disarankan agar
dirumuskan strategi pemasaran yang tepat secara nasional. Juga disarankan agar
tingkat pengembangan cokelat Indonesia sedikit lebih dari perkiraan tingkat
konsumsi dunia. Penyediaan bahan tanaman masih merupakan kendala utama dalam
pengembangan cokelat Indonesia. Balai Penelitian Perkebunan berkewajiban
menyediakan teknologi untuk mengatasi kendala tersebut.
Penelitian
di bidang pemuliaan tanaman perlu ditingkatkan, terutama untuk memperoleh bahan
tanaman yang resisten atau toleran, khususnya terhadap penyakit penting
disamping berpotensi untuk berproduksi tinggi. Penelitian teknologi pengolahan
hasil yang sesuai untuk tiap-tiap bentuk usaha perlu terus menerus dilakukan
dalam rangka meningkatkan mutu cokelat. Penelitian sosial ekonomi perlu segera
dimulai dan diintensifkan baik pada perusahaan perkebunan besar maupun
perkebunan rakyat, untuk meningkatkan efisiensi usaha.
DAFTAR PUSTAKA
Hardiansya, Rahmat. “Saatnya Indonesia Jadi Acuan Harga Kakao”, economy.okezone.com, diakses pada Senin, 20 Mei 2013.
Larno. “Bea keluar kakao dorong perkembangan industri”, www.antaranews.com, diakses pada Minggu, 16 Juni 2013.
Maya. “Indonesia Berrpotensi Jadi Produsen Kakao Terbesar di Dunia”, www.suaramerdeka.com, diakses pada Minggu, 16 Juni 2013.
Mulyadi, Agus. “Harga Kakao Turun”, regional.kompas.com, diakses pada Senin, 20 Mei 2013.
Nurhayati. “Industri Kakao Indonesia Bergairah Lagi”, Liputan6.com, diakses pada Minggu, 9 juni 2013.
Roesmanto, Joko.
1991, Kakao : Kajian Sosial Ekonomi,
Cetakan ke-1, Penerbit Aditya Medya, Yogyakarta.
Spiliane, James
J. 1995, Komoditi Kakao : Peranannya
dalam Perekonomian Indonesia, cetakan ke-1, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar