a. Riwayat
Hidup Emile Durkheim
Emile Durkheim adalah salah satu
sosiolog yahudi yang terkenal asal Prancis. Durkheim, seorang keturunan rabi
yahudi yang lahir pada 15 April 1858 di Epinal. Sebelum memutuskan menjadi
seorang agnostik, Durkheim pernah masuk katolik meskipun kemudian katolisisme
tersebut ia tinggalkan. Agnostik
maksudnya adalah tidak mau tahu dengan agama, agnostik berbeda dengan atheis
yang tidak percaya sama sekali akan adanya tuhan. Selain itu, Durkheim juga
seorang positivis layaknya Auguste Comte.
Durkheim termasuk salah seorang yang
cemerlang dalam bidang akademis. Ia diterima di Ecole Normale Superieure, tetapi untuk dapat diterima jalan
Durkheim tidaklah mudah. Pertama kali dia gagal dalam ujian masuk, kedua
kalinya ia kembali gagal, dan ketiga kali ia berhasil diterima dan sukses dalam
ujian masuk yang sungguh kompetitif. Setelah lulus dari Ecole Normale Superieure, Durkheim menjadi seorang pengajar.
Durkheim tidak lantas menjadi seorang filsuf, menurutnya filsuf tidak
berhubungan langsung dengan masyarakat. Ia lebih memilih mendedikasikan dan
membaktikan dirinya pada suatu disiplin ilmiah yang dapat merumuskan jawaban
atas bermacam-macam persoalan dalam kehidupan sehari-hari serta persoalan moral
juga karena moralitas merupakan kajian utama dalam hidupnya. Komitmennya adalah
supaya disiplin sosiologi yang masih bisa dibilang baru itu mendapatkan
pengakuan akademis yang resmi di Prancis. Berkat peran Durkheim, tahun 1913
disiplin sosiologi resmi berdiri sebagai satu disiplin akademis.
Durkheim sangat produktif dalam bidang
ilmiah atau akademis, hasil karya Emile Durkheim antara lain The Division Labor in Society, The Rules of
Sociological Method, Suicide, The Elementary Forms of Religions Life, dan Moral Education. Dalam karya-karya
tersebut Durkheim menuangkan berbagai ide dan pemikiran-pemikirannya. Namun
setelah sang putera, Andre meninggal. Durkheim tidak pernah sembuh dari musibah
tersebut hingga akhirnya ia meninggal di tahun 1917 dan mengakhiri karirnya
yang cemerlang.
b. Pemikiran
Durkheim Tentang Fakta Sosial
Pemikiran Durkheim yang pertama yaitu
mengenai fakta sosial (tertuang dalam karyanya The Rule Of Sociological Method) yang
dapat dikatakan sebagai lawan dari fakta individu. Kita hidup dalam masyarakat
yang biasanya dalam membaca atau melihat sesuatu yang ada dan terjadi dalam
kehidupan sehari-hari disebabkan oleh individu. Tetapi Durkheim memiliki
pandangan yang berbeda. Durkheim lebih memperhatikan keutamaan sosial daripada
individu.
Fakta sosial merupakan
kebiasaan-kebiasaan dalam bertindak, berifikir, dan merasakan. Sifatnya umum
yaitu milik bersama dan tidak terikat, memaksa individu sehingga individu
terlepas dari kemauan-kemauannya sendiri, serta berasal dari luar individu
bukan dorongan internal pada individu. Fakta sosial tersebut tidak bisa disebut
fenomena atau gejala biologis, karena hal tersebut dilakukan atau dianut oleh
banyak orang dan tidak terikat pada individu. Tidak bisa pula disebut fenomena
atau gejala psikologis karena itu bukan dinamika yang terjadi dalam kesadaran
individu, melainkan bersifat eksternal.
Contoh fakta sosial misalnya adalah di
sekolah terdapat suatu aturan bahwa siswa dan siswi wajib mengenakan seragam.
Hal tersebut berasal dari luar individu artinya bersifat eksternal pada
individu, selain itu juga memaksa individu. Siswa dipaksa oleh suatu aturan
tentang mengenakan seragam sekolah yang berlaku secara umum bagi siswa-siswi
yang bersekolah. Contoh lain adalah dalam perkuliahan terdapat aturan tentang absen.
Dengan demikian mahasiswa dipaksa oleh aturan tentang absen tersebut sehingga
ia harus menghadiri kuliah.
Fakta sosial kemudian oleh Durkheim
dibagi menjadi dua tipe, yaitu fakta sosial material dan fakta sosial
nonmaterial. Fakta sosial material merupakan fakta sosial yang dapat
diobservasi atau diamati langsung. Contohnya adalah berbagai bentuk teknologi,
bentuk arsitektur sebuah gedung, hukum atau perundang-undangan, dan lain
sebagainya. Sedangkan fakta sosial nonmaterial contohnya meliputi budaya,
norma, dan nilai. Jenisnya meliputi moralitas, kesadaran kolektif, representasi
kolektif, dan aliran sosial.
c. Pemikiran
Emile Durkheim Tentang Solidaritas Sosial
Dalam
karyanya yang berjudul The Division Labor
in Society Durkheim menuangkan ide dan pemikirannya tentang pembagian kerja
masyarakat. Durkheim tertarik dengan perubahan yang terjadi di masyarakat dalam
hal pembagian kerja yang berdampak bagi struktur sosial masyarakat serta
pengaruh pembagian kerja terhadap perubahan solidaritas sosial.
Durkheim membagi solidaritas sosial
menjadi dua tipe yaitu solidaritas mekanik dan solidaritas organik. Solidaritas
mekanik ditandai dengan rendahnya pembagian kerja, individualisme,
interdependensi. Selain itu, karena kuatnya kesadaran kolektif, hukum yang
dominan adalah hukum represif, sifatnya primitif, komunitas terlibat dalam
menghukum penyimpang, dan pentingnya konsensus terhadap pola-pola normatif.
Solidaritas organik sebaliknya ditandai
dengan tingginya pembagian kerja, individualisme, interdependensi. Juga karena
lemahnya kesadaran kolektif, hukum yang dominan adalah hukum restitutif,
sifatnya industrial, komunitas tidak terlibat dalam menghukum penyimpang
melainkan melibatkan badan kontrol sosial, dan pentingnya konsensus terhadap
nilai-nilai abstrak dan umum.
Sekarang kita sedang berada pada masa
transisi yaitu suatu masa yang berada diantara solidaritas mekanik dan solidaritas
organik. Dalam masa transisi dipengaruhi oleh adanya pertumbuhan penduduk,
modernisasi, dan lain-lain.
d. Pemikiran
Durkheim tentang Bunuh Diri
Pemikiran Durkheim tentang bunuh diri
terdapat dalam karyanya yang berjudul Suicide.
Durkheim menggunakan data kuantitatif yaitu angka bunuh diri (suicide rate). Ia tidak melihat bunuh
diri individu atau alasan mengapa individu melakukan bunuh diri karena hal
tersebut merupakan bagian psikologi, tetapi ia melihat angka bunuh diri suatu
kelompok dalam masyarakat . Durkheim mencoba menjelaskan angka bunuh diri suatu
kelompok masyarakat yang berbeda dengan angka bunuh diri kelompok masyarakat
yang lain, mengapa di satu sisi bisa lebih tinggi atau lebih rendah. Kemudian
ia membedakan bunuh diri menjadi empat tipe yaitu bunuh diri egoistis, bunuh
diri altruistis, bunuh diri anomik, dan bunuh diri fatalistis.
Bunuh diri egoistis disebabkan oleh
lemahnya integrasi sosial. Biasanya terjadi pada masyarakat dimana
individu-individu didalamnya tidak dapat berhubungan dengan baik. Contohnya
seperti angka bunuh diri orang-orang yang tidak mempunyai keluarga atau belum
berkeluarga lebih tinggi jika dibandingkan dengan orang-orang yang mempunyai
keluarga. Hal tersebut dikarenakan integrasinya dalam keluarga lemah atau
kurang. Di bidang agama, orang-orang protestan memiliki angka bunuh diri yang
lebih tinggi jika dibandingkan dengan orang-orang penganut agama katolik. Hal
tersebut disebabkan karena didalam ajaran agama protestan lebih memperhatikan
keimanan individual sehingga tingkat integrasinya rendah.
Berbeda dengan bunuh diri egoistis, bunuh
diri altruistis justru merupakan bunuh
diri yang disebabkan karena tingkat integrasi yang begitu kuat. Misalnya dalam
suatu kelompok yang memiliki integrasi yang kuat, maka individu-individu dalam
kelompok tersebut rela mati bunuh diri. Mereka terpaksa bunuh diri karena
mereka menganggap itu adalah tugas mereka sebagai pengikut kelompok tersebut. Contohnya
mati syahid. Bunuh diri altruistis dibedakan menjadi dua yaitu pertama, obligatory
yaitu bunuh diri yang didasarkan pada keyakinan bahwa bunuh diri itu bukanlah
suatu hak akan tetapi suatu kewajiban. Contohnya adalah ketika suami meninggal
maka sang istri bunuh diri bersamaan dengan kematian suaminya tersebut. Kedua, optional yaitu bunuh diri yang
bertujuan untuk mendapatkan penghargaan, contohnya dalam masyarakat Jepang
terdapat upacara bunuh diri Seppuku yang lebih dikenal dengan istilah Harakiri.
Di Jepang Harakiri membudaya dan sah-sah saja dilakukan. Selain harakiri di
Jepang, di Indonesia tepatnya di Madura terdapat suatu adat atau tradisi yang
disebut Carok. Carok merupakan tradisi orang Madura dalam mempertahankan harga
diri dengan cara bertarung. Alat yang digunakan adalah clurit.
Kemudian bunuh diri anomik, yaitu bunuh
diri yang disebabkan karena lemahnya norma dan kontrol dalam masyarakat atau
dengan kata lain disebabkan ketidakjelasan atau rendahnya regulasi. Contohnya
ketika terjadi krisis dibidang ekonomi. Tipe bunuh diri yang terakhir yaitu
bunuh diri fatalistis yang justru disebabkan karena regulasi yang kuat, norma
yang mengatur terlalu kuat sehingga menimbulkan rasa tertekan karena disiplin
yang ketat. Contohnya terjadi pada budak.
e. Pemikiran
Durkheim dalam The Elementary
Forms of the Religious Life
Masyarakat
(melalui individu) menciptakan agama dengan mendefinisikan fenomena tertentu
sebagai sesuatu yang sakral sementara yang lain sebagai profan (Ritzer,
2008:104).
Dalam The Elementary Forms of the Religious Life, pemikiran Durkheim sangat berbeda dengan
karya-karya sebelumnya. Jika dalam karya-karya sebelumnya Durkheim menekankan
pada fakta sosial, dalam karyanya yang satu ini pemikirannya bergeser. Ia
mengemukakan bahwa kontrol berasal dari individu karena individulah yang
menciptakan fakta sosial.Dalam karyanya ini, tertuang pemikiran Durkheim
tentang sosiologi agama. Menurutnya, agama bisa dikaji oleh sosiolog dengan
cara yang baru, yaitu sebagai fakta sosial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar