BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Komisi Pemberantasan Korupsi , atau
disingkat KPK adalah komisi di Indonesia yang dibentuk pada tahun 2003 untuk
mengatasi, menanggulangi dan memberantas korupsi di Indonesia. Komisi ini
didirikan berdasarkan kepada UU RI Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pada periode 2006-2011 KPK dipimpin
bersama oleh 4 orang wakil ketuanya, yakni Chandra Marta Hamzah, Bibit Samad
Rianto, Mochamad Jasin, dan Hayono Umar, setelah Perpu plt. KPK ditolak oleh
DPR. Pada 25 November 2010, M. Busyro Muqoddas terpilih menjadi ketua KPK
setelah melalui proses pemungutan suara oleh DPR. Dilanjutkan lagi oleh Abraham
Samad sejak 2011.
Lahir, tumbuh, dan berkembangnya Polri
tidak lepas dari sejarah perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Dalam
perkembangan paling akhir dalam kepolisian yang semakin modern dan global,
Polri bukan hanya mengurusi keamanan dan ketertiban di dalam negeri, akan
tetapi juga terlibat dalam masalah-masalah keamanan dan ketertiban regional
maupun internasional.
Diakui atau tidak, Negara kita ini
memang tempat bersarangnya para koruptor. Berbagai kasus korupsi yang besar
banyak yang tidak berhasil digiring ke meja hijau. Biasanya kasus-kasus korupsi
yang besar itu hilang begitu saja. Kalaupun ada beberapa kasus yang berhasil
digiring ke meja hijau biasanya memperoleh hukuman yang tidak sesuai dengan
kejahatan yang dilakukan.
Dua lembaga penegak hukum tersebut yakni
KPK dan Polri sangat sering bersitegang. Tentunya dalam bidang penanganan
korupsi. Yang ini sudah kesekian kali KPK Vs Polri bersitegang dan kesekian
kali pula presiden harus menertibkan keduanya khusunya Polri. Yang paling
mencolok untuk saat ini, sepertinya Polri tidak terima kantornya diacak-acak
KPK dan melancarkan balas dendam dengan mencari apa yang dibuat agar Polri juga
bisa mengacak-acak kantor KPK. Ketemulah kasus yang sudah berumur 8 tahun lalu
yang melibatkan Kompol Novel Baswedan didalamnya. Sedangkan Kompol Novel
Baswedan saat ini adalah salah satu penyidik KPK. Aneh bin ajaib jika harus
membuka kasus 8 tahun yang lalu dan penangkapannya seperti akan menangkap
teroris di gedung KPK.
KPK dan Polri adalah dua lembaga penegak
hukum sudah seharusnya meningkatkan sinergi serta koordinasi dalam
pemberantasan korupsi. Akan tetapi perseteruan diantara keduanya semakin meluas
dan tak kunjung berakhir.Untuk itulah disusun makalah analisi kasus perang KPK
vs Polri untuk memberikan gambaran serta analisis mengenai kasus tersebut.
B. Rumusan
Masalah
Adapun masalah yang akan dibahas dalam makalah ini
adalah :
a.
Apa yang menyebabkan
terjadinya perang antara dua lembaga penegak hukum yaitu KPK dan Polri kembali
pecah?
b.
Apa reaksi dan
tanggapan masyarakat mengenai kasus KPK Vs Polri tersebut?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Perang
KPK Vs Polri kembali pecah
Suasana tegang terjadi di kantor
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jalan HR Rasuna Said, Jakarta, Jum’at
malam, 5 Oktober 2012. Sekitar pukul 20.00 WIB, belasan polisi mendatangi
kantor lembaga anti korupsi dan disebut-sebut hendak menjemput paksa salah
seorang penyidik terbaik KPK, Komisaris Pol. Novel Baswedan.
Sepertinya Polri tidak terima kantornya
diacak-acak KPK dan melancarkan balas dendam dengan mencari apa yang dibuat
agar Polri juga bisa mengacak-acak kantor KPK. Ketemulah kasus yang sudah
berumur 8 tahun lalu yang melibatkan Kompol Novel Baswedan didalamnya.
Sedangkan Kompol Novel Baswedan saat ini adalah salah satu penyidik KPK. Aneh
bin ajaib jika harus membuka kasus 8 tahun yang lalu dan penangkapannya seperti
akan menangkap teroris di gedung KPK.
Kompol Novel Baswedan ingin ditangkap
karena diduga terlibat dalam kasus penganiayaan yang menyebabkan seorang
tahanan di Bengkulu tewas. Kompol Novel memang pernah bertugas di di Bengkulu 8
tahun yang lalu. Sikap tegas Polri dalam memeriksa anggotanya yang terlibat
dalam masalah hokum patut diacungi jempol. Persoalannya mengapa kasus yang
sudah lewat 8 tahun yang lalu itu dibongkar kembali sementara keluarga korban
tidak pernah minta agar kasus ini diusut kembali.
Banyak pensiunan Polri yang menganggap
cara ini sebagai cara kampungan dan dari kacamata orang awam bahwa cara ini
hanya balas dendam. Tetapi seperti diberitakan banyak pemberita, Polisi yang
menggerebek KPK harus gigit jari karena tidak punya akses lift yang mengantar
mereka ke kantor Kompol Novel Baswedan.
Kompol Novel merupakan salah satu
penyidik di KPK. Sepak terjang sang penyidik memang cukup mengesankan dalam
menjalankan tugasnya. Novel Baswedan merupakan salah satu penyidik dengan
kategori par excellence alias terbaik dijajarannya. Novel yang berpangkat
komisaris polisi ini hamper selalu menjadi andalan KPK ketika menangani
kasus-kasus besar.
Dalam kasus korupsi pengadaan simulator
berkendara di Korps Lalu Lintas Kepolisian Republik Indonesia, Novel merupakan salah
satu pimpinan satuan tugasnya. Biasanya KPK selalu membentuk satuan tugas yang
terdiri dari beberapa penyidik setiap kali menangani sebuah kasus korupsi.
Nama Novel sebenarnya tidak begitu
asing,setidaknya bagi para majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang
pernah beberapa kali akrab dengan namanya. Para kuasa hokum perkara yang
ditangani KPK pernah meminta penyidik dihadirkan, dan Novel setidaknya 2 kali
hadir.
Novel juga beberapa kali terlibat dalam
upaya penggeledahan atau tangkap tangan. Dia merupakan penyidik yang
terlibat dalam penangkapan bupati Buol Amran Batalipu, yang mana proses operasi
itu diwarnai dengan penghadangan oleh puluhan pendukung Amran. Novel yang saat
itu mengendarai motor untuk melakukan pengejaran, bahkan sempat akan ditabrak
oleh romobongan Amran. Beruntung dia bisa menghindar, sedangkan motornya
ringsek.
Tak hanya itu, Novel adalah penyidik KPK
yang dengan keras menghadang upaya penghentian penggeledahan KPK di markas
Korlantas bulan Juli lalu. Ketika itu Novel menunjukkan surat perintah
pengadilan yang dimiliki KPK untuk menggeledah markas Korlantas, ketika ada
petugas kepolisian dengan pangkat yang jauh lebih tinggi darinya yang sempat
mempertanyakan izin KPK menggeledah. Ketika itu Novel menunjukkan surat
perintah pengadilan yang dimiliki KPK untuk menggeledah markas Korlantas.
Perdebatan pun terjadi. Ada informasi yang menyebutkan sejak itu, nama Novel
masuk dalam daftar incaran.
Pada Jumat (05/10), Novel adalah salah satu penyidik KPK yang melakukan
pemeriksaan langsung kepada Irjen Djoko Susilo, tersangka kasus Simulator SIM.
Seorang perwira menengah berpangkat Kompol memeriksa jenderal aktif bintang
dua. Atas adegan inilah, hubungan KPK – Polri kembali retak.
Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengakui,
Novel adalah salah satu penyidik dengan kategori par excellence yang dimiliki
KPK. Suatu saat Johan pernah mengungkapkan kepada sejumlah media, ingin
mempublikasikan sosok Novel karena kemampuannya sebagai penyidik yang selalu
diandalkan KPK dalam menuntaskan kasus korupsi skala besar. Novel kini tengah
menghadapi ancaman penangkapan dari instansi asalnya. Dia dituduh terlibat
kasus penganiayaan berat semasa bertugas sebagai polisi di Bengkulu delapan
tahun yang lalu.
B. Mengapa
Kasus Novel Diungkap Kembali Setelah 8 tahun
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Bengkulu,
Komisaris Besar Dedy Irianto mengatakan Novel terlibat kasus penganiayaan berat
yang menyebabkan kematian pencuri sarang burung walet di Bengkulu tahun 2004.
Novel diduga kuat menjadi oknum yang melakukan penembakan langsung enam pencuri sarang burung walet di Pantai
Panjang, Bengkulu. Saat itu Novel masih berpangkat Iptu yang menjabat Kepala
Satuan Reserse Kriminal Polda Bengkulu.
Kasus
tersebut terjadi pada tahun 2004, namun mengapa tiba-tiba polisi mengusut
kembali tahun 2012 setelah 8 tahun berlalu? Dedy menjawab kasus tersebut
terungkap kembali setelah adanya pelaporan dari korban tembak tersebut. Salah
satu korban memperlihatkan bukti peluru yang tertanam di kakinya.
"Ada
laporan keberatan dari masyarakat. Kapan saja bisa kami proses sepanjang belum
kadaluarsa," terang Dedy di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Sabtu
(6/10/2012).
Kepala
Badan Reserse Kriminal Polri (Kabareskrim), Komisaris Jenderal Sutarman pun
memberikan alasan yang sama. Menurutnya ada korban tahun 2004, yang pada tahun
ini menjalani operasi. Bertahun-tahun, korban tersebut membiarkan peluru
bersarang di kakinya. "Karena sakit itu, dia lapor ke Polda kembali,
sehingga kasus ini diungkap kembali," kata Sutarman.
Delapan
tahun, waktu yang terbilang cukup lama. Dedy menjawab pihaknya memiliki
tanggung jawab atas penuntasan kasus tersebut sehingga kembali diusut atas
desakan dan laporan masyarakat serta korban. Di lain pihak, Novel juga
diketahui telah menjalani sidang disiplin dan kode etik. Anehnya, dalam kasus
penembakan, Novel justru tak langsung menjalani jeratan tindak pidana umum.
Menurut KPK, kasus Novel sudah selesai pada 2004 sebab hal itu bukan
dilakukan olehnya, melainkan oleh anggotanya.
"Dia
sudah diproses dari aspek disiplin. Di Polri bisa kena tiga hukum, kena
disiplin, etika profesi kepolisian dan pidananya. Harus diterapkan
tiga-tiganya, jadi lebih berat," terang Sutarman. "Masyarakat juga
bisa mengontrol, mengoreksi penyidik Polda Bengkulu. Kalau salah saya juga akan
bertanggung jawab," lanjut Sutarman.
Sementara,
alasan Dedy lainnya, pada tahun 2004 dirinya belum menjabat sebagai Direskrimum
Polda Bengkulu sehingga tidak terlalu mengetahui perjalanan kasus tersebut
sebelumnya. Dimungkinkan, pimpinan Polda Bengkulu saat itu menganggap kasus
tersebut sudah selesai.
Dedy
menyebut, saat ini polisi telah memiliki barang bukti berupa pistol dan peluru
yang diduga kuat digunakan oleh Novel. Hal lain adalah, selama 8 tahun
tersebut, Novel yang dulu berpangkat Iptu dan telah menjalani sidang disiplin
karena perbuatannya tahun 2004, dan telah naik pangkat menjadi Komisaris Polisi
(Kompol).
Menurut
Sutarman, ada catatan yang tertinggal dari Novel, dan itu merupakan masalah
administrasi. Catatan karir di kepolisian, dijelaskan Sutarman merupakan
pembinaan personil di masing-masing Divisi Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada
di daerah. "Saya rasa catatan ini ada yang tertinggal. Kemudian terkait
teknis, kadang teman di daerah, begitu ada di sini (Jakarta), langsung memonitor.
Langsung melakukan langkah penyidikan," paparnya.
Terdapat kejanggalan atas kasus yang menimpa Novel.
Kejanggalan pertama menyangkut tidak adanya uji forensik pasca-penembakan yang
dilakukan Novel sebagaimana dituduhkan Polri. Uji forensik tersebut justru
dilakukan delapan tahun setelah kasus tersebut. Uji forensik semestinya
dilakukan setelah kasus tersebut terjadi. Namun, polisi baru melakukannya
dengan cara membeberkan foto korban.
Kejanggalan
kedua menyangkut barang bukti yang tidak mencukupi dan terkesan dipaksakan. Hal
itu terkait adanya bantahan dari salah satu keluarga korban bahwa mereka tidak
pernah melaporkan tindak lanjut kasus tersebut ke polisi dan menyatakan bahwa
keluarga korban telah ikhlas.
Kejanggalan
lainnya adalah proses hukum yang telah dijalani oleh Novel secara wajar dan
dapat membuktikan dirinya tidak terlibat. Setelah peristiwa tersebut, Novel
justru mendapat promosi kenaikan pangkat dan menjadi anggota Polri terpilih
yang menjadi penyidik KPK. Hal tersebut adalah kebanggaan tersendiri karena
tidak semua perwira Polri dapat memperoleh kesempatan itu.
Dari
hasil penyidikan terhadap Novel, penyidik Polda Bengkulu terbang ke Jakarta, tepatnya ke gedung KPK, Kuningan,
Jakarta Selatan, Jumat malam. Dedy hadir bersama tiga penyidik lain, ditemani
tiga anggota Polda Metro Jaya. Dengan alasan etika kelembagaan, Dedy
menyambangi KPK untuk melakukan koordinasi akan melakukan penangkapan terhadap Novel. Namun dikatakan
seorang penyidik KPK, Novel sedang tidak berada di tempat.
Mengapa
Novel berencana ditangkap di KPK? Dedy beralasan, meski telah membawa surat
perintah penangkapan resmi, saat itu pihaknya mendatangi KPK untuk melakukan
koordinasi terlebih dahulu. Sutarman pun mengatakan hal yang sama. "Jadi
yang terjadi malam itu sifatnya koordinasi, belum mau menangkap. Kalau mau
menangkap sebentar juga bisa ditangkap. Syukur-syukur langsung diserahkan, tapi
ternyata ribut, seolah-olah yang saya katakan tadi, membenturkan," terang
Sutarman.
Alasan
Polri mengungkap kasus Novel dianggap berbagai pihak cukup janggal. Kedatangan
penyidik Polda Bengkulu secara mendadak pun menuai sejumlah pertanyaan.
Peristiwa itu banyak dikaitkan oleh kasus dugaan simulator SIM di Korps Lalu
Lintas Polri tahun 2011.
Novel
diketahui menjadi kepala satuan tugas penanganan kasus korupsi pengadaan
alat simulasi roda dua dan roda empat di Korps Lalu Lintas (Korlantas) itu. Tak
hanya itu, kedatangan petugas Polda Bengkulu juga bersamaan dengan jadwal
pemeriksaan terdangka kasus simulator, Inspektur Jenderal Djoko Susilo di KPK
Jumat pagi hingga sore.
Namun
semua keterkaitan hal itu dibantah oleh Polri. Menurut pihak kepolisian, upaya
penangkapan Novel murni operasi penegakan hukum dalam kasus pidana.
C. Penangkapan Novel Membuat Citra Polisi
Semakin Buruk
Kejadian
pengepungan gedung KPK, Jumat (5/10/2012) malam, memperlihatkan polisi arogan
dalam penanganan kasus penyidik KPK Komisaris Novel Baswedan. Upaya menjemput
paksa salah satu penyidik kasus dugaan korupsi Inspektur Jenderal Djoko Susilo
ini semakin memperpuruk citra kepolisian di mata publik.
Berangkat
dari hal itu, anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Demokrat Didi Irawadi
Syamsuddin menyatakan, sudah saatnya Kepala Polri Jenderal Timur Pradopo
menyerahkan seluruh penanganan kasus dugaan korupsi simulator di Korps Lalu
Lintas kepada KPK.
"Tidak
ada jalan lain agar tidak timbul spekulasi yang kian negatif sejak merebaknya
kasus Korlantas, maka alangkah eloknya jika Polri dengan lapang dada rela
menyerahkan kasus tersebut sepenuhnya kepada KPK," kata Didi, Sabtu
(6/10/2012).
Menurut
Didi, pengusutan kasus Korlantas adalah momentum yang baik bagi Polri untuk
memulai sejarah pembersihan diri. Justru Polri tidak perlu takut apabila pada
akhirnya kasus ini disinyalir akan merembet ke mana-mana, termasuk jika ada
pejabat tinggi polri lainnya yang disinyalir terlibat.
"Jangan
sampai di mata publik ada kesan diskriminatif, bahwa polisi terkesan untouchable
di hadapan hukum, polisi terkesan istimewa atau tidak equal di hadapan
hukum," katanya.
"Inilah
momentum yang baik demi pemulihan citra dan merebut kembali kepercayaan publik
terhadap Polri. Saya percaya masih jauh lebih banyak polisi yang baik. Jangan
gara-gara segelintir oknum polisi korup, rusak seluruh nama baik korps
bhayangkara," tegasnya.
D. Kapolri
Harus Jelaskan Kejanggalan Kasus Novel
Kepala Polri Jenderal (Pol) Timur
Pradopo harus menjelaskan kepada publik berbagai kejanggalan dalam kasus yang
dituduhkan kepada anggota Polri yang bertugas di Komisi Pemberantasan Korupsi,
Komisaris Novel Baswedan. Langkah itu untuk mengklarifikasi penilaian adanya
upaya kriminalisasi terhadap KPK.
"Jika tidak dapat menjelaskan
secara logis, maka jangan salahkan apabila publik beranggapan apa yang
dilakukan oleh Polri adalah bentuk kriminalisasi terhadap anggota KPK dan
bentuk balasan bagi KPK," kata anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat,
Indra, Sabtu (6/10/2012) di Jakarta.
Indra menilai alasan yang dipakai
Kepolisian Polda Bengkulu terkait kasus Novel mengherankan dan menimbulkan
banyak pertanyaan. Kasus itu sudah terjadi delapan tahun lalu ketika Novel
menjabat Kepala Satuan reserse Kriminal Polda Bengkulu, tetapi baru
dipersoalkan saat ini.
Kejanggalan itu semakin kuat karena
upaya penangkapan terjadi ketika Novel tengah menangani kasus dugaan korupsi
proyek simulator di Korps Lalu Lintas Polri. Novel juga ikut menggeledah markas
Korlantas Polri akhir Juli lalu. Novel bahkan ikut memeriksa tersangka
Inspektur Jenderal Djoko Susilo.
"Lalu bagaimana dengan
kesimpulan sidang etik Polri delapan tahun silam yang menyatakan Novel bukan
pelakunya? Dan sebagai bentuk pertanggungjawaban seorang atasan terhadap
perbuatan anak buahnya, Novel hanya mendapat teguran keras. Apakah sidang etik
itu rekayasa atau memang atas dasar fakta?" kata Indra.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera
itu menambahkan, apabila benar ada upaya kriminalisasi terhadap unsur-unsur
KPK, tentu sangat disayangkan. Ia berpendapat bahwa para penegak hukum
seharusnya saling membantu dan bekerja sama dalam penegakan hukum. "Polri
tidak boleh saling menjatuhkan dan mencari-cari kesalahan yang
dipaksakan," ujar Indra.
Kepolisian menuduh Novel melakukan
penganiayaan berat terhadap enam orang pencuri sarang burung walet di Bengkulu
pada 2004. Sebaliknya, pimpinan KPK menyebut apa yang dilakukan terhadap Novel
merupakan upaya kriminalisasi.
E. Presiden
Tak Akan Intervensi Masalah KPK-Polri
Menteri
Koordintanor Politik, Hukum dan Kemanan Djoko Suyanto menegaskan, Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono tidak akan mengintervensi masalah yang terjadi antara
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
Permasalahan yang terjadi antara kedua lembaga penegak hukum tersebut,
menurutnya, dapat diselesaikan tanpa campur tangan Presiden.
"Presiden
tidak akan melakukan intervensi secara langsung di ranah hukum. Tidak boleh
sedikit-sedikit diambil alih Presiden. Pasti Presiden memiliki intuisi yang
tepat," kata Djoko, di Kementerian Politik, Hukum dan Keamanan, Jakarta,
Senin (8/10/2012).
Djoko
mengatakan, jika Presiden masuk untuk meyelesaikan masalah KPK dan Polri,
masyarakat akan beranggapan Presiden mengintervensi proses hukum. Hal tersebut,
menurutnya, harus dihindari. Sebab, komunikasi antara Pimpinan KPK dan Polri
seyogianya dapat menyelesaikan polemik di antara kedua institusi itu.
"Komunikasi
tentunya dalam mencari solusi. Mereka (Pimpinan Polri dan KPK) harus
menyelesaikan sendiri sesuai ketentuan undang-undang. Pasti ada solusi selagi
mau berkomunikasi,"tambahnya.
Djoko
mengaku optimistis solusi atas konflik kedua lembaga akan selesai. Ia
mengatakan, KPK dan Polri harus menemukan rumusan pemecahan masalah yang pas,
antara penanganan peyidikan perkara dugaan korupsi simulator SIM Korlantas,
penarikan dua puluh penyidik, dan upaya penangkapan Kompol Novel Baswedan.
"Sebagai
pejabat negara harus dipecahkan bersama. Mereka sudah cukup dewasa
menyelesaikan masalah ini," kata Djoko
F. Masyarakat
dan Semesta Rakyat Bela KPK
Upaya pelemahan terhadap Komisi
Pemberantasan Korupsi terus terjadi. Jumat (5/10), sejumlah perwira polisi
berusaha menjemput paksa para penyidik Polri yang bertugas di KPK. Semalam,
masyarakat dan tokoh masyarakat mendatangi KPK untuk mendukung lembaga itu.
Sekitar pukul 21.30, sejumlah
perwira polisi berpakaian preman mulai masuk ke lobi Gedung KPK. Hal itu
terjadi tidak lama setelah penyidik KPK memeriksa tersangka kasus dugaan
korupsi pengadaan simulator berkendara di Korps Lalu Lintas Polri, Inspektur
Jenderal Djoko Susilo.
Hingga pukul 23.20, para perwira
polisi yang mendatangi hendak menjemput paksa penyidik masih tetap tertahan di
lobi. Mereka masih belum diizinkan naik ke tempat berkantornya penyidik KPK di
lantai delapan gedung KPK.
Saat ini memang ada 20 penyidik
Polri yang habis masa tugasnya di KPK. ”Dari 20 penyidik Polri di KPK yang
selesai masa tugasnya, KPK baru mengirim surat untuk menghadapkan sebanyak 15
penyidik ke Polri. Yang lima belum,” kata Kepala Bagian Penerangan Masyarakat
Polri Komisaris Besar Agus Rianto, Jumat siang.
Menanggapi upaya jemput paksa
penyidik Polri itu, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan, apabila ada
yang tidak berkenan dengan tindakan KPK memberantas korupsi, selesaikan secara
hukum. ”Kami perlu mengingatkan siapa pun, apalagi penegak hukum. Selesaikan
masalah dengan hukum, tidak dengan melawan hukum, apalagi cara yang potensial
disebut teror. Cukup sudah pengalaman menyakitkan masa lalu dan jangan ulangi
lagi itu,” kata Bambang.
Suasana di Gedung KPK tadi malam
memang menegangkan. Sejumlah aparat kepolisian terlihat berada di sekitar
Gedung KPK. Mereka antara lain terdiri dari perwira polisi dari Polda Metro
Jaya. Terlihat pula polisi berpakaian provos. Petugas pengamanan dalam KPK
tidak bisa berbuat banyak ketika sejumlah polisi berpakaian preman menyatakan
hendak masuk ke Gedung KPK.
Semalam, sejumlah masyarakat dan
sejumlah tokoh masyarakat datang dan membuat pagar betis di depan gedung KPK.
Mereka antara lain Usman Hamid, Anies Baswedan, Fadjroel Rachman, Taufik
Basari, dan Saldi Isra, termasuk Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana.
Semua pegawai KPK yang telah pulang ke rumah juga kembali ke kantornya.
Upaya jemput paksa penyidik masih
berlangsung alot. Juga ada anggota DPR yang hadir, yaitu Martin Hutabarat dari
Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Suasananya masih menegangkan
karena sejumlah polisi masih berada di sekitar gedung.
Sejak siang, pimpinan KPK yang
berada di Jakarta hanya dua orang, yakni Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas dan
Zulkarnain. Ketua KPK Abraham Samad, sejak Jumat pagi, melayat ke Makassar
karena kerabatnya meninggal. Sementara Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto sejak
Kamis berada di Samarinda. Hingga pukul 21.00 hanya Zulkarnain, pemimpin KPK,
yang masih berada di KPK karena Busyro berangkat ke Yogyakarta sore harinya.
Bambang baru sampai di kantor KPK sekitar pukul 22.00.
Busyro mengatakan tak bisa kembali
ke Jakarta karena tak ada pesawat malam dari Yogyakarta. Sementara Abraham
dikabarkan langsung bertolak dari Makassar menuju Jakarta.
Secara terpisah, Menteri Koordinator
Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto mengatakan, tidak ada perintah dari
Kepala Polri Jenderal (Pol) Timur Pradopo untuk menjemput paksa penyidik Polri
di KPK. ”Saya sudah cek, enggak ada itu,” kata Djoko setelah menghubungi Timur,
Jumat malam.
Brigjen (Pol) Boy Rafli Amar
mengatakan, memang ada upaya penangkapan terhadap Komisaris Novel, salah satu
penyidik Polri yang ditempatkan di KPK. Penangkapan itu terkait kasus lama,
yaitu pada tahun 2004. Novel diduga melakukan penganiayaan berat terhadap
pencuri sarang burung walet. Saat ditanyakan kenapa kasus lama baru ditangani
sekarang, Boy mengatakan, korbannya baru melapor sebulan lalu.
Novel merupakan penyidik andalan di
KPK. Ia termasuk yang berani menghadapi polisi saat dihadang dalam
penggeledahan di Korlantas.
Pengamat kepolisian Bambang Widodo
Umar menyatakan, tindakan Polri yang menjemput paksa penyidiknya yang bertahan
di KPK adalah keliru. Hal itu karena Polri bukan militer lagi, tetapi
organisasi sipil yang tunduk pada hukum sipil, yang dalam hal ini Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
”Kalau penyidiknya bertahan di KPK,
itu bukan kejahatan (tindak pidana) yang bisa dijemput paksa. Kalaupun mereka
salah, mereka hanya melanggar masalah administratif,” kata Bambang.
Ia menegaskan, Polri harus bertindak
sesuai dengan undang-undang dan tidak boleh sewenang-wenang terhadap
anggotanya. ”Polri bukan militer sehingga tidak tepat jika mereka memperlakukan
anggotanya seperti militer,” katanya.
Di Gresik, Ketua Umum PP
Muhammadiyah Din Syamsuddin menilai, upaya pelemahan KPK akan berhadapan
langsung dengan masyarakat. Ia meminta sejumlah pihak tak bermain-main dengan
upaya pelemahan KPK.
”KPK harus dipertahankan, dan jika
perlu ditingkatkan kinerjanya dalam pemberantasan korupsi,” ujar Din seusai
membuka Pelatihan Nasional Kader Ahli Hisab Muhammadiyah di Universitas
Muhammadiyah Gresik, Jawa Timur, Jumat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Polisi sedang
bersitegang dengan KPK dalam kasus penyidikan korupsi pengadaan simulator SIM
dimana Irjen Pol. Djoko Susilo telah ditetapkan sebagai tersangka. Kedua
lembaga penegak hukum itu menyatakan sama-sama mempunyai wewenang untuk
menyelidiki masalah sensitif tersebut. Sepertinya Polri tidak terima kantornya
diacak-acak KPK dan melancarkan balas dendam dengan mencari apa yang dibuat
agar Polri juga bisa mengacak-acak kantor KPK. Ketemulah kasus yang sudah
berumur 8 tahun lalu yang melibatkan Kompol Novel Baswedan didalamnya yaitu kasus
penganiayaan yang menyebabkan seorang tahanan di Bengkulu tewas. Kompol Novel
Baswedan adalah salah satu penyidik KPK yang melakukan pemeriksaan langsung
kepada Irjen Djoko Susilo, tersangka kasus Simulator SIM. Seorang perwira
menengah berpangkat Kompol memeriksa jenderal aktif bintang dua. Atas adegan
inilah yang diduga menjadi penyebab hubungan KPK – Polri kembali retak.
2.
Reaksi dan tanggapan masyarakat
terhadap kasus KPK Vs Polri adalah membela dan mendukung KPK dalam rangka
mengusung niat “SAVE KPK”. KPK harus diselamatkan, karena kehadirannya sangat
dielu-elukan oleh berbagai pihak dan masyarakat yang tidak ingin negara kita
‘lumpuh’ digerogoti para koruptor. KPK dilahirkan karena aparat penegak hukum
yang ada tidak mampu memberantas korupsi. Karena jika KPK tidak bisa
menjalankan tugasnya dengan baik yang akan senang dan bertepuk tangan dengan
gegap gempitanya adalah para koruptor.
B.
Solusi
1. Berdasarkan pidato presiden SBY dalam menanggapi
kasus KPK Vs Polri jelaslah bahwa yang berhak menangani kasus yang melibatkan
irjen Djoko Susilo ditangani KPK, untuk itu Polri menerima dan menangani kasus
lain yang sesuai wewenangnya.
2. Sebagai dua lembaga penegak hukum KPK dan Polri
harus terus meningkatkan sinergi dan
koordinasi dalam upaya pemberantasan korupsi. Dan mengerti apa yang menjadi
bagian dari tugas dan tanggung jawabnya.
3. Masyarakat dan seluruh semesta rakyat serta
pejabat-pejabat pemerintah harus mendukung upaya penegakan hukum terutama pemberantasan
korupsi di Indonesia.
C.
Saran
1. KPK dan Polri
Sebagai
lembaga penegak hukum KPK dan Polri seharusnya bisa bekerja sama bukan malah
berseteru dan saling perang. Karena masalah di negeri ini sudah terlalu banyak
dan sangat membutuhkan peran dan kinerja yang baik dari lembaga-lembaga penegak
hukum.
2. Presiden
Dalam
kondisi seperti ini presiden selaku pemegang kekuasaan ditanah air ini harus
bertindak cepat dan tegas untuk mendamaikan dua lembaga penegak hukum yang
berseteru dan menyelamatkan KPK jika memang mempunyai komitmen untuk
mengenyahkan korupsi dari republik ini.
3. Masyarakat
Sebagai
warga negara kita semua harus membantu upaya penegakan hukum dan pemberantasan
korupsi di negeri ini. Masyarakat
sendiri harus memberi hukuman berupa sanksi moral kepada para koruptor, bukan
sebaliknya menyanjung mereka bak raja seperti yang terjadi akhir-akhir ini.
Karena bagaimanapun sanksi moral bias lebih afektif daripada sanksi hukum.
DAFTAR PUSTAKA
Rastika,Icha.”Novel adalah penyidik yang periksa Irjen Djoko”. http://nasional.kompas.com/read/2012/10/06/05392765/Novel.adalah.Penyidik.yang.Periksa.Irjen.Djoko (Diakses tanggal 19 Oktober 2012)
Khaerudin.” Kompol Novel Penyidik Par Excellence di KPK”. http://nasional.kompas.com/read/2012/10/06/01241558/Kompol.Novel.Penyidik.Par.Excellence.di.KPK (Diakses tanggal 19 Oktober 2012)
“Masyarakat Bela KPK”
http://nasional.kompas.com/read/2012/10/06/01414218/Masyarakat.Bela.KPK. (Diakses tanggal 19 Oktober 2012)
LAMPIRAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar