BATU
GANTUNG
(Legenda Kota Parapat, Sumatera Utara)
Al kisah. Pada jaman dahulu di Danau
Toba yang terkenal dengan pemandangan alamnya yang indah, hiduplah sebuah
keluarga. Mereka terdiri dari sepasang suami-istri dan anak gadisnya.
Mereka bertempat tinggal di desa
terpencil, keluarga tersebut bermata pencaharian sebagai petani. Adapun sawah
ladangnya berada di tepi danau.
Setiap hari mereka bertiga
mengerjakan ladang, bercocok tanam dan hasilnya untuk mencukupi kebutuhan.
Konon, kecantikan si gadis sangat
terkenal sehingga banyak jejaka yang ingin mendekati dan menjadikannya sebagai
kekasih. Diantara mereka yang berhasil mendekati adalah Surandu, seorang pemuda
dari desa tetangga.
Sikap dan perilaku Surandu yang
sopan dan pengertian, maka si gadis yang bernama Arum menyambut kehadirannya
dengan baik. Sehingga secara diam-diam terjanlinlah hubungan asmara yang
harmonis, tanpa setahu kedua orang tuanya.
Namun di balik itu Arum merasa
sedih, karena ia tahu bahwa kedua orang tuanya telah memilih jodoh dengan pria
lain yang ia sendiri tidak menyukainya.
Pada suatu pagi, karena ada
keperluan yang mendadak maka pak Tani memanggil anak gadisnya.
“Ayah memanggilku?” tanya gadis itu.
Pak Tani : “Benar Arum, hari ini aku
akan pergi ke desa tetangga bersama ibumu.
Untuk sementara urusan ladang
kuserahkan kepadamu, rawatlah tanaman-tanaman itu dengan baik sebagaimana yang
telah aku ajarkan. Apakah engkau merasa keberatan?”
Arum : “Tidak, tetapi seberapa lama
Ayah dan Ibu pergi ke sana?”
Pak Tani : “Apabila urusan cepat
selesai, maka tidak sampai sehari.”
Arum : “Baiklah Ayah, aku do’akan
cepat selesai.”
Beberapa saat kemudian setelah
mengemasi barang-barang yang diperlukan, suami-istri petani itupun berpamitan
kepada anaknya.
“Arum, jagalah dirimu baik-baik.
Apabila pekerjaanmu selesai, maka segeralah pulang.” pesan ibunya.
Arum : “Baik Bu.”
Pak Tani bersama istrinya pergi
berjalan kaki menuju desa tetangga dengan diantar oleh si gadis sampai di ujung
kampung.
Setelah matahari sepenggala
tingginya, Arum pergi ke ladang dengan ditemani oleh seekor anjing
kesayangannya yang diberi nama Toki.
Sesampainya di ladang gadis itu
tidak langsung bekerja, melainkan hanya berdiri. Tiba-tiba matanya
berkaca-kaca, kemudian menghampiri sebuah batu yang sebesar kerbau.
Gadis itu duduk diatasnya dan
merenung sambil menatap Danau Toba dengan pandangan kosong.
Ia berkata di dalam hati : “Ayah dan
Ibu pasti ke rumah calon besannya untuk merundingkan hari pernikahanku...Oh
Tuhan...apa yang harus hamba lakukan...?”
Ayah dan Ibu secara diam-diam telah
menjodohkan aku dengan seorang pemuda yang masih ada hubungan famili.
Sedangkan aku telah memiliki seorang
kekasih, bahkan telah berjanji untuk menjalin rumah-tangga yang bahagia.”
Gadis itu menumpahkan air matanya,
ia tidak tahu harus memilih jalan yang mana. Permasalahan yang dihadapinya
terasa rumit dan menyesak di dalam dada hingga ia jadi lupa mengerjakan ladang.
Apalagi Surandu telah memberi tahu,
bahwa dalam tempo beberapa hari ia bersama kedua orang tuanya akan datang untuk
melamarnya.
Tetapi sayang. Sebelum si gadis
sempat memberi tahu orang tuanya, sang ibu keburu menerima lamaran dari orang
lain. Arum hendak dinikahkan dengan seorang pemuda yang masih ada hubungan
famili, yakni anak dari bibinya.
Itulah yang membuat si gadis sangat
sedih. Beberapa hari selalu murung dan tidak enak makan, bahkan tidurpun terasa
sulit.
Pikirannya berkecamuk dan mencari
jalan keluar. Ia tidak berani menolak kehendak orang tua yang sangat dijunjung
tinggi, dan juga tidak sanggup apabila harus berpisah dengan pemuda pujaannya.
Dalam satu sisi Arum merasa mempunya
kewajiban untuk membahagiakan kedua orang tua dengan menunjukkan darma
baktinya. Tetapi di sisi lain ia terlanjur berjanji untuk hidup bersama dengan
sang kekasih.
Sementara si Toki yang duduk di
sebelah, menatap wajah sang majikan dengan pandangan sayu seakan ikut bersedih
dan merasakan penderitaannya.
Arum semakin bingung, ia hanya bisa
menangis dan berputus asa. Dunia seakan terasa gelap tanpa matahari.
Beberapa saat kemudian ia berdiri
dengan air mata berderai, si gadis berjalan perlahan ke arah Danau Toba seraya
berkata : “Wahai Ayah...Ibu dan kekasihku, maafkanlah ketidakberdayaanku
ini...Aku merasa tidak mampu menjalani hidup yang penuh dengan ujian dan
rintangan, aku juga tidak mampu membahagiakan Ayah dan Ibu...
Barangkali kematian adalah jalan
yang terbaik bagiku...sungguh aku tidak berdaya...!”
Arum berniat hendak mengakhiri
hidupnya, ia menuju ke sebuah tebing yang curam untuk melompat ke danau.
Si Toki, anjing yang setia itu
seperti mendapat firasat buruk sehingga ia mengikuti majikannya dari belakang
sambil menggonggong.
Karena terbawa oleh perasaan yang
kacau-balau membuat si gadis tidak memperhatikan jalan yang dilalui, sehingga
terperosok ke dalam lubang batu yang cukup besar.
Si Gadis sangat terkejut dan tanpa
sadar ia menjerit : “Tolong...Tolong!”
Ternyata lubang tersebut sangat
dalam serta tidak ada orang yang mengetahui kecelakaan itu. Sedangkan si Toki
tidak bisa berbuat apa-apa selain terus menggonggong di mulut lubang.
Gadis itu terhempas ke dasar lubang
yang jauh ke dalam dan gelap, tidak tertembus oleh sinar matahari. Ia hanya
merabah-rabah tanpa bisa melihat benda disekitarnya.
Karena sudah merasa tidak mungkin
ada yang dapat menolong, maka gadis cantik kembang desa yang dalam keadaan
putus asa itu menjadi tidak takut lagi. Bahkan ketika melihat dinding batu itu
seakan-akan bergerak kearahnya ia pun berseru : “Parapat...! Parapat
batu...parapatlah!” (Merapat...Merapatlah batu...Merapatlah!)
Arum menghendaki dinding batu itu
segera menghimpit tubuhnya dan ia akan mati di dalam lubang tanpa ada orang
yang tahu.
Sementara si Toki yang terus
menggonggong di mulut lubang sempat menarik perhatian dua orang petani yang
kebetulan lewat di sana.
+ “Anjing itu seperti milik Arum,
tetangga kita.”
-
“Benar, kenapa ia berada di tempat itu
dan terus menggonggong?”
+
“ Sebaiknya kita lihat kesana
Kedua
petani itu bergegas menghampiri si Toki dan alangkah terkejutnya mereka melihat
ada lubang batu yang cukup besar. Di kedalaman sana terdengar sayup-sayup suara
seorang wanita,
+”Aku
mengenal suara itu seperti Arum”
-
“ Ya, benar sekali.”
+
“Kenapa dia berada disana dan berteriak : Parapat, parapatlah batu?”
-
“Seperti ada sesuatu yang tidak beres,
kita harus menolongnya.”
+
“Dengan cara bagaimana, sedangkan hari sudah mulai gelap?”
Memang benar, pada saat itu matahari
telah mendekati peraduannya dan malampun mulai datang merambat.
Merasa tidak dapat menolong, maka
kedua petani itu memutuskan untuk meminta bantuan tetangga yang lain dan si
Toki ikut dibawa pulang sebagai bukti.
Pada saat yang sama kedua orang tua
Arum yang baru pulang dari desa tetangga sangat terkejut dan bingung, setelah
mengetahui anak gadisnya tidak ada di rumah sedangkan hari sudah malam.
“Kenapa Arum belum pulang juga,
padahal hari sudah malam?” tanya sang ibu.
“Mungkin masih di ladang, atau di
rumah temannya,” jawab ayahnya.
Ibu : “Perasaanku jadi tidak enak,
karena tidak biasanya Arum pulang kelewat
malam. Akhir-akhir ini anak itu kelihatan murung, seperti ada sesuatu
yang dipendam.”
Ayah : “Benar, ia jadi jarang
berbicara dan lebih banyak mengurung di dalam kamar.”
Beberapa saat kemudian sang ayah
memutuskan untuk mencari anak gadisnya.
“Tunggulah di rumah, aku akan
mencarinya di ladang.” Ujarnya.
Lelaki itu bergegas pergi, namun
baru beberapa langkah dari rumah ia berpapasan dengan kedua orang tetangganya.
Dengan perasaan tidak enak, ia
bertanya : “Apakah kalian mengetahui keberadaan anakku?”
“Benar pak, ini anjing milim Arum,”
jawabnya.
“Tapi...anakku berada dimana?”
“Arum terperosok ke dalam lubang
batu yang berada di dekat danau.”
“Kami kesulitan menolongnya,”
sahutnya yang seorang dengan bersungguh-sungguh.
Tanpa bertanya lagi, pak Tani segera
berlari untuk menolong anaknya.
Berita kecelakaan itu cepat tersiar,
sehingga membuat suasana malam di kampung menjadi gempar seketika. Para
tetangga pada keluar rumah, mereka ingin menolong bahkan sebagian telah
menyalakan obor untuk penerangan.
Para pemuda berlari mendahului
menuju tempat terjadinya kecelakaan.
“Tak lama kemudian di tepi Danau
Toba tempat gadi itu terperosok telah dikerumuni orang. Tetapi mereka sangat
bingung dan cemas, karena lubang batu terlalu gelap dan tidak dapat ditembus
oleh cahaya obor.
Orang-orang disana mendengar
sayup-sayup suara gadis itu : “Parapat...! Parapat batu...parapatlah!”
“Aruuuuum...!” teriak bu Tani sambil
menangis histeris, kemudian jatuh pingsan dan ditolong oleh beberapa orang
tetangga wanita.
Ketika tampar yang diulurkan ke
dalam lubang untuk menolong anaknya tidak tersentuh, maka pak Tani menjadi
nekat. Ia ingin menyusulnya terjun ke dalam lubang batu.
Tetapi orang-orang yang berada
disekitarnya dengan cepat meraih tubuh pak Tani.
“Jangan pak, berbahaya sekali!”
teriak salah seorang dari mereka.
Tiba-tiba terdengar suara gemuruh
yang sangat mengerikan, lubang batu itu bergerak dan menutup sendiri sehingga
orang-orang tidak berhasil menyelamatkan nyawa si gadis yang malang.
Pak Tani jatuh lemas tidak berdaya,
wajahnyapun mendadak pucat seperti kapas. Ia sangat sedih karena Arum adalah
anak satu-satunya yang sangat dibanggakan. Apalagi ia memiliki wajah yang
cantik.
Para pemuda kampung yang ingin
menjadi kekasihnya hanya bisa menggigit jari karena tidak ada lagi gadis
secantik dia.
Beberapa hari kemudian setelah
peristiwa itu, sebuah pekan raya berlangsung di sana dan tak jauh dari tempat
si gadis yang terkubur dalam lubang batu.
Penduduk dari berbagai daerah banyak
yang datang menyaksikan keberadaan pekan tersebut. Sehingga tersiarlah sebuah
berita yang cukup menggemparkan, yakni tentang peristiwa yang menimpa diri si
gadis malang putri pak Tani.
Diantara mereka juga menceritakan,
bahwa sebelum lubang batu itu menutup terdengar suara seorang gadis yang
berkata : “Parapat...! Parapat batu...parapatlah!”
Karena kata “Parapat” sering
didengung-dengungkan dengan diceritakan asal-mulanya, maka orang-orang sepakat
untuk mengenang peristiwa na’as itu.
Selanjutnya pekan raya yang
berlangsung di sana di beri nama Parapat.
Tetapi tak lama kemudian terjadilah
gempa dahsyat yang membuat kepanikan penduduk, mereka berteriak-teriak
ketakutan dan berlari ke sana ke mari menyelamatkan diri.
Sedangkan bumi terus berguncang,
bahkan semakin keras sehingga merobohnya bangunan serta rumah-rumah penduduk.
Guncangannya sangat menakutkan seakan dunia hendak kiamat, korban terus
berjatuhan di sana-sini tertimbun rumah serta pohon yang tumbang.
Tidak hanya rumah penduduk yang
menjadi korban dan rata dengan tanah, tetapi tebing-tebing yang berada di
pinggir Danau Toba ikut berguguran menimbun air.
Setelah gempa dahsyat itu berhenti,
maka yang tampak adalah sebuah pemandangan yang sangat mengerikan. Mayat
manusia dan binatang bergeletakan tidak terurus, ada yang tertimbun longsoran
tanah dan rumah.
Bau anyir darah menyengat hidung dan
berbaur menjadi satu dengan udara. Tetapi lebih dari itu ada lagi sangat
mengejutkan, yakni munculnya sebuah batu besar yang secara tiba-tiba.
Batu ajaib tersebut menyerupai tubuh
seorang gadis, keberadaannya seakan-akan menggantung pada dinding tebing.
Penduduk disana mempercayainya
sebagai penjelmaan gadis cantik yang meninggal di dalam lubang batu. Sehingga
mereka memberi nama “Batu Gantung”.
Sedangkan “Parapat” yang semula nama
sebuah pekan, kini menjadi sebuah kota kecil yang terletak di pinggir Danau
Toba. Demikianlah kisah “Batu Gantung” yang cukup terkenal di Sumatera Utara.
******************
MAKNA DAN PESAN MORAL CERITA RAKYAT
Cerita
rakyat merupakan salah satu kebudayaan nonmaterial. Kebudayaan
nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke
generasi, contoh lain, berupa dongeng, lagu dan tarian tradisional.
Indonesia
memiliki segudang legenda dan cerita rakyat salah satunya di daerah Sumatera
Utara. Tak hanya Danau Toba saja yang memiliki legenda yang menarik namun ada
salah satu kota disekitar Danau Toba yang lahir dari cerita rakyat yaitu kota
Parapat.
Parapat adalah sebuah kota kecil di
Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Kota kecil di tepi Danau Toba ini
merupakan tujuan wisata yang ramai dikunjungi oleh wisatawan dari dalam maupun
luar negeri. Selain terkenal dengan keindahan alamnya Parapat juga terkenal
dengan kisahnya yang melegenda yaitu tentang Batu Gantung.
Batu Gantung berada di tepian air
Danau Toba, arah sebelah timur laut persis dibawah jalan lintas Sumatera menuju
Kota Parapat. Bagi masyarakat Toba-Samosir batu gantung bukan lah sebuah batu
besar yang seolah–olah menggantung begitu saja pada salah satu sisi dinding
tebing di pinggiran Danau Toba. Namun ada kisah yang melegenda dibaliknya.
Kisah
tersebut yaitu kisah sedih tentang perjodohan muda – mudi suku batak kala itu
dan masih dianggap keramat sampai saat ini. Cerita tersebut memiliki beberapa
makna atau pesan moral. Pertama,
dampak/akibat buruk dari sifat putus asa atau mudah patah semangat. Sifat
tersebut tercermin pada perilaku Arum yang tanpa berpikir panjang dan tanpa
merundingkannya dengan kedua orang tuanya, ia hendak mengakhiri hidupnya dengan melompat ke Danau Toba
yang bertebing curam, namun ia justru terperosok ke dalam lubang batu dan seluruh tubuhnya masuk ke dalam lobang
sempit tersebut. Ternyata ia tidak bisa menggerakkan badannya sedikit pun.
Lubang batu tersebut akhirnya menghimpitnya Tak ada seorangpun
yang dapat menolongnya.
Kedua, bunuh
diri berarti tidak yakin dan tidak percaya kepada Tuhan. Terlalu larut dalam
masalah yang sebenarnya dapat diselesaikan atau dimusyawarahkan sehingga
mengambil jalan pintas. Padahal bunuh diri itu bukanlah solusi masalah, namun
menambah masalah.
Ketiga,
tindakan mengakhiri hidup berarti kurang percaya diri yaitu kurang percaya kepada
dirinya sendiri dalam menyelesaikan suatu masalah. Ia tidak percaya bahwa dia
mampu dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah dengan akal sehatnya. Itulah
yang dilakukan Arum yang terlalu larut dalam masalah dan kebimbangannya. Di
satu sisi ia harus patuh kepada kedua orang tuanya dan membahagiakannya, di
satu sisi ia tidak ingin berpisah dengan sang kekasihnya.
Keempat,
tidak semangat dalam menghadapi masalah. Tak semangat adalah saudara dari putus
asa, bedanya adalah semangat itu penggeraknya dan asa adalah dasarnya. Asa yang
kuat, jika tak ada semangat tidak akan berjalan maksimal, bila semangatnya yang
kuat tetapi mudah putus asa, sama saja hasilnya tidak akan ada. Oleh karena
itu, asa dan semangat harus sama-sama melekat.
Kisah
Batu Gantung tersebut terkenal dan kata parapat dijadikan nama dari sebuah kota
kecil yaitu kota Parapat yang sekarang menjadi objek wisata dengan keindahan
alamnya yang eksotis.
Dan
Batu Gantung yang menurut masyarakat merupakan penjelmaan dari gadis cantik
yang terperosok dalam lubang batu yang seolah-olah menggantung pada dinding
tebing merupakan salah satu pemandangan yang menarik. Bukan hanya dilihat dari
bentuk fisiknya saja namun secara historis juga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar